JAKARTA, Beritalima.com– Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pihak berwenang menyelidiki dan melakukan investigasi soal perusahaan Korea Selatan yang diduga membakar hutan di Papua dengan tujuan untuk membuka perkebunan kelapa sawit di Provinsi paling timur wilayah Indonesia tersebut.
“Pihak berwajib perlu bekerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melakukan penyelidikan. Pembakaran hutan tidak bisa dibiarkan,” ujar LaNyalla dalam keterangan pers dari Biro Humas dan Pemberitaan DPD RI yang diterima awak media, Jumat (13/11).
Investigasi soal pembakaran hutan itu dilakukan Forensic Architecture dan Greenpeace Indonesia, yang diterbitkan, Kamis (12/11). Baik Forensic Architecture maupun Greenpeace sama-sama menemukan bukti Perusahaan PT Korindo Group asal Korea melakukan pembakaran hutan di Papua untuk membuka perkebunan kelapa sawit. Korindo merupakan konglomerasi perusahaan sawit yang menguasai lebih banyak lahan di Papua dibandingkan konglomerasi lainnya.
Seperti diketahui, PT Korindo telah membuka hutan Papua lebih 57.000 hektar atau hampir seluas, Seoul, ibu kota Korea Selatan. Dari investigasi itu ditemukan pola pembakaran sengaja secara konsisten beberapa tahun belakangan. Akibatnya, masyakarat Papua dari Suku Mandobo dan Malind yang tinggal di pedalaman Papua terancam kehilangan hutan adat.
“Jika terbukti benar PT Korindo melakukan pembakaran di hutan adat, pihak berwenang harus harus segera menindak.Hutan harus dilindungi karena merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat adat Papua,” tegas LaNyalla.
Hutan adat Papua merupakan salah satu hutan hujan yang tersisa di dunia. Hutan adat Papua memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Bahkan 60% keragaman hayati Indonesia ada di papua. Oleh karena itu, LaNyalla meminta kepada pihak-pihak terkait untuk segera mengambil langkah atas hasil investigasi ini.”Kita nggak bisa tinggal diam saja kalau kekayaan alam kita dirusak,” kata Senator asal Dapil Jawa Timur itu.
LaNyalla mengingatkan mengenai hak ulayat masyarakat Papua terhadap hutan adat. Hak ulayat diatur pada UU No: 5/1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA). Selain itu terdapat juga Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua No: 23/2008 soal hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah.
Berdasarkan hal tersebut masyarakat adat bisa mengambil manfaat atas tanah hutan di Papua, termasuk hak guna oleh perusahaan. Meski begitu, Ketua DPD itu meminta agar hal tersebut diulas kembali, sehingga dapat diketahui apakah masyarakat adat di Papua sudah betul-betul mendapatkan haknya.
Sebab ada laporan mengenai ganti rugi yang tidak sesuai kepada warga oleh perusahaan atas penggunaan hutan adat. “Harus dicek lagi apakah proses ganti rugi atas hak ulayat warga Papua atas hutan adat yang dijadikan kebun kelapa sawit sudah seperti semestinya,” kata LaNyalla.
Selain itu, Pemerintah Pusat juga diharapkan turun menyelidiki dugaan pembakaran hutan ini. Demikian pula dengan pihak kepolisian juga harus memantau anggotanya yang turut membantu pengamanan di kebun kelapa sawit tersebut.
“Semua harus kerjasama untuk bisa mengungkap permasalahan ini. Saya harapkan senator-senator Papua juga mengawal kasus ini. Ada empat anggota DPD RI 2019-2024 dari dapil Papua yakni Yorrys Raweyai, Octopianus P. Tebai, Herlina Murib, dan Pdt. Ruben Uamang,” demikian (akhir)