Kades Genteng Wetan Siap Didepan Jika Ada Warga Aksi di BNA

  • Whatsapp

BANYUWANGI, beritalima.com – Warga dan Kepala Desa (Kades) Genteng Wetan, Kecamatan Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, H. Sukri, pertanyakan legalitas Banyuwangi Night Amazing (BNA).

Meski sudah lama beroperasi, tempat hiburan permainan anak-anak, tidak pernah meminta persetujuan atau pun melibatkan masyarakat sekitar. Termasuk pihak Pemerintah Desa Genteng Wetan.

Bacaan Lainnya

“Sekarang seorang kepala desa, dihadapan pengusaha tidak ada gunanya. Tidak ada izin (kepada Pemerintah Desa Genteng Wetan) sama sekali,” ucap Kades Genteng Wetan, H Sukri, Jumat (24/3/2023).

Pernyataan Kades Sukri ini cukup mengagetkan. Keluh kesah tersebut dia lontarkan lantaran merasa tidak pernah menerima permohonan pengurusan jenis perizinan apa pun dari pihak pengelola BNA Genteng. Padahal, untuk jenis usaha tempat wisata buatan ala BNA Genteng, harusnya dilengkapi dengan perizinan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL).

Dan dalam menyusun dokumen AMDAL, wajib mengikutsertakan masyarakat. Meliputi, masyarkat yang terkena dampak atau yang berbatasan langsung. Masyarakat pemerhati lingkungan hidup dan masyarkat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

Pelibatan masyarakat tersebut diantaranya dilakukan melalui pengumuman rencana usaha, konsultasi publik serta saran asukan.

Namun faktanya, sejak proses pembangunan hingga beroperasi, masyarakat yang berdomisili berbatasan langsung dengan BNA Genteng, merasa tidak pernah diajak komunikasi apa pun. Meskipun sejak keberadaan BNA Genteng, warga sekitar merasa terganggu suara bising hingga kesulitan untuk istirahat.

Kades Sukri bercerita, sebagai pemangku wilayah dia pernah menanyakan terkait izin lingkungan kepada pihak BNA Genteng. Namun dijawab bahwa tempat hiburan permainan anak-anak tidak membutuhkan izin lingkungan.

“Dulu pernah tak tanya terkait izin lingkungan, jawabannya gak usah izin lingkungan gak apa,” ungkap Sukri.

Sebagai pengayom masyarakat, dia meminta agar warga tetap mengedepankan prosedur yang berlaku. Namun jika warga hendak berdemonstrasi karena sudah tidak tahan dengan suara bising BNA Genteng, dia tidak melarang.

Karena berunjuk rasa atau menyampaikan pendapat didepan umum dijamin Undang-Undang. Yakni Pasal 28 UUD 1945.

“Mungkin kalau warga mau turun (demo) saya yang di depan. Ayo kalau lingkungan mau unjuk rasa, saya ikut,” cetus Kades Sukri.

Sementara itu, Moh Sholeh, salah satu warga Perumahan Permata Genteng, mengaku dia bersama keluarga serta tetangga setiap malam selalu kesulitan istirahat. Maklum, lokasi perumahan tempat dia tinggal memang berbatasan langsung dengan BNA Genteng.

“Suaranya permainan anak-anak di BNA sangat mengganggu kenyamanan kami. Kami dan tetangga selalu kesulitan untuk istirahat,” katanya.

Akibat suara bising dari BNA, lanjutnya, masyarakat merasa dirugikan. Karena kesulitan istirahat, imbasnya tidak bisa bekerja dengan optimal.

“Siang kami harus bekerja. Malam hari saat akan istirahat, kami terganggu suara bising BNA. Akhirnya kami kurang istirahat, dan pastinya kami tidak bisa bekerja dengan maksimal,” ungkap Sholeh.

“Padahal dari bekerja, hasilnya untuk menafkahi keluarga. Jika tidak bisa bekerja maksimal karena kurang istirahat, dan penghasilan kami menurun, apa mau pihak BNA bertanggung jawab,” imbuhnya.

Atas kondisi ini, dia bersama warga lain mengaku akan mengadukan BNA Genteng kepada instansi terkait. Masyarakat menduga terdapat pelanggaran hukum dalam pendirian BNA.

“Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, di Pasal 109 ayat 1 ditegaskan bahwa “Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar,” cetus Sholeh.

Sementera itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, Muhammad Yanuar Bramuda, menyebutkan bahwa setiap usaha tempat wisata buatan, seperti Banyuwangi Night Amazing (BNA) Genteng, wajib memiliki perizinan AMDAL. Dengan kata lain harus ada pelibatan 3 unsur masyarakat.

Yakni masyarkat yang terkena dampak atau yang berbatasan langsung. Masyarakat pemerhati lingkungan hidup dan masyarkat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

“Jika tempat wisata buatan, berbasis profit personal, wajib mengurus perizinan sesuai prosedur, termasuk AMDAL,” tegasnya.

Terkait legalitas ini, awak media belum berhasil melakukan konfirmasi kepada pihak pengelola BNA Genteng. (bi)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait