JAKARTA, beritalima.com – Jalan kekerasan sebenarnya tidak masalah ketika bertujuan untuk bertahan mempertahankan bangsa, namun yang jadi masalah adalah kekerasan yang menimbulkan kelicikan terhadap kebijakan pemerintah yang ada.
Hal ini diutarakan Sosiawan Leak, Kurator buku dalam peluncuran buku Memo Anti Terorisme, Penyair Nusantara Terorisme, Jumat (27/5/2016) di Gedung Sarinah Jakarta.
Tugas melawan teroris kata AKBP Ir. Untung Sangaji, bukan hanya tugas polisi maupun TNI, tetapi penyair juga punya tugas untuk melawan teroriosme melalui karya puisinya. Jika puncak dari kekerasan adalah terorisme. Maka Fungsi kelembutan adalah dengan kata-kata melalui puisi-puisi.
Untung Sangaji, yang hadir sebagai saksi dalam peristiwa terorisme di depan Sarinah menuturkan bahwa dirinya tidak pernah memikirkan berapa sisa butir peluru yang ada, dan ia tidak pernah memikirkain kekasih, tetapi ia ingin menjadi patriot bangsa.
“Kita adalah bangsa Indonesia, tetapi mungkin ujung pena lebih tajam dari peluru yang mampu mendunia.” ujar Untung, pada peluncuran perdana buku antologi puisi memo anti terorisme.
Lebih lanjut diakui Mayjen TNI (purn) Supriadi anggota Komisi I DPR RI, yang telah mengenyam komandan di dunia militer, mulai dari Komandan Peleton, Komandan Kompi, Dan Yon, Dandim, Danrem, dan Panglima Kodam VII Udayana. Menyampaikan beberapa hal, pertama penting menyampaikan Komisi I DPR RI yang sedang membahas RUU Teroris. Dimana dirinya sebagai Wakil Ketua Pansus, mendukung para seniman untuk menolak teroris.
Kedua, menyampaikan bahwa teroris itu beraliran radikal eksrtrim. Tapi pengertian radikal itu tidak semua ekstrim. Misalnya tanaman jambu bangkok ingin cepat tumbuh tidak bisa dilakukan secara perlahan melainkan dilakukan secara radikal. Jadi readikal ini tidak semua diidentikan dengan kekerasan.
Ujarnya adalah teroris ini adalah gerakan individu yang dibekali keterampilan yang membuat orang takut. Karena teroris itu tidak membawa bom tapi bisa membuat bom dimana-mana. “Ini by desain, langkah teroris pertama adalah, mensurvei berapa korban yang ditargetkan, kedua kira memungkinkan, siapkah mereka.
Kalau gitu di daerah ini tidak kurang dari 50 orang. Maka saya sering melihat panrik batu, pabrik semen sering kehilangan detonator,” tandasnya. dedy mulyadi