JAKARTA, Beritalima.com– Saat ini masih terdapat patogenik besar terkait ideologi negara. Pertama, kelemahan dalam merawat, mentransformasikan ideologi kebangsaan dari rumusan ideal abstrak menjadi praktik kolektif kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.
Kedua, kata Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat melantik anggota MPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW), MF Nurhuda Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/4), kelemahan mencegah infiltrasi narasi dan gerakan kontra ideologi negara dalam berbagai aspek.
“Kita harus mengakui, ada kealpaan dalam konteks itu. Kealpaan ini yang membuat kelompok konservatif-eksklusif mudah mengintrusi pendidikan dan kelembagaan sosial-kemasyarakatan dengan paham, ideologi dan doktrin keagamaan eksklusif yang menebarkan ancaman terhadap negara Pancasila,” ujar Bamsoet.
Politisi senior Partai Golkar ini menjelaskan, ancaman itu semakin nyata dengan adanya bom bunuh diri yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar. Ditambah penyerangan di Markas Besar Polri oleh perempuan bersenjata.
Polri bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus terus mengungkap jaringan terorisme, serta mendalami pihak-pihak yang menjadi pemasok bahan perakit bom, senjata maupun aliran dana dari pihak yang menjadi sponsor terorisme. “Polri, BNPT dan Badan Intelijen Negara (BIN)) harus kerjasama melakukan upaya preventif mencegah aksi terorisme maupun radikalisme dengan mengedepankan aspek pencegahan dini.”
Wakil rakyat dari Dapil VII Provinsi Jawa Tengah ini menekankan, sesuai mandat UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Artinya, MPR RI secara nyata terus mengambil peran sebagai lembaga pengawal ideologi bangsa. Salah satunya melaksanakan Sosisalisasi Empat Pilar MPR RI terdiri dari Pancasila, UU Dasar NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Sosialisasi Empat Pilar MPR harus dilakukan sungguh-sungguh seluruh anggota MPR RI. Bukan sekadar formalitas bertemu konstituen di daerah pemilihan, tetapi juga dapat menyasar kelompok masyarakat yang rawan dimasuki paham radikal,” tandas Bamsoet.
Diterangkan, sekecil apa pun tantangan dihadapi merawat kemajemukan, haruslah diatasi secara sungguh sungguh. Intoleransi sebagai cikal bakal munculnya radikalisme dan berujung pada aksi terorisme bukan persoalan siapa pelaku, kelompok, dan jaringannya.
“:ebih dari itu, ia memiliki akar keyakinan, doktrin dan ideologi yang dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat. Tumbuh suburnya sikap intoleran tergantung di lahan mana ia tumbuh dan berkembang. Jika hidup di tanah gersang, maka sikap intoleran sulit menemukan tempatnya. Sebaliknya, jika hidup di lahan yang subur maka akan cepat berkembang.”
Karena itu, mengajak anggota MPR RI terus menggali metode sosialisasi empat konsensus dasar secara tepat, mengingat Pancasila sebagai sistem nilai bukan sekadar bahan untuk dihafal atau dimengerti saja. melainkan perlu diterima dan dihayati, dipraktikan sebagai kebiasaan.
“Pancasila harus dijadikan sifat yang menetap pada diri orang Indonesia. Pancasila perlu menjadi bagian dari kepribadian orang Indonesia. Hanya dengan cara ini, tanah Indonesia akan menjadi lahan gersang bagi sikap intoleren,” demikian Bambang Soesato. (akhir)