Oleh: Ainun Nailufar
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI Makassar
Kematian adalah suatu hal yang pasti, karena setiap yang hidup pasti akan mati. Tidak ada teori yang mampu menyangkal mengenai kematian. Namun tentu kematian yang bagaimana yang kita inginkan.?
Cara ataupun jalan untuk menuju kematian setiap manusia di bumi ini, tentu berbeda-beda. Kita sering bahkan teramat sering mendengar tentang cara matinya seseorang, dari yang dianggap aneh, jarang ditemui, mengerikan, tragis, menyakitkan, dan kematian yang sia-sia serta lainya sebagainya.
Kita ketahui, saat ini angka kecelakaan akibat berlalu-lintas semakin tahun semakin memperihatinkan. Dan juga bagi kita yang sehari-harinya menggunakan moda transportasi darat, dapat melihat bagaimana cara mereka berkendaraan saat ini, satu kata “mengerikan”.
Entah tidak mengetahui aturan berlalu-lintas, atau memang tidak peduli, atau juga menganggap remeh, para pengendara kendaraan baik roda empat dan juga roda dua, termasuk kendaraan-kendaraan berat, tidak akan mematuhi aturan lalu lintas, kecuali ada petugas kepolisian yang berjaga.
Negara kita termasuk peringkat 5 dunia dalam angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas. Setidaknya dalam hitungan jam terdapat 12 kasus kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa sebanyak 3 orang, sementara setiap harinya, 69 nyawa melayang akibat kecelakaan di jalan raya.
Sementara dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga di Indonesia, mengikuti setelah penyakit jantung koroner dan tuberkulosis (TBC).
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya dan kelalaian manusia, menjadi faktor utama terjadinya peningkatan kecelakaan lalu lintas.
Meski dalam beberapa laporan menyebut bahwa angka kejadian kecelakaan ditemukan menurun dari tahun ke tahun, namun persentase angka sebab kematian dari kasus kecelakaan tetap meningkat.
Angka dan kasus tersebut diatas tentu merupakan analogi fenomena gunung es yang muncul di permukaan.
Tentu kematian akibat kecelakaan lalu lintas merupakan kematian yang tidak kita inginkan,tidak ada yang mau memilih seperti itu, bahkan untuk seorang pembalap Formula 1 dan atau MotoGP pun, bila ditanya ingin mati dengan cara apa, maka mustahil menjawab ingin mati kecelakaan.
Ditlantas Polda Sulsel mencatat ada 4.295 kasus Kecelakaan Lalu Lintas (Laka Lantas), sepanjang tahun 2018.
Kasubdit Gakkum Ditlantas AKBP Ade Rahmat mengaku, catatan Laka Lantas tersebut mulai terhitung dari sejak awal bulan Januari hingga akhir Juli 2018.
“Update untuk Agustus masih dilakukan perekapan, tapi dari jumlah ini wilayah Makassar tercatat paling tinggi,” ungkap AKBP Ade Rahmat, Selasa (28/8/2018).
Makassar paling tinggi dengan angka 907 kasus, lalu diikuti oleh Pinrang 245, Bulukumba 236, Bone 233, Jeneponto 228, Gowa 220, dan diikuti wilayah lain.
Lanjut Ade Rahmat, selain itu jumlah atau total kerugian materil yang timbul dari jumlah kecelakaan selama 2018 ini, Ditlantas Polda mencatat 9 milyar lebih.
“Total kerugian ini juga tentu wilayah Makassar yang masih terbilang tinggi, karena kepadatan kendaraan dan juga angka kecelakaannya,” jelas Ade.
Mereka yang berkendara kendaraan tidak pernah mau memahami betapa penting nyawa, dibanding dengan apa yang mereka kejar.
Bahkan saat ini, berkendara kendaraan di kota-kota besar, sudah seperti berkendara dalam kondisi medan perang. Terkadang, kita sudah mengalah bahkan mengikuti rambu lalu lintas, justru kita yang disalahkan.
Nah, perilaku dan cara berlalu lintas kita sehari-hari, menentukan cara kematian kita. Karena menurut data dan banyak penelitian mengenai kecelakaan di tanah air, nyaris semua analisa, mengatakan bahwa, perilaku dan tata cara para pengendara kendaraan lah, yang menjadi penyebab nomor satu malaikat mencabut nyawa mereka di jalan.
Sekarang, pilihan ada di kita sendiri, ingin mati di jalan dengan cara tragis dan ironis, ataukah ingin memilih kematian dengan cara yang menyejukkan dan tenang.