beritalima.com | Mempunyai saudara kandung adalah hal terindah yang dirasakan oleh sebagian orang, tetapi tidak untuk anak tunggal. Saat orang lain berkata “Wah ibu selamat anak keduanya laki-laki/perempuan, sekarang kamu akan menjadi kakak ya, jaga baik-baik adikmu ya”. Ucapan itulah yang selalu terngiang di kepala, pertanyaan tersirat selalu kuucapkan “Kenapa aku tidak seperti orang-orang yang bisa merasakan keindahan itu?” jawabannya adalah “Iya, aku tidak akan bisa menjadi orang-orang seperti itu, selamanya” hanya air mata yang menandakan semua yang kualami keluar begitu saja.
Cerita ini kualami saat aku memasuki kelas 3 SD yang dimana pada masa itu aku tidak begitu tahu kelak apakah aku akan mempunyai seorang adik atau sendiri bertahun-tahun. Kupikir pasti dalam beberapa hari, minggu, bulan, atau lamanya setahun aku akan mempunyai seorang adik seperti teman-temanku makanya aku bertingkah selayaknya anak pada umumnya tidak memikirkan sesuatu yang berat di pikiran. Mungkin bunda dan papa juga sedang mengalami masa yang sulit yang mengaharuskan aku untuk hidup sendiri dulu kala itu tanpa pertemanan saudara kandung.
Tahun ke tahun kujalani dengan seadanya sampai suatu saat pertanyaan pertama yang masuk ke kepalaku berbunyi “Kamu gapunya adik? Minta ke bunda sana biar ada yang nemenin” sebuah kalimat biasa yang menyentuh hati maknanya. Dari situlah aku memberanikan diri untuk bertanya ke bunda mengenai seorang adik, bunda tidak banyak merespon seringkali ia abaikan pertanyaan itu.
Saat aku dan bunda pergi untuk bermain di rumah sepupuku, aku dihadapkan kepada sesuatu yang menurutku tidak pantas untuk dilihat. Banyak dari sepupuku kakak-adik lebih dari dua. Mereka secara terang-terangan main cakar-cakaran, pukul-pukulan, sampai disudahi oleh salah satu di antaranya ada yang menangis, disitu aku duduk di sofa ruang tamu melihat kelakuan mereka yang sepertinya bagaikan pekerjaan di setiap harinya mereka lakukan. Aku mencoba menolong dengan meleraikan, apa yang kudapat? Sebuah kalimat terlempar ke mukaku “Gausah ikut-ikutan, mas nggak di ajak” diriku langsung termenung dan berlari ke arah bunda menjerit menangis kecewa, aku langsung memaki bunda “Akukan mau nolong doang, tapi kenapa malah dikatain, buuunnn aku mau adikkk” saat ucapan itu terlontar seketika ruangan yang ramai akan teriakan dan tangisan akibat pertengkaran seorang kakak-adik berubah menjadi keheningan.
Kebetulan sepupuku yang lain juga ada yang sama sepertiku, dimana posisinya dia juga sendiri sampai sekarang. Saat kejadian ini terjadi dia berada tidak jauh denganku, Ketika aku menangis dipelukan bunda dia datang membuatku tenang, kasih sayangnya kutangkap dan kubiarkan hidup di dalam diriku. Sifatnya juga hampir semuanya sama. Ia sering memintaku untuk keluar rumah contohnya seperti ke pusat perbelanjaan, minum-minum di kedai kopi, bahkan semua yang biasanya dilakukan oleh kakak-adik kami berdua jalani, iya sifat kami berdua adalah bosan.
Walau nyatanya kami tidak dilahirkan dari Rahim yang sama, tetapi karena kesamaan yang dimiliki membuat kami berperan penting sebagai selayaknya kakak-adik. Dialah sosok yang sangat menyayangiku dari kecil sampai saat ini. Dulu kami pernah melakukan hal yang biasanya terjadi sebagai kakak-adik kandung, bertengkar, dia curang punya kuku yang panjang dan tajam, karena aku tidak punya saat bertengkar aku ganti senjataku dengan teriakan yang keras dan pukulan yang menyakitkan. Walau tidak sepadan dengan senjata yang dia punya untuk melindunginya dibanding dengan senjata yang ku punya agar tidak goyah karenanya.
Kami sering dianggap sebagai saudara kandung bila bertemu orang baru. Bahkan kami bersepakat kalau ada yang menanyakan tentang privasi masing-masing jawabannya ia adalah kakak ku dan ia adalah adik ku. Semakin besar diantara kami tahu dan menyadari kalau kami bukanlah saudara kandung, jadi tidak pantas bertengkar menyakiti satu sama lain dengan kelakukan yang biasa dilakukan saudara kandung. Saat itulah kami memutuskan tidak akan melakukan hal itu lagi karena tidak seharusnya kakak-adik yang bukan dari kandungan seorang ibu yang sama bertengkar dan menyakiti seakan saudara kandung dari kandungan seorang ibu yang sama.
Hal-Hal kecil di atas sering aku rindukan belakangan ini, tentu tidak dengan bertengkar, tapi lebih menyayangi satu sama lain. Untuk kalian yang membaca ceritaku ini, kalian harus sepenuhnya bersyukur atas karunia pencipta memberikan kalian keindahan yang selalu menemani kalian sepanjang kalian hidup, iya Kakak atau Adik. Bayangkan kalau kalian sama sepertiku, semua yang kalian lihat ya seperti itulah yang aku alami 20 tahun ini. Nikmati dan syukuri.
(Rama Kresna Pryawan/Politeknik Negeri Jakarta)