JAKARTA,- Pakar politik senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Lili Romli mengungkapkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) harus ikut serta dan mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden (Capres – Cawapres) dalam Pilpres 2024.
Menurutnya, hal itu patut dilakukan untuk memperbesar peluang mandapat efek ekor jas (coattail effect) untuk meningkatkan perolehan suara partai. “Saran saya harus tetap dipertahankan dalam rangka untuk memaksimalkan efek ekor jas. Yang jelas tiga partai itu sudah cukup. Tidak ada alasan untuk bubar. Kalau kandidatnya tidak populer, ya berusaha untuk mempopulerkan,” tegas Lili di Jakaeta, Senin (19/12/2022).
Menurut Lili, keikutsertaan KIB dalam bursa pencalonan menuju 2024 juga bisa mengikutsertakan pihak ekstenal. Yang pasti KIB didorong untuk membawa bendera sendiri dalam kontestasi 2024.
“Tapi kalau pertimbangannya untuk efek ekor jas, mestinya mereka maju. Nah, majunya itu bisa tetap pimpinan partainya, bisa juga dari luar. Artinya bukan bergabung ke partai lain,” ujarnya.
Dari internal koalisi, Lili menimbang 2 calon yang berpeluang untuk diusung KIB yakni Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum PAN Zulkifli Hasan. Sedangkan peluang Plt Ketum PPP Mardiono dinilai lebih kecil. “Yang peluangnya ada itu antara Airlangga dan Zulhas. Zulhas Ketum PAN, peluangnya tinggi dibandingkan PPP,” ungkapnya.
Lili menilai Golkar sepatutnya lebih getol mempopulerkan dan mempromosikan Airlangga Hartarto untuk maju dalam Pipres 2024. Begitupun di internal KIB. Sebab hal itu berkaitan dengan target besar yang telah dipatok Golkar yang mendapat 20 persen raihan suara. Airlangga harus didorong agar Golkar mendapat efek ekor jas. “Apalagi Golkar pasang target 20 persen. Ya kalau dia tidak maju ya susah. Apalagi ada penantang partai baru yang punya figur,” tambahnya.
Dikatakan, Pilpres 2024 akan berlangsung dua putaran jika ada lebih dari dua pasangan calon. Untuk saat ini, KIB harus fokus untuk mempopulerkan paslon yang bakal diusung. Karena dengan itu, ada peluang untuk meraup lebih banyak suara dengan memanfaatkan efek ekor jas. “Mau tak mau harus maju. Kalau kandidat lebih dari 2 kan pasti 2 putaran. Baru putaran kedua mau bergabung dengan mana,” tegasnya.
Pada putaran kedua, barulah KIB berpikir untuk menang. Lebih baik saat ini KIB fokus pada upaya untuk memperbesar popularitas dan meningkatkan elektabilitas calon yang hendak diusung.
“Karena yang diselamatkan adalah partai. Persoalan nanti, ya nanti di putaran kedua, sudah boleh hitung-hitungan menang-kalah,” pungkasnya.
Daya Tawar
Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Diponegoro menyoroti sikap PPP yang mengajukan Plt.Ketua Umum Mardiono sebagai kandidat Capres. Hal itu dilihatnya sebagai upaya menaikkan bargaining power partai saja.
“Saya melihat banyak partai menengah kecil kebawah, yang berinisiatif, itu lebih pada upaya meminta perhatian dari partai lain bahwa kami harus dihitung, punya kontribusi untuk koalisi,“ kata Teguh, Senin (19/12).
PPP berada di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama dengan Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional. Dari ketiganya, Golkar memegang suara terbesar dan konsisten untuk mengajukan Ketum Airlangga Hartarto sebagai Capres Golkar.
Namun, sampai hari ini masih belum ditentukan siapa Capres KIB. “KIB, dengan suara parpol yang tanggung, calon yang belum jelas, dalam arti apakah cukup confidence, karena survei dua digit masih seputar Ganjar, Prabowo, Anies,” ujarTeguh.
Sosok Airlangga Hartarto, yang memiliki elektabilitas dari ketiga Ketum di KIB, dikenal dengan hasil kerjanya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dia dekat dengan Presiden Joko Widodo, bahkan sempat disebut-sebut punya modal memimpin.
Menanggapi hal itu, Teguh mengatakan “Saya kira politik itu seni berhubungan dengan para pihak, dalam politik tidak ada yang sifatnya strong, tetapi politik itu harus bersifat ‘ grey area’ karena politik itu membutuhkan dukungan yang jelas, butuh proses-proses yang tidak melukai orang lain. Saat ini barangkali tidak membutuhkan, di waktu lain bisa membutuhkan,” jelas Teguh.(ar)