Oleh
M Mufti Mubarok
Direktur Utama Media Dosen, PT JP Group
Coretan pena dari seorang sahabat
SANG PEREMPUAN TANGGUH
Bersabahat dan sekaligus memotret sosok perempuan bernama Musrihah memang sangat istimewa dan luar biasa. Keuletan dan ketekunan yang dimilikinya mampu menjadikannya seorang akademisi dengan gelar tertinggi yaitu Profesor (Prof).
Kisah inspirasi ini pertama kali saya dengar saat kami sama-sama duduk dibangku kuliah S2 Unair. Persahabatan hingga akhirnya kembali bersama-sama di bangku S3 Unair benar-benar memberikan kesan persahabatan yang istimewa bagi saya. Sebagai teman sekaligus kakak bagi saya, sosok bu Mus (panggilan waktu kuliah) terkenal rajin, tekun dan dermawan, bahkan tidak jarang saya dan teman-teman sekelas mendapatkan oleh-oleh makanan yang beliau bawa dari rumah. Meski sambil studi dan bekerja serta tetap mengurus keluarga, tak menyurutkan niat bu Mus untuk menempuh pendidikan yang terbaik. Masuk S2 dan S3 di Unair sangat sulit apalagai lulus lebih sulit lagi, namun bagi Bu Mus, semua tahapan studi bisa dilalui dengan tepat waktu.
Saya dan teman teman sekelas sering curhat tentang masa kecil masing-masing, dan salah satu kisah inspiratif datang dari seorang sosok wanita yang sekarang telah menjadi profesor. Dalam menggapai cita cita besarnya, ternyata Prof. Musriha ini dulunya bernama Sri telah melewati masa dan perjuangan yang luar biasa.
Kegigihan dan semangatnya telah tampak sejak ia masih diusia anak-anak. Hidup di desa dengan segala keterbatasan serta menjadi tukang ngasak (mencari sisa sisa gabah yang tercecer saat musim panen) pernah dia lakoni. Sri memang dikenal sebagai sosok yang rendah hati dikalangan keluarga dan sahabat-sahabatnya. membayangkan tangan-tangan kecil Sri yang harus berjuang keras demi dapat hidup dan bersekolah terkadang membuat hati saya sedih sekaligus takjub.
MASA KECIL PENUH PERJUANGAN
Memiliki jumlah saudara cukup banyak dengan keterbatasan ekonomi menempa Sri untuk mandiri sedari kecil. konsep agama yang kuat ditanamkan oleh kedua orang tua membuat Sri tumbuh menjadi wanita yang tangguh dan sadar bahwa hidup ini adalah sebuah perjuangan. Masa kecil dilalui Sri di dusun kecil dibawah kaki gunung Bromo yaitu desa Jati Sumber Probolinggo Jawa Timur.
Mengayuh sepeda ontel butut setiap hari dilakoni demi mencapai sekolah yang jauh dari rumah. tidak jarang kaki kecil Sri harus luka dan berdarah jika harus berjalan kaki menuntun sepeda karena medan jalan yang berbatu dan mendaki. sesekali Sri kecil menangis, namun tekad dan semangat mengalahkan rasa sakit dan penat nya.
Sri tidak boleh mengenal kata lelah untuk belajar dan bekerja. hari libur sekolah yang biasanya menjadi hari favorit bagi anak usianya justru menjadi hari wajib kerja bagi Sri. Sri yang kecil harus ke sawah untuk menjaga padi dari serangan burung burung pemakan padi, atau bahkan sri juga harus ngasak/mengais sisa sisa padi yang tercecer di sawah.
Sepulang dari sawah Sri harus menumbuk padi dan mencari kayu bakar di pekarangan dekat rumah bahkan kadang bila di pekarangan tak menemukan kayu bakar Sri harus berjalan jauh dari pekarangan guna menemukan kayu bakan untuk memasak. Semua rutinitas yang tergolong berat untuk anak seusianya tetap dijalani dengan sabar dan ikhlas oleh Sri.
KEDUA ORANG TUA SEBAGAI PENENTU
Sosok Ayah dan Ibu adalah tauladan yang telah menanamkan semangat pantang menyerah kepada perempuan kelahiran 19 Agustus 1958 ini. Didikan kedua orang tua yang nemempa Sri kecil tak hanya menempahnya menjadi perempuan yang tangguh namun juga religius.
Bapak Robbul Sarianom (alm) dan Ibu Amsiyah (alm) memberikan pesan yang selalu diingat dan diterapkan oleh Sri adalah”dadi wong urip kudu loman lan golekono dulure/bolone sing mlarat, supaya rejekine berkah lan lancar urusane” pesan dengan bahasa jawa inilah yang menjadi filosifi Sri dalam meraih cita cita hingga menjadi seorang Guru besar saat ini
MENGADU NASIB KE KOTA – KULIAH SAMBIL BEKERJA
Berbekal tekad yang kuat, anak kesebelas dari dua belas saudara ini terbesit hatinya untuk keluar dari keterhimpitan dengan meninggalkan desa tercintanya setelah lulus SMA untuk mengadu nasib sambil berkuliah di kota. Kota yang dituju adalah Kota Jember.
Meski sangat berat meninggalkan orang tua dan keluarganya, langkah Sri tetap mantap utk mengadu nasib di kota orang. Pertama menginjakkan kaki di kota Jember, diwarnai ketidak menentuan, waktu itu Sri tidak memiliki uang sama sekali hanya bermodalkan keberanian dan tekad yang kuat untuk maju. Menghadapi kondisi seperti ini, bukan malah menyurutkan hati Sri untuk kembali ke desanya, namun semakin menambah semangatnya untuk bagaiman caranya agar bisa memperbaiki nasib. semuanya dilakoni dengan penuh kesabaran dan keikhlasan demi ingin melanjutkan sekolah yang lebih tinggi.
Awal tahun pertama kuliah, cobaan menghampiri Sri, Ayahanda dipanggil menghadap Sang Ilahi. pikirannya kalut dan bingung, bagaimana dengan keinginan untuk melanjutkan kuliahnya? Ketika terbesit keinginannya untuk mencari uang kuliah, tiba-tiba ada penawaran dari seorang temannya untuk ikut bekerja sebagai propagandis pada sebuah perusahaan Unilever. Mendengar itu tanpa pikir panjang, Sri lantas menyambut baik tawaran pekerjaan tersebut. Meski terasa berat, pekerjaan tersebut dilakoni dengan senang demi menggapai masa depan yang lebih baik.
SANG PROFESOR YANG TETAP MERAKYAT
Ditelusuri dari asal usul kampungnya dan sekolahnya ternyata Sri adalah merupakan satu-satunya orang yang berhasil mendapat gelar kehormatan tertinggi dari sebuah Lembaga Pendidikan Tinggi yaitu Profesor. Bahkan Sri merupakan Profesor wanita pertama di Ubhara. “SELAMAT SRI”.
Meski semua telah diraih, Sri tak lantas menjadi tinggi hati. Ia selalu santun terhadap siapapun dan masih mau menjadi penata shaf serta mengikuti kegiatan lainnya di masjid Nasional Al-Akbar Surabaya. Sri yang hingga kini masih aktif diberbagai kegiatan seni dan sosial baik dilingkungan kampus maupun masyarakat benar-benar seorang wanita multi talenta. Ia memiliki visi masa depan yang sangat kuat dan Sri berkeyakinan bahwa setiap orang harus punya cita-cita dan untuk menggapainya perlu usaha yang sungguh-sungguh dibarengi do’a dan ikhtiar serta memiliki kemauan belajar sama siapapun dan kemampuan yang selalu diasah. Lebih dari itu yang tak kalah penting dan selalu dipegang teguh oleh Sri adalah selalu berpikir positif terhadap Allah Swt dan orang lain.