SURABAYA-Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla Mahmud Mattalitti, mengajak semua pihak untuk menempatkan ajang pertemuan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) Annual Meeting di Bali secara proporsional. Tidak perlu mengkritik secara berlebihan.
“Kalau saya sih simpel, boleh mengkritik asalkan proporsional. Jangan pokoknya kita kritik pemerintah. Lihat dulu dengan jernih. Baca dan pahami agendanya. Apa saja yang akan dibahas. Apa advantage yang didapat bagi Indonesia. Harus dilihat secara utuh dulu. Lalu apa kurangnya, baru kita beri masukan atau kritik pada proporsinya,” kata La Nyalla kepada media di Surabaya, Selasa (9/10/2018).
Ditambahkan La Nyalla, memang benar bahwa sekarang negeri ini sedang berduka karena bencana yang menimpa saudara-saudara kita di Sulteng. Kita dorong dan awasi pemerintah untuk memastikan penanganan pasca-bencana berjalan baik. “Tapi di sisi lain, agenda-agenda penting terkait ekonomi bangsa juga harus berjalan. Termasuk agenda pertemuan IMF dan Bank Dunia itu,” paparnya.
Bagi Indonesia, sambung La Nyalla, pertemuan itu bisa menjadi jembatan untuk menjalin banyak kerja sama strategis dengan berbagai negara serta lembaga kredibel di seluruh dunia. “Salah satu contoh, pertemuan itu dimanfaatkan Bank Mandiri untuk menjaring pendanaan bagi BUMN-BUMN kita, khususnya di sektor infrastruktur. Total nilai investasi yang akan dijaring diperkirakan mencapai Rp 200 triliun,” tukas mantan ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur itu.
Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Jawa Timur itu juga meminta semua pihak tidak berlebihan dalam mengkritik biaya penyelenggaraan acara tersebut. Justru yang harus diperhatikan adalah dana besar sekitar US$ 70 juta itu dibelanjakan semuanya di Indonesia. Mulai dari sewa hotel, transportasi, konsumsi, hiburan, pameran, sampai suvenir.
“Itu semua dibelanjakan di Indonesia, sehingga uang berputar di Indonesia. Ada puluhan ribu orang Indonesia terlibat di dalamnya, dari petugas hotel, pengemudi, pengusaha katering, kerajinan tangan, seniman, dan sebagainya. Mereka-mereka yang menikmati biaya penyelenggaraan,” ujarnya.
Belum lagi perputaran ekonomi dari kehadiran 18.000 delegasi dari berbagai negara. “Mereka pasti belanja makanan, belanja oleh-oleh. Dan dari Jatim ini ada beberapa UMKM yang diberangkatkan ke Bali untuk ikut pameran sehingga produknya bisa dibeli langsung maupun kontrak jangka panjang oleh delegasi luar negeri,” jelasnya.
“Jadi jangan kemudian dibayangkan biaya penyelenggaraan itu dihambur-hamburkan, dibagi-bagikan untuk orang luar negeri. Jangan membentuk opini yang menyesatkan. Dana penyelenggaraan itu aama sekali bukan untuk allowance atau uang saku delegasi IMF dan WB,” pungkasnya. (*)