Kepala Desa Disinyalir Menjerit Akibat Kerap Diawasi Eksternal Pengawasan di Masyarakat

  • Whatsapp

Jombang | beritalima.com – Dari temuan wartawan ini sebagian besar Kepala Desa disinyalir menjerit akibat kerap diawasi oleh eksternal pengawasan di masyarakat. Kepala Desa merasa diawasi paling terakhir dalam praktek penyelenggaraan desa terutama terkait penggunaan dana negara yang mengalir ke desa. Bahkan merasa risih bila ada temuan dan dugaan dari eksternal pengawasan di masyarakat.

Berbeda dengan sebelumnya adanya Banpres, Bangub, dan Banbup jarang kepala desa disorot publik secara serius dibanding sekarang selama adanya kucuran Dana Desa dan lainnya seperti Dana Bantuan Khusus (BK) atau POKIR dan PIK. Paling tidak kepala desa saat itu hanya disorot tentang penyalahgunaan dana stimulan, pungli, bahkan menarik lagi pemberitaan peraelingkuhan.

Selama aparat desa menerima Dana Desa atau dana lainnya yang bersumber dari APBN atau APBD, sistem pengawasan di masyarakat tidak akan terhenti karena setiap penyelenggara negara dalam undang – Undang Penyelenggaraan Negara Yang bersih dan bebas KKN No.28 tahun 1999 masih berdiri, mengikutsertakan masyarakat untuk ikut mengawasi.

Karena dalam sistem pengawasan penyelenggaraan negara terbagi dua yakni internal dan eksternal, internal dari pemerintah sendiri yaitu inspektorat, DPR RI, DPD RI, BPK RI, BPKP, dan KPK yang memiliki fungsi pengawasan yang dibayar oleh negara. Sedangkan pengawasan eksternal di masyarakat tidak dibayar oleh negara seperti wartawan, LSM, aktivis, kelompok sosial, organisasi, pemerhati, dan pengamat sama sama memiliki fungsi kontrol.

Eksternal pengawasan di masyarakat masing – masing diatur oleh undang – undang dan punya cara kerja sendiri – sendiri, tidak bisa didikte meskipun sama sama saling membutuhkan. Sedangkan pengawasan ekternal di masyarakat yang paling bergengsi adalah pengamat, dari mana pengamat bisa koar – koar kalau bukan dari pemberitaan yang berkembang di masyarakat, baik isu politik, hukum, ekonomi maupun isu lainnya.

Wartawan memiliki peran penting mendidik masyarakat lewat tulisan sedangkan dalam undang undangnya tidak ada instruksi untuk melaporkan ke ranah hukum. Berbeda dengan LSM kerap melakukan pendampingan di masyarakat dan bisa membawa ke ranah hukum. Sedangkan aktivis tanpa menghadirkan wartawan dan LSM tidak akan mungkin bisa berteriak teriak di depan kantor pemerintahan, begitu juga dengan organisasi sebagai penyambung aspirasi masyarakat dalam melakukan orasi di depan kantor pemerintahan.

Semua eksternal pengawasan di masyarakat masing – masing punya sasaran dan tujuan yang berbeda tidak harus mengawasi soal penggunaan uang negara yang digelontorkan sampai tingkat pedesaan karena tergantung topik yang akan dibahas baik tingkat subordinat maupun superordinat. Meskipun bahas soal pengelolaan, bahas soal sistem tapi ujung – ujungnya tetap ke anggaran juga.

Tingkat subordinat maupun superordinat memang terbilang tahan banting meskipun diawasi secara ketat baik internal maupun eksternal bahkan jarang mendengar jeritan tangis aparatur sampai berdarah darah dibanding aparatur desa sampai terdengar jeritan Kepala Desa akibat dituding menyelewengkan dana desa (DD).

Sejatinya Kepala Desa bisa muhasabah tentang cairnya Dana Desa yang menjadi bumerang baginya. Awalnya kepala desa sendiri di setiap daerah di Indonesia sama sama berjuang dengan aktor politik agar DD bisa terwujud. Sekarang sudah jadi program pemerintah pusat, pemerintah pusat menjalankan amanah menggelontorkan Dana Desa agar bisa dilaksanakan dan digunakan sebaik baiknya oleh aparatur desa.

Namun ketika Kepala Desa menerima DD atau lainnya yang bersumber dari dana APBN/APBD, merasa paling akhir diawasi karena Pasal 8 UU No.28/1999 peran serta masyarakat ikut mengawasi. Siapapun boleh, termasuk anggota keluarga sendiri ikut mengawasi. Wartawan dalam praktek jurnalistik tidak bisa dipidanakan bahkan dipanggilpun berhak menolak, kecuali melakukan tindak pidana kriminal tidak sesuai dengan kode etik jurnalis.

Bahkan salah satu Kepala Desa di Jombang menginginkan seperti dulu tidak ada dana desa dibanding sekarang ini penggunaan dana desa salah sedikit langsung dituding penyelewengan. Namun ada juga aparatur desa tidak memahami sistem pengawasan di masyarakat.

Jurnalis : Dedy Mulyadi

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait