SURABAYA – beritalima.com, Jaksa Kejari Bojonegoro mengajukan Kepala Desa (Kades) Tebon Wasito dan Kades Kuncen Saifudin pada sidang lanjutan dugaan korupsi Dana Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) untuk pembangunan jalan Rigid Beton di delapan desa di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro.
Dalam sidang dua saksi Kades tersebut menyebut bahwa Camat Heru yang memerintahkan agar para kepala desa penerima dana BKKD menyerahkan proyek pekerjaan Beton Rigid jalan desa kepada terdakwa.
Mengawali sidang kedua saksi mengaku mengenal terdakwa Bambang setelah diperkenalkan oleh Heru Sugiharto yang saat itu menjabat sebagai Camat Padangan.
Pada pertemuan itu kata Kades Wasito Camat Heru memperkenalkan terdakwa kepada para kepala desa. Menurut Wasito, saat itu di hadapan para kepala desa terdakwa mengaku mempunyai saudara di inspektorat dan punya anak anggota polisi.
“Pada pertemuan itu, Camat Heru memerintahkan agar para kepala desa penerima dana BKKD menyerahkan proyek pekerjaan cor beton jalan desa kepada terdakwa. Tidak (ada) lelang, Pak Camat bilang semua administrasi lelang akan dikerjakan Pak Bambang,” tuturnya di hadapan majelis hakim Tipikor Surabaya. Senin (18/9/2023).
Saat ditanya mengapa tidak mempertanyakan alasan proyek cor beton jalan desa diserahkan kepada terdakwa, Wasito berdalih tidak berani.
“Pak Camat yang perintahkan, saya tidak berani bantah karena Pak Camat atasan saya selaku pembina. Pak Camat bilang A ya saya A,” dalihnya.
Pada sidang kali ini, majelis hakim sempat melayangkan teguran pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyidangkan perkara ini. Teguran terjadi karena JPU tidak bisa menghadirkan Camat Heru di persidangan, sesuai perintah majelis hakim pada sidang sebelumnya.
Selain itu, Wasito juga mengaku pernah menghadiri undangan sosialisasi pengelolaan dana BKKD oleh Dinas Pekekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bojonegoro.
“Sosialisasi terkait cara melakukan lelang (proyek) disampaikan semua sama Bu Nurul orang PU,” katanya.
Senada dengan Wasito, saksi Saifudin juga memberikan keterangan yang tidak jauh berbeda. Kapala Desa Kuncen itu mengaku pernah ikut pertemuan di kantor Dinas PU Pemkab Bojonegoro.
“Di pertemuan itu dijelaskan soal lelang dan kontrak atau kesepakatan dengan pihak ketiga soal pekerjaan,” ungkapnya.
Saifudin menjelaskan, alasan dirinya sebagai kepada desa menyerahkan pekerjaan cor beton jalan desa ke terdakwa.
“Karena saya tidak tahu sama sekali soal aspal, karena tidak tahu akhirya saya kordinasi dengan Pak Camat,” jelasnya.
Setelah kordinasi dengan Camat, akhirnya Saifudin dikenalkan dengan terdakwa di Kebun Jambu bersama para kepala desa lainnya.
“Saya ditelpon Pak Camat, katanya kumpul d Kebun Jambu saya kenalkan dengan konsultan,” jelasnya.
Di pertemuan itu, Camat Heru mengatakan bahwa semua pekerjaan proyek cor beton jalan di beberapa desa lebih baik dijadikan satu.
“Pak Camat bilang: lebih enak jadikan satu karena lebih mudah pengawasannya dan pengerjaannya,” terang Saifudin.
Atas keterangan kedua saksi, terdakwa menyampaikan beberapa bantahan kepada majelis hakim. Bantahan pertama terkait pertemuan di Kebun Jambu.
“Pertemuan (di Kebun Jambu) saya menjelaskan metode pelaksanaan pelerjaan, bagaimana melakukan lelang, bagaimana membuat RAB (Rancangan Anggaran Biaya). Tidak benar soal saya punya saudara di inspektorat dan anak polisi,” katanya.
Sementara itu, penasehat hukum terdakwa, Pinto Hutomo, saat menanyakan adakah berita acara pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan dari inspektorat yang diberikan kepada kepala desa Kuncen, Syaifuddin menjawab tidak pernah ada berita acara maupun LHP dari inspektorat.
Selain dua kepala desa, majelis hakim pengadilan Tipikor, Surabaya juga memeriksa saksi Tim pelaksana (Timlak) BKKD dari 4 desa. Dari 4 saksi Timlak yang diperiksa mereka menerangkan hanya menjalankan perintah Kades, dan tidak tahu menahu soal adanya dugaan korupsi ini. (Han)