Kota Batu, beritalima.com| Badan Bantuan Hukum Advokasi Rakyat ( BBHAR ) memberikan apresiasi yang tidak terhingga kepada Pengadilan Negeri Malang yang telah memberikan putusan selama 12 Tahun terhadap terdakwa Julianto Eka Putra atau JEP founder sekolah Selamat Pagi Indonesia pada hari Rabu (7/9/2022) lalu.
“ Kami, atas nama pengurus dan anggota BBHAR DPC PDIP Kota Batu mengucapkan terimakasih kepada Pengadilan Negeri Malang yang telah memberikan putusan 12 tahun terhadap JEP, dan terimakasih pula kepada Kejaksaan Negeri Kota Batu yang dengan maksimal membuktikan perbuatan terdakwa sehingga perbuatan sang disangkahkan pun terbukti, “ Papar Suwito, S.H., M.H Sekretaris BBHAR DPC PDIP Kota Batu dikantornya. 9/9/22.
Dengan putusan itu, kata Suwito para pelapor yang mempercayakan kepada BBHAR menjadi lega dan bisa menerima putusan tersebut, dan hal itu menurutnya merupakan bentuk positif keberpihakan negara yang telah melindungi korban yaitu anak-anak Indonesia.
“Tidak cukup puas sampai pada putusan tersebut, kami BBHAR akan bersurat kepada Lembaga Pemasyarakatan Lowokwaru Malang dan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Kemenkumham RI agar JEP tidak diperlakukan istimewa, dan pihaknya dalam perkara ini tidak puas sampai dengan putusan ini, selain perkara eksploitasi masih berjalan di Polda Jatim, di dalam Lapas lowokwaru kami menginginkan agar JEP tidak diperlakukan istimewa, kami akan berkoordinasi terus dan ikut melakukan pengawasan dengan lembaga yang menangunginya yaitu Kemenkumham,” katanya.
Keberatan itu, lanjut Wito bukan tanpa dasar, diduga terdakwa menyuruh orang untuk melakukan lobi tertentu terhadap petugas lapas lowokwaru Malang agar terdakwa diperlakukan istimewa dan aman, maka untuk antisipasi dugaan kita ini kami segera berkoordinasi dengan lapas lowokwaru Malang dan Kemenkumham,” Pungkasnya.
Seperti diketahui, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang Herlina Reyes, S.H., M.H menyatakan, bahwa terdakwa Julianto Eka Putra (JEP) dinyatakan bersalah.
“Karena melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain,” katanya saat putusan.
Menurutnya, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa.
“Sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016,” papar Herlina.
Dirinya menyatakan, tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, pihaknya menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa Julianto Eka Putra berupa pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, dan denda sebesar Rp. 300.000.000,- subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
“Menghukum terdakwa untuk membayar restitusi kepada saksi Sheren Della Sandra sebesar Rp 44.744.623,- dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang restitusi paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar restitusi, dan dengan ketentuan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar restitusi tersebut. Maka diganti dengan pidana kurungan pengganti selama 1 (satu) tahun kurungan,” Pungkas Herlina.
Editor : Santoso