Jakarta — Anggota MPR Kamrussamad menilai reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan gagal dengan terungkap banyaknya Aparatur Sipil Negara (ASN) di lembaga itu yang bermain dengan masalah pajak dan cukai.
”Ada kegagalan yang harus sungguh-sungguh dievaluasi dalam reformasi birokrasi di jajaran kementerian keuangan,’kata Ir.Kamrussamad S.H,M.Si dalam diskusi”Polemik 349 T, Peran Legislator Ungkap Keadilan Sosial Demi Selamatkan Pajak Negara” di Media Center DPR/MPR, Rabu (5/4/2023).
Hadir sebagai narasumber Wakil Ketua MPR RI H.Arsul sani S.H,M.S dan Peneliti Ekonomi Nailul huda.
Menurut politisi Gerindra ini kasus itu baru terungkap setelah adanya kasus penganiayaan oleh anak di dirjen pajak yang akhirnya menyasar ke tumpukan harta orangtuanya yang janggal dan berujung penahanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, (KPK).
”Kalau nonton film Neflik sudah berapa seri. Mulai dari perkelahian, menjadi tersangka, mundur dari ASN, diperiksa kemudian dibobgkar kemudian menjadi tersangka di KPK perang data PPATK Menkopolhukham dan kemenkeu dan kemudian jadi perdebatan ke Komisi III dan XI DPR, ”katanya.
Kamrussamad mengaku belum tahu arah yang bakal terjadi dari perdebatan itu.
”Sebagai seorang yang diberi amanah di parlemen ini, tentu kita ingin ada ending buat kepentingan negara buat kepentingan rakyat. Apa ending buat kepentingan negara yang utama sekali kita ingin menciptakan good governance supaya pemerintahan ini betul-betul bisa tata kelolanya lebih bai,’katanya. .
Menurut Kamrussamad apa yang disampaikan oleh menteri keuangan selama ini di komisi XI itu sangat menggembirakan capaian reformasi birokrasinya. Tetapi kenyataannya ada RAT -RAT (rafael Arun Triamvodo) baru dan berapa banyak lagi yang tidak terungkap. Dan akan terungkap di kemudian hari yang notabene bagian daripada reformasi birokrasi yang dijalankan.
Berarti ada masalah di situ yang tidak substansi mampu menyelesaikan reformasi perpajakan tidak termasuk bagian daripada reformasi birokrasi kalau boleh dikatakan ada kegagalan yang harus sungguh-sungguh dievaluasi.
Dalam reformasi birokrasi di jajaran kementerian keuangan yang harus dilakukan untuk kepentingan negara adalah berapa banyak kebocoran penerima potensi penerimaan negara karena negosiasinya belum menjadi penerimaan negara.
Potensi potensi korupsinya adalah sudah terungkap juga ke publik bahwa ternyata oknum-oknum pegawai pajak ini menjadi konsultan atau pemilik pemegang saham di perusahaan konsultan pajak sehingga ketika ada masalah WP dengan KPP dengan petugas pajak di referensi supaya mengganti konsultannya dan memakai konsultan a dan c dan seterusnya jadi udah terungkap di atas meja diskusi itu.
”Publik udah mulai tahu nih motif itu kemudian setoran tunai publik juga udah tahu ternyata ada brankas yang berisi 30 miliar lebih tunai, jadi potensi korupsi dan hasil korupsinya ya kalau boleh dikatakan korupsi dana negara walaupun belum menjadi penerimaan negara.
”Nah itulah saya baru tahu, apakah ini ini dalam hati saya, apakah ini begitu sulit kita sudah menaikkan teks target, teks rasio setiap tahun di komisi XI, setiap kali kita fight di komisi XI, ketika pembahasan Ken PPKS kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal untuk menetapkan target ekstrasel kita 0,1 saja itu berdarah-darah untuk kita yakinkan pemerintah untuk naikkan, padahal base lainnya kalau kita lihat data.
Tadi baru dapat dengan Bappenas 2015/12,5% 2015 sekarang 9,9% ya sudah nah ketika kita mau dorong kenaikan 0,1 akhirnya bisa disetujui 0,1 tapi begitu kemudian dikoreksi lagi oleh bangga apa yang terjadi di bangga kita enggak tahu karena itu ini pertanyaan paling besar apakah karena mereka selalu ada Halloween sehingga mereka sangat konservatif dalam menaikkan taks target, teks rasio kita ini yang harus dikejar oleh kita semuanya termasuk di bulan Mei nanti kita udah mulai membahas game PPKN untuk APBN 2024 di masa persidangan berikutnya itu yang kedua yang saya ingin sampaikan
Diakui memang ada perbedaan data yang mendasar, dari pernyataan Mahfud yang jelas mengatakan bahwa dari 349 triliun ada 35,5 triliun yang terkait dengan 461 ASN, sementara Sri Mulyani di komisi XI mengatakan 3,3 triliun yang terkait dengan ASN, jadi ini jauh bedanya, ini jelas ini ada perbedaan mendasar menurut saya dan harus dituntaskan ke publik.
”Kalau ditanya mana yang kita lebih percaya secara moral *saya lebih percaya profesor Mahfud MD* tapi secara data saya meyakini bahwa pemicu lebih siap membedah setiap data karena hidupnya sehari-hari menghitung angka APBN kita, baik penerimaan maupun belanja negara,
”Sehingga prof Mahfud saran saya harus dia menyiapkan tim untuk data, dalam rangka konsolidasi atau komparasi data antara apa yang disampaikan Ibu Sri Mulyani di komisi XI dan apa yang disampaikan oleh prof Mahfud di komisi III. Kalau kita ingin menuntaskan di depan publik karena ini sudah menjadi konsumsi publik. (ar)