SURABAYA – beritalima.com, Tidak terima rumahnya dieksekusi pengadilan, seorang pensiunan Kopasus gugat Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Didampingi tim kuasa hukumnya, A. Sahal datangi PN Surabaya, Rabu (4/10/2023). Dan kedatangannya ke PN Surabaya ini karena adanya Gugatan Perlawanan Eksekusi yang dimohonkan A. Sahal melalui tim kuasa hukumnya.
Namun sayang, Sahal yang datang jauh-jauh dari Jakarta, “dipaksa” bersabar karena Dr. Rudi Suparmono, SH., yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, untuk kedua kalinya tidak memenuhi panggilan pengadilan, tanpa ada alasan yang jelas kepada majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara ini
Dalam Gugatan Perlawanan Eksekusi yang diajukan A. Sahal melalui kantor pengacara/penasehat hukum Hardani, SH.,& Associates ini disebutkan, bahwa Dr. Rudi Suparmono yang saat ini menjabat sebagai Ketua PN Surabaya saat ini, dimohonkan sebagai Terlawan II sedangkan Moch. Tohir sebagai Terlawan I.
Menanggapi ketidakhadiran Dr. Rudi Suparmono, SH., M.H ini, R. Trisno Hardani, SH sebagai ketua tim kuasa hukum Sahal mengaku kecewa dan tidak bisa menerima sikap Rudi Suparmono.
Lebih lanjut Trisno Hardani menjelaskan, walaupun Rudi Suparmono saat ini menjabat sebagai Ketua PN Surabaya, namun yang bersangkutan mempunyai posisi yang sama dimata hukum.
“Sebagai Terlawan II, sudah sepatutnya Dr. Rudi Suparmono tunduk dan patuh kepada hukum, apalagi yang bersangkutan adalah orang yang paham hukum serta orang nomor satu dilingkungan PN Surabaya,” ujar Trisno Hardani.
Dengan keterbatasan fisik dan tenaga karena sudah tua, lanjut Trisno Hardani, Sahal masih menyempatkan diri untuk mencari keadilan atas tereksekusinya rumahnya yang ada di Jalan Karangrejo Surabaya.
“Kedatangan Sahal ke PN Surabaya, untuk minta pertanggungjawaban Rudi Suparmono sebagai Ketua PN Surabaya yang ketika dilakukan annmaning, Rabu (5/7/2023) ikut menyaksikan bahkan menyetujui adanya ganti rugi yang diminta Sahal, walaupun ganti kerugian yang diminta Sahal ke Moch Tohir awalnya, tidak segitu,” ungkap Trisno Hardani.
Sebagai pejabat hukum, Trisno Hardani juga menyesalkan keputusan Rudi Suparmono sebagai Ketua PN Surabaya yang mengeluarkan penetapan permohonan eksekusi yang diminta Moch. Tohir.
“Waktu annmaning itu, Sahal meminta ganti rugi untuk rumahnya sebesar Rp. 100 juta. Namun, pengacaranya Tohir menawar Rp. 50 juta dan Sahal-pun setuju. Proses tawar menawar besarnya ganti kerugian itu disaksikan dan didengar langsung Ketua PN Surabaya lho,” ungkap Trisno Hardani.
Hingga saat ini, Sahal melalui kuasa hukumnya mengaku, tidak mengetahui, apa alasan Ketua PN Surabaya sampai mengeluarkan penetapan eksekusi, padahal Sahal dan Moch Tohir sudah sepakat berdamai dan sudah ada kesepakatan nilai kerugian yang harus dibayarkan Moch. Tohir ke Sahal.
Trisno Hardani juga menceritakan, hingga Gugatan Perlawanan Eksekusi ini diajukan ke PN Surabaya, kesanggupan Moch. Tohir membayar ganti rugi sebesar Rp. 50 juta, belum pernah ada dan belum juga di transfer ke rekening tabungan Sahal, sebagaimana diminta Moch. Tohir.
Atas tindak kesewenang-wenangan yang dilakukan Rudi Suparmono ini, Trisno Hardani secara tegas mengatakan, telah melaporkan kasus ini ke Mahkamah Agung (MA).
Selanjutnya, Trisno Hardani berharap, ada tindak lanjut atas laporan yang dimohonkan ke MA tersebut.
Dalam gugatan perlawanan eksekusi yang dimohonkan di PN Surabaya ini, A. Sahal sebagai Pelawan I dan Hj. Badriyah sebagai Pelawan II mengajukan Gugatan Perlawanan Eksekusi di PN Surabaya.
Moch. Tohir yang awalnya mengajukan gugatan dan sebagai pemohon eksekusi, digugatan ini sebagai Terlawan I dan Dr. Rudi Suparmono sebagai Terlawan II.
Dalam Gugatan Perlawanan Eksekusi yang dibuat dan ditanda tangani R. Trisno Hardani, SH., R. Hariyanto, SH., dan Adisurya Setianegara, SH., MH disebutkan, A. Sahal sebagai Pelawan I dan Hj. Badriyah sebagai Pelawan II, meminta kepada majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara ini supaya membatalkan eksekusi pengosongan yang dilaksanakan Kamis (7/9/2023) atas obyek sengketa perkara nomor : 61/EKS/2023/PN.Sby Jo nomor : 1064/Pdt.G/2021/PN.Sby.
Para pelawan dalam gugatan ini juga memohon kepada majelis hakim supaya memerintahkan kepada Terlawan I untuk melaksanakan damai eksekusi pengosongan yang telah disepakati Pelawan I dan Terlawan I di PN Surabaya tanggal 12 Juli 2023.
Mengingat kesepakatan antara Pelawan I dan Terlawan I telah disetujui, karenanya kesepakatan eksekusi damai dengan ganti rugi sebesar Rp. 50 juta dinyatakan sebagai Undang- Undang bagi Pelawan I dan Terlawan I.
Para advokat yang ditunjuk sebagai kuasa hukum A. Sahal dan Hj. Badriyah dalam gugatan perlawanan eksekusi ini memaparkan fakta-fakta, bahwa, A. Sahal sebagai Pelawan I dan Hj. Badriyah sebagai Pelawan II adalah sebagai termohon eksekusi yang telah dipanggil Ketua PN Surabaya atas Permohonan Eksekusi yang diajukan Moch. Tohir sebagai Terlawan I
Dalam Relaas Aanmaning, telah dilakukan Ketua PN Surabaya sebagai Terlawan II atas Permohonan Terlawan I kepada Pelawan I tanggal 05 Juli 2023.
Sahal sebagai Pelawan I telah hadir atas Aanmaning tersebut dan diperoleh kesepakatan agar dapat diselesaikan secara kekeluargaan antara Pelawan I dengan Terlawan I.
Kesepakatan Eksekusi damai ditindak lanjuti Moch. Tohir dengan A. Sahal, dimana yang saat itu dimediasi Ketua PN Surabaya di kantornya dan telah disepakati hasilnya.
Hasil dari pertemuan mediasi tersebut, A. Sahal sebagai Pelawan I meminta kompensasi atas damai sebesar Rp.50 juta yang harus dibayar tunai sekaligus atau melalui transfer ke rekening Pelawan I Sahal, dengan nomer rekening BCA: 0640792914.
Permintaan itu telah disetujui Moch Tohir untuk di transfer, namun sampai dengan diajukannya perlawanan ini Moch Tohir tidak melaksanakan kesepakatan eksekusi damai yang telah dilakukan dihadapan Ketua PN Surabaya, Dr. Rudi Suparmono, SH., MH.
Sahal sudah berkali-kali menghubungi Moch Tohir melalui kuasa hukumnya, namun selalu dijanjikan “iya iya” dan sampai dengan saat ini tetap tidak dilaksanakan.
Tanggal 29 Agustus 2023, A. Sahal sebagai Pelawan I menerima Surat Penetapan dari Ketua PN Surabaya, sedangkan Hj. Badriyah sebagai Pelawan II tidak menerima surat penetapan tersebut,
Surat Penetapan Pengosongan dari Ketua PN Surabaya Dr. Rudi Suparmono nomor : W14.U1/ 12414/Hk.02/8/2023, hanya menyebutkan dasar Penetapan dari 61/EKS/2023/PN.Sby jo nomor : 1064/Pdt.G/2021/PN.Sby, sedangkan alamat Obyek sengketa tersebut “SAMA” dengan alamat Obyek sengketa Pelawan II.
Tanggal 12 Juli 2023, Ketua PN Surabaya sebagai Terlawan II melalui Panitera PN Surabaya memerintahkan kepada Terlawan I dan Pelawan I untuk menghadap kepadanya, membahas tindak lanjut dari kesepakatan eksekusi damai yang telah disepakati antara Pelawan I dengan Terlawan I disaksikan Terlawan II
Berdasarkan Penetapan Tanggal 4 Agustus 2023 nomor : 61/EKS/2023/PN.Sby Jo nomor : 1064/Pdt.G/2021/PN.Sby, akan dilakukan eksekusi pengosongan terhadap obyek sengketa milik para pelawan yang terletak setempat dikenal dengan Jalan Karangrejo X No. 36, Surabaya.
Surat Terlawan II Nomor : W14.UI/ 12414/Hk.02/8/2023 tanggal 28 Agustus 2023 perihal permohonan bantuan pengamanan untuk pelaksanaan eksekusi pengosongan perkara No: 61/EKS/2023/PN.Sby Jo 1064/Pdt.G/2021/PN.Sby”;
Didalam surat No: W14.U1/ 12414/Hk.02/8/2023 tanggal 28 Agustus 2023 itu berbunyi “akan melaksanakan Eksekusi Pengosongan berdasarkan amar Putusan PN Surabaya nomor : 1064/Pdt.G/2021/PN.Sby tanggal 17 Mei 2022 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kemudian, dalam surat nomor : W14.U1/ 12414/Hk.02/8/2023 tersebut diatas Perihal Surat tidak berkesesuaian uraian dalam isinya.
Dengan demikian, para pelawan menilai Surat No: W14.UI/ 12414/IIk.02/8/2023 tertanggal 28 Agustus 2023 mengandung cacat hukum, sehingga surat tersebut harus di batalkan.
Tindakan Dr. Rudi Suparmono sebagai Terlawan II sangat ceroboh, tidak berhati-hati dan tidak cermat dalam membuat, menyusun dan memberitahukannya kepada para pelawan.
Surat yang demikian tidak pantas dikeluarkan Terlawan II sebagai Ketua PN Surabaya Kelas IA Khusus SURABAYA. (Han)