Komisi VII DPR Bahas RUU EBT, Mulyanto: PKS Tolak Dua Pasal

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menolak dua pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) pada Rapat Pengambilan Keputusan Komisi VII DPR RI, akhir pekan ini.

Yang ditolak Fraksi PKS adalah pasal 40 terkait dengan kewajiban PLN membeli listrik EBT dan pasal 51 terkait dengan subsidi selisih harga antara listrik EBT yang ditawarkan terhadap Biaya Pokok Pembangkitan (BPP).

Keterangan pers anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Dr H Mulyanto mengatakan, ketentuan kewajiban pembelian listrik oleh PLN dan feed in tariff (FIT) alias subsidi selisih harga terhadap BPP PLN dalam penentuan harga jual listrik pembangkit swasta kepada PLN, kurang tepat.

Sebab ketentuan ini secara langsung akan menekan keuangan Negara dan lebih memihak kepada produsen listrik swasta. Apalagi saat ini keuangan negara sudah terkuras untuk biaya penanggulangan pandemi Covid-19.

Pada sisi lain, keuangan PLN juga kembang-kempis dengan beban utang mencapai Rp 500 triliun. Kalau kewajiban bersifat itu obligatif, PLN akan bangkrut dan hanya menghasilkan listrik yang mahal untuk masyarakat.
“Masyarakat senang dengan listrik yang bersih dari sumber EBT ini. Namun, listrik yang murah masih sangat dibutuhkan masyarakat,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini.

Ditambahkan, untuk EBT berdaya kecil dan berada di daerah pedalaman dan satu-satunya sumber energi listrik, menjadi wajar dan masuk akal kalau negara mensubsidi listrik EBT.

Namun, untuk listrik EBT berdaya menengah dan besar, harus didorong mekanisme yang lebih kompetitif dan sehat untuk pengusaha listrik swasta ini. “PLN akan bangkrut, kalau setiap listrik swasta yang mahal wajib dibeli PLN. Kita tahu siapa pemilik pembangkit listrik swasta ini.”

PKS menilai, kewajiban pembelian listrik oleh PLN tak bisa serta-merta, harus tetap mempertimbangkan keekonomian berkeadilan. Pemerintah harus mempertimbangkan kemampuan keuangan PLN, keberlangsungan penyelenggaraan ketenagalistrikan, memperhatikan keselarasan supply dan demand, ketersediaan energi setempat, tingkat keekonomian sesuai BPP hasil lelang yang adil.

“Sumber EBT yang lain harus belajar dari sumber energi surya (PLTS), yang bersama perkembangan teknologi dan ekosistem bisnis yang baik, harganya terus turun,” demikian Dr H Mulyanto.

Untuk diketahui, setelah diambil keputusan hari ini, RUU EBT dijadwalkan dibawa ke Badan Legislasi DPR RI untuk diharmonisasi dan diputuskan dalam Sidang Paripurna DPR RI. RUU EBT adalah inisiatif DPR RI yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Teks Pasal 40 ayat (1): Perusahaan listrik milik negara wajib membeli tenaga listrik yang dihasilkan dari Energi Terbarukan. Sedang Pasal 51 ayat (4): Harga listrik yang bersumber dari Energi Terbarukan lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik PLN.

Pemerintah Pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga Energi Terbarukan dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau Badan Usaha tersebut. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait