Padahal penarikan retribusi sudah diatur oleh kabupaten dan undang-undang, sehingga pihak desa tidak di perbolehkan lagi dalam hal ini mengeluarkan peraturan desa mengenai penarikan retrebusi.
Dalam konferensi pers, kamis (08/12/16),Kajari Belitung mengungkapkan bahwa kepala desa Air Seruk sejak tahun 2010 telah menerbitkan perdes nomor 01 tahun 2010 tentang pungutan desa.
“Kita dalam menetapkan kades menjadi tersangka sudah melalui beberapa mekanisme,secara yuridis dan bukti-bukti, serta dari beberapa ahli,bukan menggunakan nalar,jangan saling membenturkan antara keterangan yang tidak sesuai faktanya dengan keterangan fakta yang sesuai dari beberapa saksi,dan perdes yang di keluarkan oleh Kades itu tidak sah” ucap Nova Elida Saragih selaku Kajari Belitung kepada Beritalima.com.
Kemudian lanjut Nova, Kades juga menerbitkan surat keputusan tentang tim pengelolaan sumbangan pasir, Dengan dasar itu, Tim yang telah di bentuk oleh kepala desa telah melakukan pungutan ke beberapa perusahaan diantaranya,PT HRB , PT Billitone Jaya serta CV Tiga Serangkai.
Dalam pelaksanaan perdes ini, mengharuskan perusahaan-perusahaan tersebut membayar retribusi sebesar Rp 10 ribu permeter kubik dari penjualan pasir. Apabila perusahaan tidak membayar, maka kegiatan penambangan pasir tidak boleh dilaksanakan atau di stop.
“Padahal apa yang dilakukan itu, bertentangan dengan undang-undang Minerba nomor 4 tahun 2009. Sebab perdes yang dikeluarkan oleh kades (Sukardi), berdasarkan keterangan dari Kabag Hukum (Setda Belitung) dan BPMPDPKB, perdes itu tidak pernah di evaluasi dan disahkan oleh kabupaten, sehingga perdes itu cacat hukum dan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Karena masalah retribusi sudah di atur oleh undang-undang, dan kades tidak punya kewenangan lagi,” terang Nova.
Dijelaskan Nova,dari bukti-bukti yang ada PT HRB sudah membayarkan retribusi yang diminta oleh tim pengelola sebesar Rp 945.720 juta, dan PT Beliton Jaya sebesar Rp 49.190 juta. Terhadap uang itu, sampai hari ini kepala desa tidak bisa memberikan LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) kepada penyidik.
“Ketika diminta oleh penyidik LPJ mengenai uang itu kades tidak bisa memberikannya,tidak ada sama sekali, yang katanya itu akan dipergunakan untuk kepentingan bangunan masjid di air seruk,” lanjut Nova menerangkan.
Sebab dari laporan buku bendahara penerimaan retribusi itu hanya 20 persen dari uang tersebut yang masuk kedalam kas desa , didalam laporan buku bendahara sekitar Rp 72 juta yang diserahkan pada tahun 2015.
Meski sudah ditetapkan menjadi tersangka,hingga hari ini, kamis (08/12/16) Kepala Desa Air Seruk belum memenuhi panggilan kejaksaan.
” kami masih menunggu itikat baik dari kades dan kami akan melakukan kegiatan persuasif. Tapi di dalam KUHAP ada diatur, apabila tersangka tidak mengindahkan panggilan itu kami akan melakukan upaya paksa sesuai dengan undang-undang. Hari ini merupakan pemanggilan yang ke empat, namun sebagai saksi sudah pernah datang sekali.” Tutup Nova.(dodi)