Jangan ‘Out Of Focus’, Dear Grace !!!

  • Whatsapp

Oleh :
Rudi S. Kamri

Mungkin saya termasuk salah satu diantara berjuta laki-laki yang mengagum sosoki seorang GRACE NATALIE LOUISA. Kriteria figur perempuan mendekati sempurna hampir semua dimiliki Grace Natalie. Cantiknya di atas rata-rata perempuan Indonesia dan yang paling penting dia sosok ‘smart woman’ yang membuat dia terlihat tampak semakin sexy. Entah kenapa di mata saya perempuan cantik dan ‘smart’ itu terlihat lebih sexy dibanding perempuan yang gemar buka-bukaan.

Saya sudah mengamati kiprah perempuan yang dilahirkan di Jakarta pada 4 Juli 1982 ini dari awal kemunculannya sebagai penyiar berita di SCTV. Saat itu Grace Natalie yang merupakan rekrutan program “SCTV Goes to Campus” masih terlihat polos dan imut. Entah mengapa, dari awal saya sudah melihat anchor berwajah oriental ini mempunyai talenta yang bukan sekedar achor biasa. Saat kemudian dia pindah ke Anteve kemudian hijrah ke TVOne, karier GRACE semakin bersinar. Puncaknya saat dia diganjar penghargaan “Achor of the year 2008”.

Kiprah perempuan cantik istri dari Kevin Osmond ini semakin membetot perhatian saya saat dia bersama dengan sahabatnya Raja Juli Antoni dan mantan penyiar cantik berwajah lembut Isyana Bagoes Oka berani terjun ke politik praktis dengan mendirikan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 16 November 2014. Mungkin hanya Grace perempuan Indonesia yang “bukan keturunan siapa-siapa” yang secara ‘genuine’ berani mendirikan sebuah partai politik. Dan salut saya semakin bertambah saat dia dengan cerdas mengambil segmentasi pemilih muda sebagai tulang punggung partainya. Dengan manajemen yang profesional Grace dkk mampu membawa PSI menjadi salah satu kontestan dalam Pemilu 2019. Grace Natalie sudah menjadi pembeda.

Namun entah mengapa, akhir-akhir ini menurut saya, Grace Natalie terlihat agak ‘out of focus’ dan terlihat mulai dihinggapi penyakit glorifikasi. Dia terlihat agak sembrono dan kurang ‘smart’ dalam menyampaikan ujaran politik di depan publik. Hampir semua hal dia komentari. Termasuk terlalu berani dan berisiko tinggi masuk pada wilayah yang sangat sensitif yang berpotensi besar memancing resistensi publik. Mulai dari anti Perda berbasis agama sampai anti poligami.

Secara pribadi saya amat sangat setuju dengan materi ujaran politik Ketua Umum PSI ini. Namun bagi saya ujaran seperti ini lebih TEPAT kalau disampaikan oleh seorang aktivis sosial atau aktivis perempuan BUKAN oleh seorang Ketua Umum sebuah partai politik. Apalagi ujaran tersebut disampaikan di tahun politik. Mengapa ?

Sebagai partai politik, mau tidak mau harus bersinggungan dengan konstituen yang sangat beragam. Dengan mempertimbangkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, ujaran politik seorang Grace Natalie mempunyai resiko yang sangat tinggi. Sebagai contoh poligami, meskipun banyak orang yang tidak setuju tapi ketentuan ini, namun aturan ini sudah ada dalam Al Qur’an. Dan tentu saja sikap politik yang dilakukan secara terbuka oleh Grace Natalie tentang anti poligami akan berdampak PERTAMA menimbulkan resistensi dari para kelompok Islam tertentu dan KEDUA akan menyulitkan para Caleg PSI dalam memberikan penjelasan di masyarakat.

Mungkin Grace Natalie harus diberikan pencerahan bahwa dalam politik harus ada faktor kehati-hatian yang tinggi dalam menyampaikan ujaran di muka umum. Kita harus menentukan mana yang TERPENTING DAN MENDESAK untuk kita sikapi. Tidak harus semua masalah perlu kita sikapi. Yang paling utama adalah seorang politikus yang cerdas harus menghindari untuk masuk ke wilayah yang sangat sensitif. Membela hak kaum perempuan bisa dilakukan dengan berbagai macam cara tanpa harus masuk ke wilayah sensitif keagamaan.

Kekhawatiran saya bahwa ujaran politik dari Ketua Umum PSI yang terlalu berani masuk ke wilayah sensitif tersebut akan kontra produktif. Bukan hanya untuk PSI, tapi ada potensi akan berimbas mengurangi dukungan terhadap Jokowi terutama dari kelompok Islam tertentu. Hal ini karena PSI merupakan salah satu partai pendukung Jokowi dalam Pilpres 2019.

Tulisan ini saya buat semata-mata merupakan ekspresi sayang saya pada kiprah anak muda dalam perpolitikan nasional seperti teman-teman di PSI. Kasus Tsamara Amany yang agak lebay dan over acting beberapa waktu lalu dan kekurang hati-hatian Grace Natalie harus menjadi pelajaran penting bagi elite PSI. Agar PSI lebih fokus menggarap konstituen kaum muda dan sekaligus bisa menarik minat kaum tua seperti saya. Mudah-mudahan ke depan PSI lebih cerdas dan lebih selektif dalam menyampaikan ujaran politik di muka umum. Jangan semua orang atau kelompok yang berseberangan dimusuhi. Hemat tenaga dan jangan melakukan sesuatu yang kontra produktif.

Idealisme dalam berpolitik itu penting, tapi kecerdasan dalam berujar di muka umum itu juga tidak kalah pentingnya.
Paham kan, Grace sayang ?

Salam SATU Indonesia
13122018

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *