Jakarta, beritalimacom| Karya tulis atau menulis sangat penting. Misalnya, dalam agama Islam, jika tidak punya catatan tertulis atas wahyu dalam Alquran, mungkin agama itu penuh dongeng dongeng saja. Hal itu diungkapkan penulis produktif Komaruddin Hidayat, dalam diskusi di Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena di Jakarta (2/5)..
Komaruddin Hidayat, yang menjabat Rektor UIII (Universitas Islam Internasional Indonesia) 2019-2024, baru saja menerbitkan bukunya berjudul “Jalan Pulang, Seni Mengelola Takdir.” Ia menggambarkan seorang penulis seperti chef, juru masak. Kadang merasa yakin, masakan itu cocok dan enak bagi tamu yang akan menyantapnya, tetapi ternyata beda rasanya.
“Saya sebagai penulis buku tentu menganggap yang saya tulis itu penting, tapi belum tentu dianggap penting oleh pembacanya. Sebaliknya, ada hal-hal yang saya anggap tak begitu penting, tetapi ternyata itu mengesankan bagi pembaca. Saya kadang-kadang surprise mendengar respons pembaca terhadap buku saya,” tutur Komar.
Komar bercerita, pernah ada orang yang mau bunuh diri, tetapi tidak jadi sesudah mendengar omongannya dalam suatu diskusi atau wawancara. “Itu suatu contoh bahwa pikiran, tulisan, begitu sudah beredar, kita tak lagi bisa mengontrol. Bahkan kita tidak tahu apa dampaknya. Ide gagasan itu punya sayapnya sendiri, kakinya sendiri, yang kita tidak tahu,” jelas Komar.
Tentang bukunya, Komar menyatakan, ada beberapa kata kunci, seperti “jalan pulang.” “Kalau usia saya 20 tahunan, ketika masih mahasiswa, itu jalan pergi rasanya. Tapi begitu sudah menginjak usia 70, itu bukan pergi lagi tetapi jalan pulang,” ungkapnya.
Komar memaparkan, ketika kita pulang dari mal atau atau suatu tempat, kan kita biasa melihat kanan kiri. Ada kesan dan pemandangan yang terlihat. “Itulah yang saya tulis. Makanya banyak tulisan di buku saya itu yang sedapatnya saja, karena ketika kita pulang itu ‘kan tidak merencanakan. Melihat sesuatu itu ketemu saja di perjalanan,” sambung Komar.
Komar berharap, bukunya bisa menginspirasi pembaca bahwa posisi mereka dan dirinya itu seharusnya sama saja.
Ucapnya, “Anda juga seorang pejalan, peziarah. Dalam ziarah itu, Anda pasti punya catatan-catatan penting untuk ditulis. Minimal sekali untuk keluarga kita. Untuk menyambung memori keluarga kita, itu hendaknya ada buku kenangan,” pesan Komar.
Jurnalis: Abriyanto