NGAWI, beritalima.com- Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap DW, wartawati sebuah surat kabar harian terkemuka di Ngawi, Jawa Timur oleh redakturnya, DIP, segera disidangkan. Namun, sejumlah pihak mencium aroma konspirasi dari proses ini. Terutama terkait kabar penahanan pelaku pelecehan seksual yang justru simpang siur.
Sejak akhir Jumat (2/9) lalu, kabar penahanan terhadap DIP, terus merebak. Kabar tentang penahanan DIP ini bahkan telah terbit di sejumlah media massa, terutama media online. Media-media tersebut mengutip pernyataan Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Ngawi, Iptu Bambang Sutedja, yang mengatakan DIP telah ditahan sejak Kamis (1/9) sore dan tidak lama lagi akan digelar sidang yang akan menghadirkan sejumlah saksi, termasuk saksi korban DW.
Namun saat dikonfirmasi oleh wartawan, Iptu Bambang Sutedja enggan memberikan pernyataan. Ia hanya membenarkan telah melakukan pelimpahan berkas ke Kejaksaan Negeri Ngawi. Tapi soal penahanan DIP, ia memilih bungkam. “Tanyakan ke Kejaksaan saja,” katanya, kepada wartawan, Minggu 4 September 2016.
Informasi lain dari dalam Lapas Kelas IIB Ngawi, mengatakan, DIP memang telah berada di dalam sel karantina Lapas Ngawi. Sejumlah tahanan pendamping mengaku telah melihat sosok DIP berada di lingungan Lapas. Namun hal ini dibantah oleh Kasi Pembinaan Lapas Ngawi, Mas Indra P.
Menurutnya, sampai hari Minggu ini, ia belum menerima tahanan atas nama DIP atau seorang redaktur atau tahanan dalam kasus pelecehan seksual.
“Belum ada, belum. Ya saya tidak tahu kalau ada kabar penahanan itu. Saya juga dengar saja kabar soal itu. Tapi belum ada,” kata Indra, kepada wartawan.
Sementara itu salah satu pengacara korban, Nunuk Fauziah, yang juga aktivis dari organisasi gerakan perempuan JANGKAR, mengatakan, akan segera mengecek kebenaran kabar penahanan DIP ini. “Sejak Kamis (1/9) malam sudah dicek, katanya ada di sel karantina Lapas Ngawi. Tapi kalau dikatakan belum ditahan berarti kami harus cek lagi,” katanya.
Nunuk masih yakin bahwa DIP sudah ditahan. Hanya saja, pihak berwenang mungkin tidak bersedia memberikan pernyataan secara resmi dan terbuka karena pelaku pelecehan seksual terhadap kliennya adalah orang yang dinilai cukup berpengaruh di Ngawi (dulu ketika masih menjadi redaktur). Bisa jadi telah terjadi upaya menutup-nutupi fakta yang ada, mirip sebuah konspirasi.
“Dia (DIP) ini kan seperti ‘singa’, orang ‘kuat’ di Ngawi. Mungkin mereka menjaga kredibilitas pelaku yang mungkin sudah masuk sel,” tambahnya.
Untuk proses sidang, lanjut Nunuk, pihaknya bersama sejumlah elemen lain yang mendukung korban DW dalam memperjuangkan nasibnya sudah sangat siap. “Besok Kamis (8/9) kami diundang untuk sidang perdana klien kami,” paparnya.
Sumber lain mengatakan, kemungkinan adanya sebuah sandiwara atas kabar penahanan pelaku pelecehan seksual ini. Kabar penahanan DIP diembuskan untuk menenangkan sejumlah aktivis yang sudah mulai gerah dengan lambannya penanganan kasus ini. Bahkan, mereka sudah bersiap untuk berunjuk rasa.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, yang mendampingi korban DW sejak awal, Afnan Subagyo, mengatakan, akan segera merapatkan barisan untuk persidangan DW dengan terdakwa DIP. Penahanan DIP, bila benar terjadi, akan sangat melegakan semua elemen yang membela hak-hak pekerja dan hak-hak perempuan. Apalagi kasus ini sudah berjalan hampir enam bulan tanpa kabar dari pihak penegak hukum.
“Jarang pelecehan seksual terhadap wartawati yang disidangkan. Semoga ini menjadi contoh agar perusahaan media lain memperketat perlindungan terhadap karyawannya, terutama wartawan perempuan. Kami akan terus mengawal kasus ini,” katanya.
Sementara itu menurut sumber terpercaya, DIP kini sudah tidak lagi bekerja di koran harian ternama di Ngawi. Begitu juga dengan DW. (Dibyo)