JAKARTA, Beritalima.com– Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta kesejahteraan masyarakat menjadi tolok ukur kesuksesan pembangunan di tanah Papua karena pembangunan begitu gencar dilakukan di Provinsi Papua dan Papua Barat saat ini.
LaNyalla mengutarakan hal itu saat menjadi pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Implementasi Inpres Nomor 9 Tahun 2020 dalam Percepatan Pembangunan Papua’. Kegiatan ini dilangsungkan di Ballroom Suni Garden Lake and Resort, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Rabu (3/2)
Tampil sebagai narasumber Wakil Menteri PUPR, John Wempi Wetipo melalui sambungan virtual, Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan, Suhajar Diantoro dan Staf Ahli Menteri PPN / Kepala BAPPENAS, Oktorialdi yang hadir mengikuti kegiatan ini secara virtual, serta Assisten II Bidang Perekonomian dan Kesra Pemprov Papua Muhammad Musa’ad.
Menurut LaNyalla, Provinsi Papua dan Papua Barat telah diberikan status sebagai daerah Otonomi Khusus melalui UU No: 21/2001. Dengan status ini, Pemerintah mencoba mempercepat kesejahteraan masyarakat Papua agar bisa mengejar ketertinggalan.
“Dengan anggaran besar yang digelontorkan, telah terjadi kemajuan dan perubahan berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Papua. Data BPS, Indeks Pembangunan Manusia Papua 2019 mencapai 60,84. Meningkat 0,78 poin atau tumbuh 1,30 persen dibandingkan 2018. Namun, angka itu masih jauh di bawah IPM rata-rata Indonesia,” jelas dia.
Berdasarkan data itu, LaNyalla menilai jika peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua tidak berjalan paralel dengan besarnya dana pembangunan yang dialokasikan di Papua. Hal ini pula yang mendasari keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
“Salah satu persoalan pokok di Tanah Papua yang menjadi fokus dan rekomendasi dari Pansus Papua DPD RI adalah persoalan pembangunan yang belum sepenuhnya terealisasi. Hal ini bisa dilihat dari pembangunan pendidikan yang belum mampu meningkatkan IPM Papua, kemudian pembangunan kesehatan yang belum memperluas akses kesehatan, sehingga masih mempersulit bagi orang Papua,” kata dia.
Dia menilai, Pemerintah telah berupaya dalam menyejahterakan rakyat Papua. Tetapi masih parsial dan terbatas, apalagi masih ada pendekatan security, diplomasi dan administrasi.
“Padahal, akar dari persoalan itu adalah kesejahteraan dan keadilan. Itu sebabnya, saya melihat dikeluarkannya Inpres No: 9/2020, sudah sangat tepat dan perlu kita implementasikan bersama. Karena, Inpres itu yang digagas Presiden Joko Widodo, menitikberatkan kepada pendekatan kesejahteraan.”
Karena itu, LaNyalla menginginkan semua pola pendekatan pembangunan di Papua yang melibatkan hampir semua kementerian dan lembaga, wajib mengedepankan semangat dengan pendekatan kesejahteraan masyarakat sehingga tolok ukur keberhasilan pembangunan harus menggunakan alat ukur kesejahteraan masyarakat. “Artinya, selama masyarakat Papua belum sejahtera, pembangunan dapat dikatakan belum selesai atau belum berhasil,” jelas dia.
Dikatakan, Inpres No: 9/2020 menjadi era baru Papua yang wajib didukung dan dikawal. “Papua tidak membutuhkan pendekatan keamanan, tetapi pendekatan kesejahteraan. Papua adalah daerah yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), memiliki kekayaan laut dan hutan yang melimpah, tanah yang subur, dan hasil tambang yang banyak.”
Disampaikan, jika semua kekayaan itu akan memberikan manfaat yang optimal apabila dapat dikelola dengan cara yang bijak, terencana dan terukur, sehingga dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat papua. “Ini seiring program yang sudah dicanangkan, pola pembangunan Indonesia adalah Indonesia Sentris. Bukan lagi Jawa Sentris. Tetapi benar-benar membangun wajah 34 provinsi di Indonesia.”
Terlebih, kata dia, sumbangsih Papua tidak kecil. LaNyalla mencontohkan peran atlet Papua dalam bidang olahraga yang mampu menyumbangkan medali emas untuk Indonesia di ajang olahraga internasional. “Namun, hingga saat ini Papua belum mempunyai rumah sakit dengan fasilitas sport science center untuk mendukung kemajuan para atlet.”
Kondisi serupa juga terjadi di dunia pendidikan. Setiap tahun, terdapat 14 ribu calon mahasiswa yang bersaing masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sayangnya Universitas Negeri Cendrawasi hanya mampu menampung sekitar 4 ribu mahasiswa setiap tahun. (akhir)