Kasus PT BNP Semakin Melebar, Kuasa Hukum Lapor ke Presiden

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com | Kuasa Hukum PT Bina Nusantara Perkasa (BNP) akhirnya melayangkan surat ke Presiden RI, Menkopolhukam RI, Kepala Kantor Staf Presiden RI, Menteri Perhubungan RI, Menteri BUMN RI, Ketua Mahkamah Agung RI, dan Kapolri, terkait persoalan yang dihadapi kliennya.

Surat ke para pejabat tersebut dikirim Kuasa Hukum PT BNP pada hari ini, Senin (22/2/2021). “Intinya surat tersebut adalah untuk minta perlindungan hukum,” kata Ade Arif Hamdan SH, Kuasa Hukum PT BNP.

Ade mengatakan, kasus PT BNP yang diajukan PKPU oleh suplayernya sehingga PT BNP dalam status PKPUS semakin tidak jelas penyelesaiannya. Hal ini membuat PT BNP sangat dirugikan.

Dia tuturkan, kasus ini bermula dari Rapat Kreditur pertama pada 9 Februari 2021 lalu. Dalam rapat itu salah satu pengurus yang ditetapkan oleh pengadilan, yaitu Hans Thamrin SH MH, mengusulkan agar proyek Telkominfra yaitu pemasangan kabel proyek Luwuk – Morowali dan Labuhan Bajo – Rabat yang semula dikerjakan oleh PT BNP dalam PKPUS dialihkan ke pihak ketiga, yaitu PT Era Nusantara Jayamahe (ENJ).

Atas usulan itu kuasa debitur keberatan. Sebab, PT BNP masih mampu mengerjakan dan seluruh peralatan kabel sudah ada diatas kapal. Kegiatan kapal dihentikan karena adanya putusan PKPUS dan juga atas permintaan PT Telkominfra.

Selain itu kontrak tersebut bernilai sekitar Rp 85.000.000.000,-, dan akan dapat diperoleh
keuntungan sekitar Rp 30.000.000,-. Juga, PT BNP telah mengerjakan sebagian pekerjaan, yaitu menaikan kabel dalam kapal dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 8.500.000.000,-, dan sampai sekarang belum dibayar oleh PT Telkominfra.

Jika pekerjaan tersebut dialihkan ke orang lain, potensi keuntungan yang
seharusnya didapat P BNP menjadi hilang, sehingga sangat merugikan para kreditor konkiren yang mengharapkan terbayarnya tagihan mereka.

Terhadap keberatan tersebut Hakim Pengawas Perkara tersebut, Mochamad Djoenaidie SH MH dapat menerimanya, dan mengatakan persoalan menurunkan kabel milik Telkominfra dari Kapal PT BNP dan juga persoalan melanjutkan pekerjaan ke pihak ketiga harus dikaji dulu, sebab semua mengandung resiko hukum.

Namun dalam perkembangannya, manufer salah satu pengurus mengalihkan pekerjaan ke PT ENJ.

Sabtu (20/2/2021, capten kapal melaporkan adanya surat tertanggal 19 Februari 2021 dari Tim Pengurus PT BNP (dalam PKPUS) kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Makasar dan Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Makasar.

Surat yang ditandatangani oleh Harman Thamrin SH MH, Palti Hutapea SH SE MH,
dan Dwidjo Pujotomo SH MH itu isinya mengatakan ada tambahan pengurus dan meminta agar diperintahkan kapal CS NEX sandar pada jetty Telkominfra.

Dikonfirmasi Ade, dua pengurus lain, yaitu Hans Edward SH MH dan Della Anggun P, SH, mengaku tidak mengetahui adanya penambahan pengurus pada PT BNP dalam PKPUS. Mereka juga menyatakan tidak diajak diskusi dan tidak tahu menahu adanya surat itu.

Padahal, berdasarkan ketentuan pasal 236 UU no 37 tahun 2004 disebutkan, penambahan pengurus harus didahului dengan mengundang Pengurus.

Surat tersebut disusul adanya WhatsAap dari pejabat Telkominfra bernama Afi ke dirutnya pada 20 Februari 2021 sore begini, “Mas… kalo sampe pk 7 pm gak ada perkembangan, ini orang-orang BIN sama Polda Makassar minta dilarang naik ken ex”.

Sekitar pukul 08.00 capten kapal melaporkan adanya aparat yang naik kapal dan meminta
kapal sandar. Sekitar pukul 23.00 kapal telah sandar di Makassar. Kemudian, keluar surat Pengurus yang diitandatangani Harman Thamrin.

Pada 21 Februari 2021, capten kapal kembali menerima surat dari Tim Pengurus yang
ditandatangani oleh Harman Thamrin, SH MH; Palti Hutapea, SH SE MH dan Dwidjo Pujotomo, yang isinya ditujukan kepada PT Perusahaan Pelayanan Nusantan, yang isinya perihal kewenangan pengurus mengalihkan pengelolaan CS NEX dan menunjuk keagenan.

Menurut Ade, pengurus PKPU harusnya independen. Namun, dalam perkara ini seorang pengurus tidak independen.

Di samping itu, hakim pengawas harusnya mengawasi kerja pengurus. Namun dalam perkara ini, lanjut Ade, hakim pengawas telah gagal mengawasi kerja pengurus bahkan dengan diam-diam telah menambah pengurus.

Ade menegaskan, seorang pengurus lama dan dua pengurus baru telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan bekerjasama dengan pihak ketiga. “Ini jelas perampasan kapal,” tandasnya. (Ganefo)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait