SURABAYA, Beritalima.com|
Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi mengakui ada peraturan daerah (Perda) yang sulit diterapkan pada masyarakat. Salah satunya adalah Perda Pengendalian Ternak Sapi Betina dan Kerbau Betina Produktif.
“Sebenarnya dari Pemerintah Pusat sudah ada Undang-undangnya dan kemudian kami membuat turunannya dalam bentuk Peraturan Daerah,” ujar Kusnadi di ruang kerjanya.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Jatim ini mengatakan sebenarnya Perda ini baik, hanya saja sulit sekali untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Ia mencontohkan misalnya ada seorang warga yang hanya memiliki sapi betina, sedangkan warga tersebut hendak menikahkan anaknya.
“Artinya kan mau tidak mau harus dijual. Kita tidak bisa menghalangi warga untuk menjual, tapi kita bisa mengambil kebijakan lain. Kebijakan kalau pusat ya perpres, kalau Provinsi ya Pergub tergantung political will,” katanya.
Kusnadi mengatakan solusinya harus ada petugas pemerintah yang stay di setiap rumah potong hewan (RPH), Selain itu pemerintah harus membeli sapi tersebut dan membawanya ke Unit Pelaksana Teknis (UPT).
“Banyak temuan kasus ini dan belum ada solusinya. Kalau menurut saya solusinya pemerintah harus membeli dan jangan menghalangi yang menjual,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Peternakan Jatim Wemmi Niamawati mengingatkan bahwa Rumah Potong Hewan (RPH) dilarang memotong sapi betina demi menjaga ketersediaan sapi maupun daging segar. Kalaupun ada sapi betina yang dipotong, harus memenuhi syarat kesehatan yang ditetapkan yaitu minimal 9 tahun dan sudah tidak produktif lagi.
Hal ini menurutnya sesuai dengan Perda nomor 7 tahun 2018 tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif. Penentuan pemotongan sapi betina pun juga harus melewati pemeriksaan oleh Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner.
“Kalau semua sapi betina dipotong ya habis stok Jatim. Jadi tidak boleh sapi betina dipotong sembarangan, harus melewati prosedur dulu,” pungkasnya.(yul)