BORONG, NTT (beritalima.com) – Kekerasan pada anak sebagian besar terjadi di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar kita. Hal ini lebih disebabkan tingginya ketergantungan dan pengaruh lingkungan dalam perkembangan anak – anak. Kekerasan anak sering terjadi, dan pelaku adalah orang tua, ayah tiri, kakak, adik, pekerja kebun, sopir dan orang – orang terdekat keluarga atau lingkungan tinggal kita masing – masing.
Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPA) RI, Aris Merdeka Sirait mengemukakan hal itu saat tampil sebagai pemateri dalam Seminar tentang Perlindungan Anak yang berlangsung di aula Kantor Bupati Manggarai Timur, Rabu (13/7/2016) siang.
Menurutnya, penyebab lain adalah interaksi bebas pada lingkungan sosial dan ruang publik lainnya. Oleh karena itu, demi menekan kekerasan terhadap anak, orang tua, pihak sekolah dan agama diminta meningkatkan kewaspadaannya.
“ Kita perlu memperhatikan perlindungan anak melalui pendidikan yang sehat dan menyenangkan, sembari menyayangi mereka. Kegiatan pendalaman iman sesuai keyakinan masing – masing bisa menjadi cara yang juga ampuh”, ujarnya.
Dalam Seminar tersebut, melahirkan delapan kesepakatan, yaitu pertama, bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan terpadu di Kabupaen Manggarai Timur untuk memberikan pelayanan bantuan hukum, pemulihan medis, pemulihan psikologis dan psikososial kepada anak korban kekerasan sebagai bagian peningkatan kwalitas publik, baik dalam bentuk penyediaan dana, saarana dan prasarana, penyiapan berbagai regulasi yang berkaitan dengan penyelenggaan pelayanan terpadu.
Kedua, bertanggungjawab dalam peningkatan kapasitas/kwalitas SDM/pengadaan pelayanan terpadu untuk anak korban kekerasan, melalui pelatihan – pelatihan. Tiga, melaksanakan koordinasi dengan pihak – pihak terkait untuk penanganan anak korban kekerasan sebagai bagian peningkatan kwalitas pelayanan publik di Manggarai Timur.
Empat, mendorong dan memfasilitasi masyarakat di Kabupaten Manggarai Timur untuk berperan serta dalam mendukung penanganan korban dan penghapusan kekerasan terhadap anak.
Lima, memberikan sosialisasi internal untuk memperluas pemahaman tentang penanganan kekerasan terhadap anak. Enam, memberikan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan. Tujuh, melaksanakan Diklat tentang penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dan korban kekerasan. Delapan, membuat SOP penanganan terkait pelayanan terpadu bagi anak korban kekerasan. (Ang)