Kasus Perpajakan, Komisaris PT Sinar Bacan Khatulistiwa Dituntut 2,5 Tahun Penjara dan Denda

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya mengajukan tuntutan 2 tahun dan 6 bulan penjara terhadap pengusaha Solar bernama Mochamad Yusuf, dalam kasus perpajakan senilai Rp 1.619.805.428.

Jaksa Kejari Surabaya Nur Rachamansyah dalam tuntutannya menyatakan Mochamad Yusuf yang adalah Komisaris PT Sinar Bacan Khatulistiwa, jalan Embong Malang No 71-E, Surabaya ini dinilai bersalah melanggar Pasal 39A huruf a juncto Pasal 43 ayat (1) UU.RI Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah beberapa kali terakhir dengan UU.RI Nomor 07 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Jo pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama.

“Menuntut supaya majelis hakim PN Surabaya yang mengadili perkara ini menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mochamad Yusuf yaitu dengan pidana 2 tahun 6 bulan dikurangi masa penahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar jaksa penuntut Nur Rachmansyah. Selasa (23/5/2023).

Sambung Jaksa Nur Rachamansyah, hukuman terhadap terdakwa Mochamad Yusuf ditambah dengan pidan denda sebesar 2 kali kerugian pada pendapatan negara berupa pajak terutang yang tidak atau kurang bayar sebesar Rp. 1.619.805.428 sehingga total denda sebesar Rp 3.239.610.855.

“Dengan ketentuan bila paling lama satu bulan sesudah putusan inkrah dan denda belum dibayarkan maka harta benda terdakwa Mochamad Yusuf yang ada di Sidoarjo dan Surabaya disita untuk dilelang, namun bila tidak mencukupi diganti pidana penjara selama 6 bulan,” sambungnya.

Menyikapi tuntutan tersebut, terdakwa Mochamad Yusuf melalui kuasa hukumnya akan mengajukan nota pembelaan sepekan mendatang.

Sebelumnya, Mochamad Yusuf, komisaris PT Sinar Bacan Khatulistiwa (SBK), dibantu karyawannya yang mengurusi perpajaka bernama Donny Yulianto membeli faktur pajak fiktif untuk mengurangi pajak pertambahan nilai (PPN) yang harus dibayar perusahaan tersebut ke kas negara. Dengan faktur pajak fiktif itu, nilai PPN yang dibayar lebih kecil.

Selanjutnya, terdakwa Mochamad Yusuf membeli faktur pajak TBTS (tidak berdasar transaksi sebenarnya) dari PT Era Sumber Anugrah (ESA). Yang disepakati adalah 30 persen sampai 40 persen dari nilai PPN yang tercantum dalam faktur pajak TBTS.

Pembayaran faktur pajak fiktif dari PT ESA dilakukan dengan transfer melalui rekening bank ke rekening bank atas nama pengurus PT ESA. Setelah mendapatkan faktur pajak fiktif dari PT ESA, terdakwa Mochamad Yusuf kembali membeli faktur pajak fiktif dari Denny Tricaksono Wardano.

Faktur pajak yang dibeli Mochamad Yusuf itu diterbitkan beberapa perusahaan. Di antaranya, PT Alam Putra Mahkota, PT Bima Bumi Mandiri, PT Cahaya Tiga Gemilang Indonesia, PT Kharisma Cahaya Energi, dan PT Puspa Indah Karya.

”Dengan harga sekitar 40 persen dari nilai PPN di faktur pajak tersebut,” kata jaksa Nur Rachamansyah saat membacakan surat dakwaan.

Faktur-faktur pajak fiktif dari sejumlah perusahaan itu selanjutnya dikreditkan dalam surat pemberitahuan (SPT) masa PPN PT SBK pada periode Januari 2018 hingga Juni 2019.

“Kemudian, SPT masa PPN PT SBK tersebut dilaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tegalsari,” lanjutnya.

Tujuan PT SBK menggunakan faktur pajak fiktif adalah mengurangi atau memperkecil PPN yang seharusnya disetorkan ke kas negara. PPN yang disetorkan merupakan selisih pajak keluaran dan pajak masukan.

Perbuatan terdakwa Mochamad Yusuf dianggap dapat merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.619.805.428. (Han)

beritalima.com

Pos terkait