SURABAYA – beritalima.com, Diadili pada kasus korupsi penyertaan modal percetakan milik Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Pemkab Trenggalek tahun 2007.
Bos Media di Surabaya bernama Istiawan Witjaksono bin Imam Muslimin alias Tatang Istiawan dituntut hukuman 10 tahun penjara, denda Rp 750 juta, subsider 3 bulan kurungan dan diminta membayar uang kerugian negara sebesar Rp. 7,1 miliar, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Trenggalek.
Dalam surat tuntutan dinyatakan bahwa Tatang Istiawan terbukti bersalah melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
“Perbuatan terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer,” kata JPU Kejari Trenggalek Dody Novalita saat membacakan saat membacakan surat tuntutannya diruang sidang Cakra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (17/2/2020).
Sebelum menjatuhkan tuntutan, JPU terlebih dahulu membacakan pertimbangan yang meringankan dan yang memberatkan bagi diri terdakwa.
Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Istiawan Witjaksono bin Imam Muslimin alias Tatang Istiawan bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi, terdakwa tidak mengakui perbuatannya , terdakwa sudah menikmati hasilnya dan terdakwa tidak ada itikad baik untuk mengganti uang kerugian negara. Sedangkan hal-hal yang meringankan dinilai JPU nilhil.
“Memohon pada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, untuk menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun kepada terdakwa
Istiawan Witjaksono bin Imam Muslimin alias Tatang Istiawan dan denda Rp 750 juta, subsider 3 bulan kurungan dan diminta membayar uang kerugian negara sebesar Rp. 7,1 miliar, apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut,” tandas Jaksa Kejari Trenggalek Dody Novalita.
Usai mendengarkan tuntutan, Ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan memberikan waktu satu pekan pada terdakwa dan penasehat hukumnya untuk mengajukan pembelaan.
“Saya beri kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukumnya untuk mengajukan pembelaan. Sidang ditundah sepekan mendatang dengan agenda pembelaan,” ucap hakim Wayan Sosiawan diakhir persidangan.
Diketahui, kasus korupsi yang menyeret terdakwa Tatang Istiawan Witjaksono bermula saat menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS).
Saat menjabat itu, terdakwa Tatang Istiawan diketahui mengajukan kerjasama pengadaan mesin percetakan Heindelberg Speed Master 102 V tahun 1994 seharga Rp 7,3 miliar yang bersumber dari dana penyertaan modal PD Aneka Usaha sebesar Rp 10,8 miliar. Namun, mesin percetakan yang dibeli oleh terdakwa Tatang dari UD Kencana Sari bukanlah mesin percetakan baru, melainkan rekondisi atau dalam keadaan rusak.
Terdakwa Tatang Istiawan juga diketahui tidak menyetorkan modal awal ke perusahaan sebesar Rp 1,7 miliar sebagaimana tertuang dalam perjanjian antara PT BGS dengan Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) dan ini bertentangan dengan Pasal 33 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas.
Akibatnya, perbuatan terdakwa Tatang Istiawan Witjaksono didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 KUHP, jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Han)