JAKARTA, Beritalima.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan agar calon legislatif (caleg) yang pernah terlibat korupsi tidak dipilih demi mewujudkan pemerintahan yang bersih serta akuntantabel.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, seharusnya warga atau masyarakat diberi pendidikan politik yang baik oleh partai dengan tidak mencalonkan mereka yang pernah terlibat korupsi.
“Jangan yang pernah terlibat korupsi. Kita mendukung dan memang kita itu waktu ketua KPU ke sini (KPK), kita sampaikan kita mendukung, umumkan saja. Bahkan, KPK mungkin akan memuat diebsite, itu lebih baik dan bagus,” kata Alexander di Jakarta, Minggu (24/2).
Ya, KPU kembali mengumumkan 32 nama baru caleg (calon legislatif) bekas koruptor pada Pemilu 2019. Jika sebelumnya ada 49 daftar caleg, saat ini total terdapat 81 caleg, baik DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, maupun DPD.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menilai yang paling penting adalah imbauan dan membangun kesadaran masyarakat sebagai pemilih agar benar-benar memperhatikan siapa yang hendak dipilih karena mereka akan mewakili rakyat di parlemen.
Masyarakat jadi bisa memperoleh penerangan untuk wakil-wakil yang akan dipilih dan tahu mana yang bersih dan jujur.Kalau hanya memilih, itu artinya pemilih berkontribusi tidak mewujudkan Indonesia yang lebih baik ke depan.
“Jadi, kita perlu jauh lebih hati-hati untuk memilih dan pilihlah orang-yang punya rekam jejak, latar belakang bisa dipertanggungjawabkan dan tidak terkait kasus korupsi,” kata Febi.
Pada kesempatan terpisah, rohaniawan sekaligus budayawan Franz Magnis-Suseno mengatakan, pengajuan caleg yang pernah dijatuhi hukuman dan dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi meripakan pendidikan yang buruk.
Apalagi, katanya, masyarakat harus memilih di antara partai-partai politik yang mengusung caleg eks napi korupsi. Untuk pendidikan etika politik masyarakat itu suatu suatu signal yang buruk.
“Di situ tentu kriterianya juga apa yang menjadi program partai dan sebagainya, jadi sangat sulit melarang hal itu. Karena ada pertimbangan macam-macam,” kata Romo.
Romo berharap adanya kesadaran masyarakat, bahwa caleg-caleg yang pernah dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi, seharusnya tidak dapat tempat di dalam politik.
“Mereka mewakili rakyat, demokrasi itu kekuasaan rakyat. Kalau dewan itu semakin banyak terdiri dari orang-orang yang memanfaatkan situasi untuk diri sendiri bahkan dengan tidak jujur amat membahayakan demokrasi.”
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai, memang sudah tepat KPU mengumumkan daftar tersebut untuk memenuhi tanggung jawab.
Setelah itu, baru diberikan kebebasan kepada masyarakat memilih caleg “bersih” atau punya catatan bekas napi kasus korupsi. “Biar nanti hasil pemilu kita lihat apa masyarakat memilih atau tidak. Kalau suara anjlok, itu artinya jangan mengulangi atau usung caleg eks napi koruptor.”
hampir semua partai peserta pemilu bermasalah dalam pencalegan napi eks koruptor. Namun, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mengajak masyarakat untuk membantu berjalannya demokrasi. “Semangat anti korupsi dimulai dari diri masing-masing,” kata dia.
Pengumuman KPU, Hanura punya caleg koruptor terbanyak, yakni 11 orang disusul Golkar, PDIP, Demokrat, Berkarya, Gerindra, PAN, Perindo, PKPI, PBB, PPP, PKB, Garuda dan PKS. (akhir)