(Papua). Aksi teror kembali dilakukan oleh KKB dan kali ini sasarannya adalah dunia pendidikan. Selain membunuh guru sebagai ujung tombak pendidikan, KKB juga menculik Kepala Sekolah, membakar sekolah dan rumah guru serta memeras warga.
Dalam 48 jam, 2 orang guru sebagai ujung tombak pendidikan di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua menjadi korban kebiadaban KKB. Pada hari Kamis (8/4/2021) pagi, seorang guru SD bernama Oktovianus Rayo (43 tahun, suku Bugis) ditembak KKB di kampung Julukoma distrik Beoga Kab Puncak, Papua. Dan esok harinya, guru SMPN 1 Julukoma bernama Yonatan Randen tewas akibat penembakan tersebut. Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri menyebut KKB pimpinan Sabinus Waker diduga kuat sebagai pelakunya.
Selain penembakan terhadap 2 guru, KKB juga menculik kepala SMPN 1 Julukoma atas nama Junedi Arung Salele. Kasatgas Humas Operasi Nemangkawi Kombes Pol M Iqbal Alqudussy membenarkan kejadian tersebut, namun dia menyatakan bahwa Junedi telah berhasil diamankan di Koramil Beoga.
Tidak hanya menembak guru dan menculik kepala sekolah, KKB juga membakar 3 sekolah dan 1 rumah guru di wilayah tersebut, yaitu SD Jambul, SMP N 1, dan SMA 1 Beoga serta rumah guru pada Kamis (8/4/2021). Kombes M Iqbal menyatakan bahwa KKB pimpinan Nau Waker diduga kuat sebagai pelaku teror ini. “Kelompok ini diduga lari ke daerah Beoga karena posisinya terdesak oleh aparat TNI-Polri. Nau Waker merupakan bawahan dari KKB pimpinan Guspi Waker,” ujar Iqbal.
Kombes Iqbal menambahkan, selain melakukan pembakaran tiga sekolah, kelompok Nau Waker juga melakukan pemerasan terhadap warga Beoga. Nau Waker telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Mimika karena sederet kasus kejahatan yang telah dilakukannya.
Tidak hanya membunuh dan membakar sekolah dan rumah guru, KKB juga melakukan aksi pemerasan. Kombes Iqbal menyatakan bahwa KKB sering memeras dan meminta uang 20 juta kepada kios-kios warga pendatang. Aksi pemerasan KKB ini juga diakui oleh Bupati Puncak Willem Wandik dalam proses evakuasi jenazah kedua guru tersebut. Wandik mengaku sudah berusaha bernegosiasi dengan KKB yang berbasis di Intan Jaya tersebut.
“Setelah negosiasi, apa yang mereka minta untuk bisa jenazah keluar (dievakuasi) maka mereka minta sesuatu (uang), sehingga dengan hati yang berat, dengan pertimbangan kemanusiaan karena jenazah mulai membusuk, mau tidak mau kita penuhi permintaanya,” aku Wandik. Namun dia menolak memberitahukan berapa uang yang diberikan kepada KKB. “Mereka minta cukup besar, kita tidak bisa tawar menawar, kalau tidak dilakukan maka pesawat tidak bisa masuk dan dampaknya luar biasa,” kata Wandik.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf meminta pihak keamanan untuk untuk memperkecil ruang gerak KKB di Papua dan segera menangkapnya, pasca kejadian tersebut. “Meminta pihak keamanan agar segera memperkecil ruang gerak para KKB tersebut, dan ditangkap secepatnya,” kata Dede Yusuf kepada wartawan, Sabtu (10/4/2021).
Dia mengaku prihatin dengan peristiwa itu. Dede Yusuf meminta kepada pemerintah setempat untuk memberikan perlindungan kepada para guru. Selain itu, politikus Partai Demokrat ini meminta kepada pemerintah untuk memperbanyak tenaga pendidik yang berasal dari Papua. Hal itu dilakukan untuk mencegah adanya perbedaan.
Aksi teror KKB ini mengakibatkan rasa takut warga masyarakat Beoga, khususnya warga dan guru pendatang. Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPPAD) Papua Christian Sohilait menyebut, lima guru yang mengalami trauma sudah berhasil dievakuasi ke Mimika. “Mereka semua trauma dan minta pulang kampung. Hari ini mereka pulang ke rumah keluarganya dulu, besok mereka pulang ke Toraja,” ujarnya melalui pesan singkat, Sabtu (10/4/2021).
Ia berharap kejadian yang menimpa para guru di Beoga tidak berdampak luas bagi guru di wilayah pedalaman Papua lainnya. Oleh karena itu, Sohilait meminta aparat keamanan dan masyarakat bisa ikut menjaga keberadaan para guru karena mereka hadir di sana hanya karena misi kemanusiaan. Sebelumnya, Bupati Puncak Willem Wandik menyatakan menolak evakuasi warga pendatang di Beoga.
Menurutnya, bila para pendatang yang umumnya bekerja sebagai guru, tenaga kesehatan dan pedagang, keluar dari Beoga, maka daerah tersebut akan mengalami kesulitan lebih besar. “Saya larang mereka keluar (Beoga) karena kalau mereka pergi maka masalah lebih besar akan datang, tidak ada pelayanan buat masyarakat. Sekarang ini masyarakat sudah lari ke hutan karena takut,” ujar Wandik.
Sementara itu, Kapen Kogabwilhan III Kolonel Czi IGN Suriastawa menyatakan aksi teror terhadap dunia pendidikan ini fakta yang menunjukkan kepada semua pihak bahwa OPM tidak menginginkan masyarakat Papua maju. “Mereka (OPM) ingin menghancurkan masa depan masyarakat Papua melalui teror di dunia pendidikan. Kerja sama antar front OPM terlihat jelas pada kasus ini,” ujarnya.
Menurut Suriastawa, aksi teror front bersenjata dalam menghancurkan dunia pendidikan di Papua ini justru didukung oleh media pro OPM yang diduga merupakan front klandestinnya. Setidaknya terdapat 2 media yang diduga kuat memiliki link khusus dengan KKB dan diduga kuat menjadi salah satu front klandestin OPM. “Media tertentu beritanya tidak pernah imbang, selalu menyuarakan dan mendukung kepentingannya, sebaliknya selalu menyudutkan pemerintah pusat dan aparat keamanan. Berbagai profesi ada di front klandestin ini, termasuk jurnalis dan profesi lainnya,” imbuhnya tanpa menyebutkan nama medianya.
Sebelumnya, media jubi.co.id melalui sumber berita yang tidak disebutkan identitasnya memberitakan bahwa TPNPB membenarkan aksi penembakannya terhadap guru karena menganggapnya sebagai mata-mata parat keamanan, Jumat (9/4/2021).
Demikian juga dengan media suarapapua.com yang memberitakan pesan tertulis Gusby Waker (anggota Sabinus Waker) bahwa guru yang ditembak adalah intelijen TNI-Polri. Tuduhan ini langsung dibantah oleh Kepala Humas Satgas Nemangkawi Kombes Pol. M. Iqbal Alqudussy yang mengatakan bahwa Alm Bapa Oltavianus dan Bapa Yonatan hanya menjalankan tugas sebagai guru dengan niat mulia mencerdaskan anak anak kabupaten Puncak, Papua, Sabtu (10/4/2021). (***)