Jakarta | beritalima.com – Tantangan dan pedoman peliputan bencana di Indonesia, selama ini peliputan media untuk bencana baik cetak maupun elektronik dan online masih mengejar sensasi, klenik, dan mitos dibandingkan substansi. Menurutnya, isu utama bagi media terhadap bencana masih dilihat sebagai kejadian dan mensinyalir adaya keterbatasan pengetahuan, etik dan tekanan ekonomi-politik media dalam peliputan baik sebelum bencana, saat bencana maupun setelah bencana.
Demikian hal itu diungkapkan Ahmad Arif Jurnalis Kompas juga selaku Ketua Jurnalis Bencana dan Krisis (JBK) Indonesia, pada saat “Sosialisasi Pedoman Perilaku Peliputan Bencana dan Krisis”, yang digelar secara daring, pada Minggu (26/9/20210).
Sosialisasi yang disuport Save The Children Indonesia, Ahmad Arif menyampaikan bahwa perilaku aman dimulai dari jurnalisnya dalam meliterasi bencana mulai dari kemampuan individu untuk menyerap informasi, memahami informasi yang diterima, serta menggunakan informasi untuk memperkuat kapasitas diri dan orang lain dalam menghadapi bencana. Oleh karena itu diharapkan Arif, jurnalis harus memahami sumber masalah secara saintifik, memahami prinsip komunikasi resiko, dan memahami serta menerapkan pedoman perilaku dan keamanan dalam peliputan bencana atau krisis.
Lebih lanjut Save the Children mendukung pengembangan Pedoman Perilaku Peliputan Bencana dan Krisis di Indonesia. Sebagaimana dijelaskan Dewi bahwa Save the Children bertugas untuk anak – anak Indonesia. Namun dalam komentarnya ia menyatakan bahwa dalam setiap peliputan bencana yang rentan terhadap anak, tidak terlalu vulgar mengendorse anak kecil yang korban bencana untuk menghilangkan trumatis.
“Jangan menyebut nama lengkap anak – anak yang menjadi korban bencana juga jangan membahayakan jurnalis sendiri,” jelasnya.
Lebih jauh dijelaskan Asnil Bambani selaku co – host Sosialisasi Pedoman Perilaku Peliputan Bencana dan Krisis di Indonesia, jurnalis harus menguasai medan peliputan sebelum diberangkatkan namun yang disayangkan Asnil bagi wartawan yang akan meliput lokasi bencana tidak ada persiapan yang memadai termasuk hanya mengenakan pakaian di badan, tidak memiliki uang yang cukup dan memperhatikan kesehatannya.
“Tapi kenapa bagi jurnalis yang bekerja di perusahaan pers besar kerap mendapatkan ikan tapi tidak menempatkan wartawannya di lokasi bencana harusnya menempatkan wartawannya ke lokasi bencana dengan akomodasi yang dipersiapkan termasuk membuat asuransi perjalan peliputan,” tandasnya.
Reporter : Dedy Mulyadi