KUPANG, beritalima.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTT menggelar sosialisasi persiapan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2018 di Kupang, Senin (2/10).
Kegiatan sosialisasi tersebut dilaksanakan di Swiss Belinn Kristal Hotel Kupang, dihadiri puluhan peserta yang terdiri dari partai politik, mahasiswa, Perguruan Tinggi dengan menghadirkan empat narasumber, yaitu David Pandie (Pengamat Politik/Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana), Karo Ops Polda NTT, Kombes Pol Rudi Kristantyo, Kordiv, PHL Bawaslu NTT, Jemris Fointuna dan Kepala Badan Kesbangpol NTT, Sisilia Sona.
David Pandie menyampaikan materi tentang Paradigma Good Governance Dalam Proses Rekruitmen Bakal Calon Kepala Daerah Dalam Pemilihan Serentak Tahun 2018 di NTT.
David Pandie mengatakan, maraknya kasus hukum dan korupsi yang melibatkan kepala daerah perlu dicari tahu akan sebabnya dan salah satu adalah pembiayaan pemilukada yang sangat mahal.
“ Kita tahu persis bahwa tahapan Pilkada dalam seleksi bakal calon oleh parpol menjadi salah satu titik rawan yang ditengerai berawalnya KKN (kolusi korupsi dan nepotisme),” kata David Pandie.
Jika seorang kepala daerah sudah menggunakan politik uang dalam membeli dukungan sebagai “ mahar politik”, maka otomatis orientasi kekuasaannya terfokus untuk mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkannya.
Menurut Litbang Depdagri, kata David Pandie, dalam studinya pada Pilkada serentak 2015 menemukan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh seorang kandidat untuk Pilkada kabupaten/kota sekitar Rp 30 miliar, dan untuk provinsi sekitar 20 – 100 miliar rupiah.
Hasil penelitian KPK (2015) terhadap 140 kepala daerah menemukna bahwa biaya terbesar dari proses pencalonan adalah “ mahar politik”. Karena besarnya biaya, maka seorang kandidat mencari “ cukong politik” untuk mem-back-up-nya dengan sejumlah iming-iming, yaitu mudah memperoleh izin (65,7 persen), akses jabatan 60,1 persen (terutama ASN), akses kemudahan barang dan jasa 64,7 persen, aspek jaminan keamanan bisnis 61,5 persen, akses terhadap pembuatan Perda/kebijakan daerah 49,3 persen dan mendapat bansos/hibah 50,7 persen.
Sementara itu, Kepala Biro Ops, Kombes Pol Rudi Kristantyo menjelaskan tugas pokok kepolisian berkaitan pelaksanaan Pilkada 2018. Menurutnya, Polda NTT beserta jajarannya didukung instansi terkait dan mitra kambtibmas lainnya menyelenggarakan ops kepolisian kewilayaan dengan sandi operasi “ Mantap Praja Turangga – 2018” dalam rangka pengamanan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTT mulai Februari 2018 sampai dengan November 2018 dengan mengedepankan kegiatan preemtif & preventif didukung kegiatan intelijendan Gakum guna terciptanya situasi Kamtibmas yang aman, tertib, lancar dan terkendali di wilayah hukum Polda NTT.
Ia juga menyampaikan rencana kontinjensi Polda NTT antispasi konflik sosial dan rusuh masa pada Pemilukada 2018. Lapis kekuatan terdiri dari empat wilayah yaitu wilayah Timor/wilayah perbatasan yakni Polres Kupang Kota, Polres Kupang, Polres TTU, Polres Belu, Polres Rote Ndao, Satpolair Belu (kapal tipe C1; dan Satpolair Polres Rote Ndao (kapal type C1), yang diback up Polda (Brimobda, Ditpolair, Ditsabhara & KIE Staf). Sedangkan untuk wilayah Flores Bagian Barat terdiri dari Polres Manggarai Barat, Polres Manggarai, Polres Ngada, Polres Ende, Satpolair Ende (kapal type C1), dan back up Polda Subden 2 Den B Manggarai. Begitu juga wilayah Flores bagian Timur dan Sumba.
Sementara Kordiv, PHL Bawaslu NTT, Jemris Fointuna menyampaikan tugas dan wewenang, yakni mengawasi setiap tahapan Pemilihan, menerima laporan dugaan pelanggaran Pemilihan, menyelesaikan sengketa penyelenggaraan Pemilihan, menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti; meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang; menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh penyelenggara di Provinsi, Kabupaten, dan Kota; mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada KPU, mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam diskusi yang dipandu Ketua KPU NTT, Maryanti Luturmas Adoe, peserta meminta penyelenggara agar berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil terkait KTP Elektronik, dimana masih banyak penduduk atau pemilih pemula yang sampai dengan saat ini belum memiliki KTP Elektronik. (L. Ng. Mbuhang)