JAKARTA, beritalima.com – 6 Maret 2018
Kepolisian RI, Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Kantor Staf Presiden untuk merampungkan penerapan sistem tilang elektronik sehingga dapat diberlakukan di seluruh Indonesia.
Dalam satu rapat terbatas Presiden Jokowi menghendaki perbaikan besar-besaran dalam layanan publik, khususnya dalam hal keimigrasian, lembaga pemasyarakatan, administrasi SIM, dan tilang.
“Saya minta ada pembenahan besar-besaran pada sentra-sentra pelayanan, seperti imigrasi, lapas, pelayanan SIM/STNK/BPKB, termasuk juga yang berkaitan dengan perkara tilang. Saya akan terus mengawasi langsung perubahan lapangan dengan cara-cara yang akan saya lakukan dengan pengawasan-pengawasan,” ujar Presiden ketika itu.
Dalam rapat koordinasi yang berlangsung di Jakarta Timur, 6 Maret 2018, hadir Direktur Penegakan Hukum Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Brigjen (Pol) Pujiyono, Panitera Muda Pidana Umum Mahkamah Agung, Suharto,SH, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Budiyaningsih, SH, dan Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden Ratnaningsih Dasahasta, SH.
Ratnaningsih menjelaskan bahwa Kepala Staf Kepresidenan berkali-kali ditanya oleh Presiden Jokowi mengenai perkembangan reformasi hukum. Tilang elektronik ini adalah bagian dari upaya untuk memperbaiki pelayanan hukum di tengah masyarakat.
“Presiden Jokowi berulang kali dalam berbagai kesempatan menegaskan, supaya masyarakat jangan lagi dibebani dengan urusan administrasi dan hukum yang berbelit-belit. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa program tilang elektronik ini dapat diterapkan secara nasional, mengingat jumlah pengguna kendaraan yang semakin besar dan teknologi sudah memungkinkan untuk itu,” kata Ratna.
Sementara itu, Suharto dari Mahkamah Agung mengatakan bahwa salah satu kendala pelaksanaan tilang elektronik adalah pasal-pasal tertentu yang terdapat dalam Undang-undang Lalu-Lintas Nomor 22 tahun 2009. ”Oleh karena itu, kami berharap KSP dapat menjadi katalisator yang dapat mempercepat pelaksanaan tilang elektronik ini secara nasional. Seperti halnya di luar negeri, surat tilang ini dapat diselipkan di kendaraan bermotor, tanpa pelanggarnya harus menghadiri sidang pengadilan yang berbelit-belit,” kata Suharto.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Budiyahningsih, SH mengatakan, kendala di lapangan melakukan penilangan dengan sistem elektronik yang berisi 26 kolom tersebut. Nah, pada saat pelimpahan ke pengadilan, seharusnya tidak perlu lagi mengisi ulang secara manual. “Selama ini kita tidak dapat melakukan eksekusi pengembalian dana tilang dari masyarakat yang disetor ke dalam rekening tilang nasional. Jumlahnya sekitar Rp66 miliar,” papar Budiyahningsih.
Rencananya, tiga pihak yakni Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung akan didorong untuk membuat nota kesepahaman antara ketiga lembaga tersebut. Nota kesepahaman tersebut akan mengatur tatacara dan prosedur penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan.
Penyelesaian masalah tilang lalu lintas selama ini memang terkendala pada aturan hukum yang mengatur pelanggaran tersebut. Paradigma hukum masa lalu menempatkan pelanggaran lalu-lintas ini sebagai tindak pidana, yang penyelesaiannya harus melalui mekanisme peradilan.
Dalam perkembangannya, pelanggaran lalu-lintas seringkali merupakan jenis pelanggaran ringan yang sifatnya administrasi. Akan tetapi, selama ini penegakan hukum yang berhubungan dengan disiplin berlalu lintas ini menimbulkan praktik pungutan-pungutan liar, yang terjadi baik di lapangan, di dalam proses peradilan, bahkan sampai setelah putusan ditetapkan oleh pengadilan.
Dalam rancangan sistem yang didiskusikan dalam forum tersebut, selain Bank BRI, akan tergabung juga bank-bank BUMN yang lain untuk dapat melayani proses administrasi dalam tilang elektronik ini.