JAKARTA, beritalima.com- Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-7 akan diselenggarakan di Bangka Belitung, 26-29 Februari 2020.
Wasekjen MUI Bidang Ukhuwah Islamiyah, Mohammad Zaitun Rusmin, mengatakan, KUII ini diharapkan memberikan rekomendasi terbaik terhadap bangsa dan negara, berkontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia, tidak hanya umat Islam namun juga seluruh anak bangsa.
“Artinya, kalau umat Islam maju, bangsa maju. Nah, kita ingin begitu. Kita ingin umat Islam itu Insyaallah tidak tertinggal dalam kemajuan negara ini, tapi juga anak bangsa lain akan bersama-sama untuk diharapkan pada sesuatu yang integral,” jelasnya.
Dengan mengangkat tema Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia dalam Mewujudkan NKRI yang Maju, Adil, dan Beradab.
KUII VII 2020 ini akan mengupas materi sebagai berikut :
1. Problematika, cita-cita dan strategi politik kebangsaan konteporer umat Islam.
2. Problematika, cita-cita dan strategi ekonomi dalam Penguatan arus baru ekonomi umat Islam dalam era revolusi industri 4.0.
3. Problematika, cita-cita dan stategi revitalisasi penegakan hukum secara adil, konsekwen, dan dalam system, produk hukum, maupun kelembagaan.
4. Problematika, cita-cita dan strategi penguatan pendidikan dan kebudayaan yang kompetitif, namun tetap berkepribadian Indonesia.
5. Problematika, cita-cita dan strategi serta komitmen kehidupan beragama umat yang mencerahkan, penuh keteladanan, moderat dan produktif terhadap nilai-nilai kebaikan dan kemajuan.
6. Problematika, cita-cita dan strategi Filantropi (kedermawanan) Islam.
7. Rumusan Deklarasi Bangka Belitung.
Sementara cita-cita pendidikan dan kebudayaan dalam perspektif Islam dan Pancasila adalah Pendidikan yang religius. Pendidikan religius adalah sistem pendidikan yang tidak sekadar berorientasi pada tujuan kecerdasan dan keterampilan untuk bekerja yang bersifat pragmatis, akan tetapi menekankan pengembangan diri manusia yang memiliki nilai-nilai mulia baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, serta untuk kehidupan dunia dan akhirat, dengan kata lain untuk menjadi manusia yang insan kamil.
Sementara itu, di bidang filantropi Islam, KUII akan menyoroti tentang peluang dan optimalisasi filantropi Islam. Dari total 164 negara di dunia, Indonesia masuk menjadi 10 negara paling dermawan di dunia dalam lima tahun terakhir (World Giving Index, 2019-2015), dan sempat menjadi negara paling dermawan pada tahun 2018 jauh di atas negara-negara lainnya (World Giving Index, 2018). Penilaian kedermawanan ini dilihat dari aspek pemberian pertolongan kepada orang asing (stranger), tenaga kesukarelawanan, dan donasi berupa uang, barangdan atau jasa.
Dari sekitar 269,6juta seluruh penduduk Indonesia, 87,17%-nya adalah masyarakat Muslim (BPS, 2019). Artinya, di tengah bonus demografi potensi kedermawanan masyarakat. Muslim di Indonesia, utamanya di kalangan millenial, sangat besar. Meski dermawan, namun masyarakat muslim Indonesia masih sedikit yang memahami pentingnya sumbangan pra dan pascabencana kepada masyarakat yang berada di wilayah dengan potensi bencana alam yang besar.Umat Islam gemar menyumbang tetapi tidak ada kesadaran untuk melakukan kontrol terhadap penyaluran bantuan sosial kemanusiaan. Lembaga filantropi tumbuh dengan subur, tapi di lain pihak belum banyak lembaga yang belum profesional sehingga tidak terdata secara nasional, regional, maupun global.
Sementara pada persoalan keagamaan, kegagalan sebagian umat beragama dalammemahami pesan kemajuan dari ajaran agamanya. Ekspresinya adalah praktik al-ghuluw, yaitu berlebih-lebihan dalam tekstualisme dan rasionalisme Ada dua hal kegagalan memahami sumber ajaran Islam, yaitu tekstualisme (tasyaddud/tafrith), liberalisme (tasahul/ ifrath), sekularisme dan sinkretisme.
Tekstualisme menyebabkan umat Islam berpikir sempit dalam memaknai Islam sehingga menjadi stagnan, fobia kemajuan dan perubahan, dan tertinggal derap zaman. Model tekstualisme agama inilah yang telah dipolitisasi, dikapitalisasi, dan diideologisasi tidak saja oleh oknum umat Islam namun juga oleh oknum lainnya menjadi aksi ekstremisme dan terorisme berlatarbelakang pemahaman agama.
Padahal menjadi umatan wasatha (ummah wasathiyah). Ummah wasathiyah yang menjadi role model umat terbaik (Khaira Ummah) dalam segala aspek kehidupan, baik ibadah maupun muamalah serta keharmonisan kehidupan dan menjadi pemimpin peradaban yang berlaku adil dan menengahi serta mengurai problematika manusia; semakin eratnya persaudaraan sesama umat Islam, menguatnya jiwa patriot dan bela negara dan muslim yang humanis,serta terwujudnya hubungan antara agama dan negara-bangsa (nationstate) semakin kuat dan saling membutuhkan tidak lagi mempertentangkan posisi agama dalam negara dan posisi negara dalam agama.
Penguatan strategi ekonomi, KUII ke-7 akan menyoroti pentingnya terwujudnya sistem ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945. Konsepsi perekonomian berkeadilan dan berperadaban yang dilandasi nilai Ketuhanan YME, implementasinya tetap mempertahankan persatuan dan azas kerakyatan yang berujung tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui konsep ini, berbagai kesenjangan pendapatan dan ekonomi dapat diatasi. Konsep ekonomi yang berkeTuhanan, ekonomi berkeadilan dan beradab untuk menghilangkan berbagai kesenjangan antara kaya-miskin, pusat-daerah, antardaerah, dan kesenjangan produk nasional dengan produk luar.
Di bidang politik, kehidupan politik Indonesia yang cenderung semakin liberal-sekuler yang mengabaikan nilai-nilai dasar Pancasila, UUD 1945 dan nilai-nilai luhur agama dan budaya bangsa. Kecenderungan politik yang liberal-sekuler ini telah mengakibatkan praktek-praktek politik yang transaksional, koruptif, diskriminatif, kanibal dan oligarkis. Stretegi akan dirumuskan demi terwujudnya partai politik Islam dan partai berbasis umat Islam yang modern, kuat dan aspiratif, bersih dengan tata kelola yang baik, sehingga mampu melahirkan kepemimpinan politik yang efektif, transformatif, peka terhadap perubahan zaman, cepat dan tepat dalam mengambil kebijakan. Partai Islam dan partai berbasis umat Islam bekerja dalam kerangka NKRI dengan berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan umat dan bangsa, serta bisa diperhitungkan secara nasional dan internasional.
Strategi umat dalam KUII ke-7 di bidang hukum menyoroti fakta bahwa penegakan Hukum melalui lembaga peradilan belum mengakomodasi nilai keadilan dan kemanfataan bagi masyarakat, sehingga timbul pameo hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah. Bagaimana terbentuknya peraturan perundang-undangan yang tetap konsisten berdasarkan Pancasila sebagai Staats fundamentalnorm dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Dasar Negara serta terbentuknya hukum nasional yang berorientasi pada maqasidus syariah yang esensinya diakui semua agama yang ada di Indonesia.
Penguatan di bidang media akan menekankan pada dakwah di bidang media sosial. Di kalangan umat Islam, internet paling banyak diakses oleh generasi milenial, kalangan muslim kota dan kelas menengah. Fakta ini merupakan kesempatan bagi MUI untuk bisa memperluas dakwah. Selama ini, tiga elemen yang disebutkan ini bisa jadi mempunyai kesulitan akses untuk mengikuti pengajian atau ta’lim dengan sistem tatap muka, namun dengan media internet berbasis smartphone kemungkinan dakwah bisa tersebar luas ketiga kalangan ini. Merekalah yang akan meneruskan estafet perjuangan umat Islam. Generasi muslim baru inilah nanti yang akan menentukan para umat Islam ke depan. Maka kemasan dakwah yang disajikan tentunya juga harus sejuai dengan kecenderuangan para pengakses internet ini.
KUII ke-7 diselenggarakan di Bangka Belitung, sebagai upaya untuk mendorong pula parawisata halal. Dengan harapan, terciptanya iklim pariwisata yang memberikan rasa kenyamanan tidak hanya pada aspek pelayanan umum tetapi juga kenyamanan pada aspek syariah. Sebanyak 700 peserta diagendakan akan menghadiri kongres ini. Presiden RI, Joko Widodo dijadwalkan membuka kongres sementara Wakil Presiden RI, KH Maruf Amin, akan diagendakan menutup perhelatan KUII ke-7. (Lili).