Malang, beritalima.com| Pembubaran Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI Kabupaten Malang, Jawa Timur yang diselenggarakan di Ruang Anusapati Pendopo Agung Kabupaten Malang Kamis 14/01/21 kemarin, karena dinilai tidak mengantongi izin. Beberapa tokoh mempertanyakan panitia Kongres.
“Yang perlu dipertanyakan kesiapan Panitia itu bagaimana!, Mestinya pemilihan kemarin itu koordinasinya dengan wilayah kota Malang karena letaknya di kota Malang. Apalagi, saat ini di Malang Raya masih diterapkan PPKM, ya tidak salah kalau kegiatan itu dibubarkan,” ungkap Priyo Sudibyo Ketua Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Malang dikonfirmasi beritalima.com Jumat 15/01.
Sedangkan kapasitas ruangan Anusopati pendop Agung Kabupaten Malang, menurut Bogank panggilan akrab Priyo Sudibyo yang juga dicalonkan sebagai ketua PSSI ini, hanya berkapasitas 50 orang.
“Sedangkan yang undangan 60 orang lebih, belum vouternya karena itu pemilihan. Harusnya, kegiatan itu digelar di pendopo Kabupaten Malang. Yang kapasitasnya bisa lebih,” tegas Bogank yang juga sebagai Ketua Kadin Kabupaten Malang.
Selain itu, Bogank juga menyesalkan proses pencalonan Ketua PSSI yang dinilai sudah membawa nama Bupati Malang. Dan itu haram baginya jika saat mencalonkan organisasi PSSI dengan membawa nama Bupati.
“Ada dua calon yang akan digelar kongres, ketika mau mencalonkan diri sebagai ketua PSSI membawa nama bupati. Itu haram bagi saya. Kalau nggak mampu mencalonkan dengan bawa namanya sendiri ya nggak gak usah Nyalon,” tandasnya.
LSM Pro Desa Juga Mengecam Keras!!
Selain Pemuda Pancasila, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pro Desa juga mengecam keras Pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) Asosiasi Kabupaten (Askab) PSSI Kabupaten Malang yang digelar di Gedung Anusapati Pendopo Pemkab Malang, karena digelar di waktu yang terlarang.
Koordinator LSM Pro Desa, Achmad Khoesairi mengatakan, penyelenggaraan Kongres Askab PSSI Kabupaten Malang yang digelar di Gedung Anusapati di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tindakan tidak terpuji. Menurutnya, Para penyelenggara adalah orang orang terpelajar yang pasti mengerti aturan.
“Tapi kenapa mereka sendiri yang melanggar aturan. Di desa-desa saja sosialisasi tentang PKPM gencar dilakukan, eh malah ada pergelaran acara ditengah kota.” Tegasnya.
Khoesairi juga sangat mendukung pelaksanaan tersebut dibubarkan oleh Polresta Malang. “Polreta Malang masih baik, dalam hal ini hanya dibubarkan, karena bisa saja panitia dijerat oleh regulasi dan lalu mereka bisa ditetapkan menjadi Tersangka atas pelanggaran UU Kesehatan,” ujarnya.
Selain itu, Pemkab Malang harus bertanggung jawab terkait penyelenggaraan acara tersebut, karena Gedung yang di tempati acara milik Pemkab Malang.
“Tak hanya Pemkab Malang, terpenting lagi adalah Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Malang paling bertanggung jawab atas rencana kegiatan itu, apalagi mereka (Dispora) jelas lebih tahu bahwa saat ini sedang pelaksanaan PPKM dan tempat acara milik Pemkab Malang. Ini naif, disaat pemerintah sedang gencar WFH, mereka malah membiarkan orang-orang yang nota bene nya dibawah naungannya menggelar acara, lalu dibubarkan polisi, benar-benar memalukan.” Katanya.
Dispora itu seharusnya memberikan masukan pada kawan-kawan panitia pada saat akan menggelar Kongres, bukan malah diam, karena Askab PSSI Kabupaten Malang di bawah naungan dan binaan Dispora. Itukan namanya pembiaran, bahkan kami menuding mereka sengaja membiarkan hal itu digelar di masa terlarang.
Jika dilihat dr kegiatan kongres yg digelar di masa PPKM, maka kami curiga adanya perebutan pemilihan Ketua PSSI itu sendiri. Ada upaya kongres hrs segera digelar untuk memenangkan seseorang, krn jika tidak, mestinya rencana kongres bisa digelar di waktu yang diperbolehkan, seusai masa PPKM.
“Sekali lagi, kami sepakat dengan polisi atas pembubaran kongres kemarin, karena bersamaan dengan pelaksanaan PPKM di Jawa dan Bali yang bertujuan untuk menekan timbulnya klaster-klaster baru,” tutupnya.
Redaktur : Santoso