beritalima.com | Merasa kehilangan pasti menyakitkan. Apalagi, itu seseorang yang paling berharga. Malaikat dengan miliaran kasih sayang, keindahannya terpancar luar dalam, tempat mendapatkan peluk paling nyaman.
Rohaeni, wanita paling cantik menurutku dengan segudang rasa sabar, yang membuatku sadar, bahwa hidup memang banyak sekali cobaan. Ya, dia ibu kandungku, yang melahirkanku, dan merawatku.
Tidak sekali tangisnya tumpah ruah, karena hatinya tergores oleh kata-kata dan amarah. Padahal belum banyak yang bisa kuberikan, namun ia tetap saja memberi peluk yang paling menghangatkan.
Aku bahagia mempunyainya, si manusia dengan berjuta kasih sayang. Sampai tak pernah aku bayangkan bagaimana kehilangannya dari kehidupan. Namun, ternyata Tuhan lebih sayang, dijemputnya Ibu ketika aku sama sekali belum ada persiapan.
Mataku tidak bisa lagi membendung kesedihan, kala batu nisan tertancap di peristirahatan terakhir bertuliskan namanya.
Lemas rasanya melihat kenyataan. Duniaku rasanya runtuh perlahan. Dia Ibuku, malaikatku, meninggalkan untuk selamanya dengan miliaran kenangan. Aku hanya memikirkan siapa lagi yang harus kujadikan tempat bersandar, dan di mana lagi bisa kudapatkan peluk paling nyaman. Meski masih ada Ayah dan empat orang Kakak, kurasa semua sepakat, Ibu tetap yang paling disayang. Kehilangannya seakan sebuah bencana besar.
Tak mudah menjalani hari tanpa orang tersayang. Kekuatan berusaha dibangkitkan, bahwa dunia tidak berhenti hanya karena rasa kehilangan. Masih banyak yang harus aku gapai. Namun, memang hujan selalu saja membawa kenangan.
Setelah kepergian Ibu, sering aku sendirian. Bahkan saat hujan datang, pikiranku berlarian ke masa lampau. Mengingat betapa ibu yang paling mengerti keadaan. Pernah ibu memilih pulang dari kerjaan, saat sampai rumah, ia memanggil namaku berkali-kali penuh kekhawatiran. Ia paham, anak bungsunya paling takut dengan suara guntur yang datang. Ya, kenangan demi kenangan seakan berlomba meminta diingat si tuan.
Tidak sebentar waktu untuk aku paham dan menerima dengan lapang sebuah kepergian, yang sebenarnya membuat luka paling dalam. Namun, dengan banyaknya dukungan yang diberikan saudara dan teman-teman, perlahan aku percaya memang ini jalan yang terbaik dari Tuhan. Aku bukan satu-satunya yang pernah merasa kehilangan. Karena sejatinya, manusia pasti berpulang pada Tuhan.
Ibu, terima kasih telah menjadi manusia paling kudambakan. Pelukmu, belaimu, tutur halusmu yang selalu menenangkan, tak mungkin bisa terbuang dari ingatan. Kau tetap wanita hebat yang paling sabar, idola sejati yang tak akan berhenti aku kagumi, dan kamulah guru terbaik yang aku senangi.
Tidurlah dengan damai dan bahagia bersama Tuhan. Kami akan menjadi baik meski kamu tak lagi di sini. Maaf belum bisa menjadi yang dibanggakan ketika kamu masih menghirup udara segar. Namun, biarkan perlahan aku buktikan dan membuatmu bangga meski tidak dapat lagi kulihat senyum yang nyata.
Mega Suharti Rahayu