Kebohongan Greddy Terbongkar Setelah Canggih Soliemin Cross Cek ke King Koil

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Canggih Soliemin, korban dugaan penipuan dengan modus investasi modal usaha memenuhi kebutuhan kain sprei merk King Koil berharap agar terdakwa Greddy Harnando dan terdakwa Indah Catur Agustin (berkas terpisah) mengembalikan uang yang telah mereka kuras hingga mencapai Rp. 4,825 miliar lebih.

Penjelasan itu disampaikan Canggih dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Antyo Harri Susetyo didampingi hakim anggota I Titik Budi Winarti dan hakim Anggota II Cokia Ana P Oppusungu di ruang sidang Tirta I Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

“Intinya saya berharap uang investasi dikembalikan dan saya berharap diberikan keadilan. Kasihan Pak Hakim, diluaran sana korbannya masih banyak, setahu saya masih ada sekitar 10 laporan di Polda Jatim dan Polrestabes Surabaya. Ada teman saya yang mau berobat tidak bisa karena uangnya ditahan,” kata saksi Canggih Soliemin. Senin (27/5/2024).

Atas tuntutan Canggih tersebut, ketua majelis hakim menjelaskan yang diadili adalah perkara tindak pidananya saja yang nantinya akan dijatuhi hukum atas perbuatan terdakwa dan tidak terkait dengan masalah ganti rugi.

“Nantinya bila sudah ada putusan hukum tetap, korban bisa mengajukan tuntutan ganti rugi berupa penyitaan aset-aset berharga milik terdakwa seperti rumah, tanah, atau objek lain guna menutupi kerugian yang dialami korban,” kata ketua majelis hakim Antyo Harri Susetyo.

Sebelumnya korban penipuan, Canggih di depan persidangan menyampaikan awal mula menginvestasikan uangnya kepada terdakwa Greddy

“Sewaktu Covid 19, Greddy bertemu saya di Cafe Tanah Merah dekat kantor PT Garda Tematek Indonesia milik Greddy. Disitu Greddy bercerita bahwa di saat pengusaha lain sedang tiarap, dia tetap mendapatkan rejeki dari King Koil,” kata saksi Canggih.

Menurut Greddy, King Koil membeli kain kepada dia untuk di suplay ke seluruh Rumah sakit yang ada di Indonesia sambil menunjukkan Purchasing Order (PO) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB dari King Koil.

“Greddy bilang sprei itu sekali pakai langsung di buang karena Covid. Greddy juga bilang King Koil membutuhkan banyak kain sprei. Kalau menunggu dana dari Bank kelamaan, jadi dia membutuhkan dana cepat agar bisa menutupi suplay dari King Koil,” lanjut Canggih.

Setelah itu, Greddy mengajak Canggih supaya menginvestasikan uangnya bahkan memberi jaminan Cek dan keuntungan sebesar 4 persen perbulan, sebab PT GTI bergerak di bidang impor Kain untuk King Koil.

“Terpikat dengan tawaran itu, awalnya pada 7 September 2020 saya invesatasi sebesar Rp.600 juta. Lalu pada 26 Nopember 2020 sebesar Rp.1,6 miliar. Terus pada Januari 2021 Rp.800 juta. Lantas pada 8 Pebruari 2021 Rp. 750 Juta. Selanjutnya pada 5 Mei 2021 sebesar Rp.1 miliar. Dan pada 9 Agustis 2021 Rp.500 Juta, terus pada 7 September 2021 sebesar Rp.700 Juta.
Semua investasi itu saya kirim ke Rekening BCA milik PT. GTI,” tutur Canggih.

Untuk memuluskan aksinya, diawal investasi Canggih menerima bagi hasil dari Greddy sebesar 4 persen. Tapi Canggih mulai gamang setelah pada 2021 dia mendengar diluaran sana banyak investor lain yang komplain akibat telat bayar bagi hasil dari Greddy.

“Saya mencoba menarik uang saya, tapi modal pokok saya belum dikembalikan. Setelah heboh, saya berusaha menarik investasi saya tapi tidak diberikan. Greddy dan Indah hanya janji-janji saja dengan berbagai macam alasan,” ungkap Canggih.

Sisi lain dalam persidangan, saksi Canggih mengaku juga mengenal dan pernah bertemu beberapa kali dengan terdakwa Indah Catur Agustin, direktur PT. GTI.

“Ibu Indah bilang ke saya bertanggung jawab,” kata Canggih yang sebenarnya adalah pengusaha spare part mobil.

Kebohongan yang dilakukan terdakwa Greddy dan terdakwa Indah Catur terbongkar setelah Canggih melakukan cross cek ke King Koil dan dijawab secara tertulis oleh lawyer King Koil yang menyatakan tidak pernah bekerjasama dan melakukan hubungan apapun dengan PT. GTI.

“Merasa dikibuli, langsung saja saya tarik semua, tapi tidak bisa karena ditahan-tahan. Dari Rp. 5,9 miliar yang saya investasikan sempat dibayar sekitar Rp. 1 miliar lebih dengan menyerahkan mobil Alpard, Lexus dan Mini Cooper yang semuanya masih leasing. Akhirnya sisa investasi saya Rp.4,8 miliar,” terang Canggih.

Menurut Canggih Soliemin, selain memberikan bunga 4 persen, penyebab lain dia menanamkan uangnya di PT. GTI karena profilling GTI yang menarik. Contoh. setiap kali transfer saya dinyatakan masuk, maka oleh Greddy dibuatkan perjanjian kerjasama bermeterai dan di backup dengan jaminan Cek lalu perjanjian kerjasama itu dibungkus dalam sebuah Map.

“Itu yang membuat saya semakin tergiur, terstruktur, masif dan sistemik. Jadi fungsi dari Cek itu hanya untuk meyakinkan supaya saya tetap menginvestasikan uang saya di GTI,” terang Canggih.

Diakhir persidangan sempat terjadi perdebatan yang belum tuntas terjawab antara Jaksa Penuntut Umum (JPU), saksi korban Canggih Soliemin dan Tim kuasa Hukum terdakwa Greddy Harnando tentang berapa uang Canggih yang sudah di investasikan ke PT. GTI dan sudah berapa banyak Canggih mendapatkan bagi hasil keuntungannya.

Diketahui, terdakwa Greddy Harnando (40) warga Wisma Pagesangan III/56 Surabaya dan Indah Catur Agustin (37) warga Ketintang Wiyata 05/06 RT. 003 RW. 004 Kel. Ketintang Kec. Gayungan Surabaya (berkas terpisah) bersama-sama menjanjikan keuntungan 4 persen tiap bulannya terhadap korban Canggih Soliemin apabila mau berinvestasi besar ke perusahaannya PT Garda Tanatek Indonesia (PT GTI).

Namun dalam kenyataan, keuntungan yang dijanjikan terdakwa kepada korban tersebut tidak pernah diberikan. Bahkan modal usaha yang ingin ditarik sebesar Rp 5,950 miliar tak diberikan dan hanya diberikan jaminan 7 lembar cek BCA KCP Klampis. Lebih apesnya lagi saat akan mencairkan cek tersebut, ditolak oleh pihak bank dengan alasan rekening giro atau rekening khusus telah ditutup. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait