JAYAPURA, Berita lima.com – Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk di Papua sering diduga terlibat langsung ketika pelaksanan pemilihan kepala daerah (pilkada). Keterlibatan ASN dalam politik praktis tak lain demi karir mereka dalam sistem birokrasi.
Dosen Program Studi (Prodi) Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Dr. Untung Muhdiarta mengatakan, keterlibatan ASN dalam pilkada tak lepas dari faktor karir.
“Birokrasi sampai sekarang, tidak lepas dari pengaruh politik. Ini karena ada unsur saling membutuhkan. Saling memanfaatkan. Dia kan ingin berkarir di birokrasi. Akan jadi apa kedepan,” kata Dr. Untung Muhdiarta seperti dikutip dari tabloidjubi.com.
Menurutnya, seorang ASN harus bisa membaca “cuaca” politik lima tahunan. Tidak mendukung, akan mengancam posisi seorang ASN dalam sistem birokrasi di daerah, mendukung melanggar Undang-Undang ASN.
” Dalam sistem politik kita, posisi birokrasi sangat gamang. Ini terjadi di semuah tingkatan. Baik provinsi maupun kabupaten/kota. Inilah membuat ASN tidak netral,” ujarnya.
Katanya, meski kepala daerah adalah jabatan politik, namun dalam UU ASN, kepala daerah adalah pejabat berwenangan dalam kepegawaian di daerahnya, birokrasi tertinggi adalah Sekda.
Tak heran, sering terjadi perombakan sturktur birokrasi di daerah pasca pilkada, meski UU ASN mangatur, seseorang diangkat sebagai pejabat stuktural harus profesional. Memiliki kompetensi sesuai syarat yang ditentukan.
“Birokrasi itu pelayanan publik. Agar pelayanan publik tidak diskriminatif, harus lepas dari unsur itu. Tapi intervensi birokrasi dan politik dalam penempatan pejabat struktural, tidak terhindarkan. Harusnya ASN tidak boleh terlibat,” katanya. (**)