Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
Brigadir J alias Brigadir Yosua atau Nopriansah Yosua Hutabarat tewas dalam baku tembak dengan rekannya sesame polisi Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.00, begitu Tribunnews.com mengawali tulisan tentang kematian Polisi yang kini populer dengan sebutan Brigadir J ini. Peristiwa naas yang menimpa sang sniper yang terjadi saat Idul Adha (versi Muhammadiyah) ini tidak hanya menjadi peristiwa tragis bagi almarhum dan keluarganya tetapi juga bagi sang Bos dan Korp Bhayangkara secara keseluruhan.
Peristiwa tragis di sore hari itu kini telah terlanjur menjadi paling viral, menutup kasus pelecehan santriwati yang berita viral sebelumnya. Meskipun Polisi telah ‘bertindak cepat’ dengan menyimpulkan penyebab kematiannya tetapi banyak kalangan masih menyangsikannya. Sehingga, sampai sekarang motif yang menyebabkan kematian pengawal sang jenderal ini tampaknya masih menjadi misteri. Menurut banyak pengamat, banyak kejanggalan yang menyelimuti kasus yang terjadi pusaran pusat ini. Akhirnya, jangan heran jika minggu-minggu ini korp Bayangkara terus menjadi sorotan masyarakat luas dan media.
Kisah tentang polisi menjadi sorotan masyarakat ini bukan kali pertama. Sebagaimana dimuat oleh KOMPAS.com (19 Desember 2018), sebelumnya di perumahan Permata Biru Blok C 15 Nomor 4 Kelurahan Sukarame, Kecamatan Sukarame seorang Brigadir Polisi Medi Andika menembak dan kemudian memotong-motong jasad korban bernama M Pansor, seorang anggota DPRD dari PDIP pada Jum’at (15/4/ 2016) siang. Polisi itu pun diganjar hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tanjungkarang karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana. Kita juga masih ingat kasus kematian Novia Widyasari, gadis cantik yang meninggal bunuh diri di pusara orang tuanya Mojokerto. Belakangan diketahui bahwa kematianya terkait dengan oknum Polisi Randy Bagus Hari Sasongko. Atas kasus aborsi yang menjeratnya oknum polisi itupun akhirnya dijatuhi hukuman 2 tahun oleh Pengadilan Negeri Mojokerto. (medcom.id, 28 April 2022).
Yang pasti masih banyak kasus lagi kejahatan yang melibatkan oknum Korp Bayangkara ini. Akan tetapi kita tidak perlu terlalu mencibir apalagi memojokkan salah satu institusi penegak hukum ini. Instansi penegak hukum lainnya, juga mengalami hal yang sama. Pengadilan, Kejaksaan, TNI, dan institusi pemerintah lainnya juga telah ‘menyetor’ banyak oknum aparatnya ikut menjadi pesakitan hukum. Fenomena ini di satu sisi memang membuat kita prihatin akan tetapi di sisi lain harus membuat kita patut bangga, bahwa negara hukum tampaknya masih ada. Polisi yang biasa menangkap ditangkap, hakim yang biasa mengadili diadili, dan jaksa yang biasa menuntut hukum kini dituntut hukuman.
Akan tetapi, kematian Brigadir J menjadi berita sangat menarik di mulai Juli 2022 ini. Kasus ini sangat menarik karena 3 hal: Pertama, terjadi di pusaran elite POLRI. Kedua, menyangkut istri sang komandan. Apalagi, tema kasusnya mengenai pelecehan sang istri atasan. Masyarakat pun kemudian ingin mengetahui lebih banyak jati diri dan hal lain yang berkenaan dengan sang pengawal dan nyonya bosnya itu. Ketiga, secara khusus, kasus ini terjadi di pusaran pucuk pimpinan penegak disiplin POLRI.
Apapun alasannya, tampaknya orang tua almarhum sangat tidak bisa menerima kematian putra tercinta sekaligus narasi yang dibangun yang menjadi penyebab kematian almarhum. Di luar (medsos) juga banyak spekulasi mengenai latar belakang peristiwa menjadi menjadi penyebab kematian polisi tampan ini. Sejumlah tokoh baru juga muncul. Masyarakat tampaknya perlu sabar dengan tidak terus membuat spekulasi-spekulasinya sendiri agar tidak semakin membuat resah masyarakat awam. Kapolri telah membentuk TIM gabungan untuk kasus ini. Kita tunggu hasilnya. Akan tetapi, jika kita boleh berandai-andai ialah: andai almarhum bisa hidup lagi dan mengatakan dengan jujur yang sebenarnya terjadi. Pasti yang demikian mirip dengan kasus misteri kematian terjadi pada zaman Nabi Musa a.s. Seorang yang terbunuh secara misterius itu bisa hidup lagi dan menunjuk siapa pembunuhnya. ( Al Baqarah: 67-73).
Meskipun saat ini, era mukjizat sudah berakhir, akan tetapi kita harus yakin “the truth will find its own way”. Pepatah ini sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “kebenaran akan menemukan jalannya sendiri”. Pada pokoknya kalimat bijak ini mempunyai penjelasan bahwa kebenaran suatu saat akan tampak sebagai kebenaran yang nyata meskipun pada awalnya terlihat samar atau bahkan mungkin sama sekali tidak terlihat akibat dengan sengaja disembunyikan. Akibat suatu rekayasa, sering kebenaran yang jelas, bisa terlihat samar atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Siapa pun tidak pernah mengira jika kemudian Maradona mengaku jika “gol tangan tuhan”-nya yang menghempaskan Inggris di partai final World Cup itu dengan sengaja dia lakukan. Di Cina Xiang Mingqian memerlukan waktu 17 tahun untuk menemukan pembunuh sang ayah. Pengembaraannya yang bagai seorang detektif ini dimulai sejak usia 9 tahun sehingga harus merelakan diri keluar dari sekolah. Baru pada tahun 2017 ketika usianya menginjak 26 tahun dia menemukan Zang Mouqui sang pembunuh ayahnya di Nanan City Fujian. (Suara.com, 23 September 2020).
Penampakan kebenaran ini sering dumulai dari terkuaknya bau busuknya sebuah kejahatan. Sering banyak orang mengira kejahatan itu tampak seperti kebaikan. Yang demikian bisa terjadi akibat sebuah rekayasa yang biasanya menyebabkan suatu kajahatan tidak terlihat sama sekali. Banyak orang lupa bahwa sepandai-pandai membungkus bangkai suatu saat tercium juga baunya. Terungkapnya kebenaran dan kejahatan ini pada hakikatnya ibarat dua sisi mata uang. Satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Ketika suatu kebenaran terungkap pada saat yang sama, suatu kejahatan akan terungkap. Benar pula pameo Jawa: “becik ketitik ala ketara”. Suatu kejahatan boleh berlindung di balik kebaikan, tetapi yakinlah suatu saat bau busuknya akan tercium. Sebaliknya tidak perlu terlalu cemas dengan kebenaran yang tertutup. Seiring dengan terkuaknya bau busuknya kejahatan akan dengan sendirinya kebaikan itu tercium harumnya. Bau harum ini akan keluar sering dengan penampakan bau bangkai kejahatan yang mulai lelah di persembunyian.
Narasi di atas tampaknya mendapat pembenaran dengan firman Allah, “mereka melakukan tipu daya, Allah pun akan melakukan tipu daya. Dan, Allah adalah sebaik-baik Dzat yang bisa melakukan tipu daya.” ( Ali Imran: 54) Firman Allah ini, memberikan pesan antara lain, bahwa sebagai manusia kita wajib jujur. Jangan mencoba berbuat dan bertindak yang bertentangan dengan kebenaran dengan membuat rekayasa. Padahal setiap manusia sudah mengetahui sendiri nurani masing-masing. Dalam tata hubungan sosial, jangan sekali-sekali mencoba membuat rekayasa atas sesuatu yang menyangkut kebenaran dan kebohongan. Sebab, rekayasa itu suatu saat, cepat atau lambat, akan terkuak juga. “Barang siapa berbuat kebaikan meskipun hanya seberat dzarrah, suatu saat akan melihatnya. “Barang siapa berbuat keburukan meskipun hanya seberat dzarroh, suatu saat pasti juga akan melihatnya” (Az Zalzalah: 7-8). Oleh karena itu, kita perlu sabar dan meskipun tetap waspada, tidak perlu terlalu risau mengenai segenap ketidakjujuran, keculasan, dan kebohongan yang terjadi di hadapan kita.