Lembaga Penyelengara Keantariksaan Perlu, PKS: Jokowi Jangan Langgar UU

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto berpendapat, Pemerintah pimpinan Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh membubarkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dengan cara melebur lembaga itu ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) itu dalam keterangan pers yang diterima awak media, Selasa (11/5) siang menyebut, Lapan bukan sekedar lembaga Penelitian&Pengembangan (Litbang), tetapi lembaga yang melaksanakan urusan Pemerintahan dalam Penyelenggaraan Keantariksaan.

Keberadaan lembaga ini sangat dibutuhkan Negara. “Pemerintah jangan mengambil langkah-langkah yang gegabah dengan rencana pembubaran lembaga ini, agar pembangunan keantariksaan kita tidak semakin mundur,” kata wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut.

Ditambahkan, yang perlu  dilakukan Pemerintah Jokowi sekarang justru memikirkan bagaimana mengembangkan Lapan semakin maju sehingga memberikan kontribusi besar dan nyata buat pembangunan keantariksaan.
Karena itu, jelas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI biadang Pembangunan dan Industri tersebut, Pemerintahan Jokowi perlu mencarikan terobosan agar keberadaan Lapan dapat berperan dalam pembangunan bidang-bidang lain, bukan membubarkannya.

Ditegaskan, selama ini kinerja Lapan cukup baik. Salah satunya, tercipta rasa aman di masyarakat terkait dengan dampak negatif jatuhnya benda-benda antariksa, baik alami maupun buatan, yang dilaksanakan secara domestik maupun internasional yang semakin hari semakin meningkat.

“Apalagi kita sebagai Negara yang berada di lintasan garis Khatulistiwa, yang aktivitas antariksanya sangat padat,” jelas Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Sesuai amanat UU No.21/2013 tentang Keantariksaan, penyelenggaraan urusan Keantariksaan itu penting dilakukan dalam rangka mewujudkan Keselamatan dan Keamanan serta melindungi negara dari dampak negatif yang ditimbulkan dari penyelenggaraan keantariksaan.

Di samping, penyelenggaraan Keantariksaan menjadi komponen pendukung pertahanan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Indonesia meratifikasi Traktat Antariksa 1967 melalui UU No: 16/2002 dan tiga perjanjian internasional turunannya. Karena itu kita berkewajiban melaksanakan ketentuan itu dalam wilayah kedaulatan dan yurisdiksi nasional.”

Tanpa keberadaan Lembaga ini, kata doktor Teknik Nuklir Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang 1995, kita sulit mengatur, mengawasi atau mengendalikan kegiatan yang mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat maupun dapat mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan terkait kegiatan keantariksaan dan benda antariksa,” kata dia.

Ditegaskan sesuai amanat UU Antariksa, Pemerintah wajib membentuk lembaga untuk melaksanakan Penyelenggaraan Keantariksaan. “Kalau Lapan dilebur, siapa yang akan menjalankan urusan pemerintahan dalam Penyelenggaraan Keantariksaan,” ujar Mulyanto.

Sesuai Perpres No: 33/2021 tentang BRIN, yang beredar di masyarakat, Pemerintah berencana melebur Lapan dan LPNK Ristek lainnya seperti BPPT, LIPI, dan Batan yang selanjutnya berubah menjadi Organisasi Pelaksana Litbangjirap (OPL).

Kepala OPL merupakan jabatan fungsional tertentu utama yang diberi tugas tambahan.  Kepala OPL diangkat dan diberhentikan Kepala BRIN yang setingkat Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (JPTM). Tentu saja rencana ini menimbulkan pro dan kontra.

Menurut dia, banyak hal krusial yang harus cermat dan hati-hati ditangani.  Perlu dikaji mendalam amanat UU khsusus seperti keantariksaan, ketenagnukliran dan lain-lain. Jangan sampai peleburan lembaga riset ini menimbulkan kekosongan hukum, ketidakpastian hukum serta pelanggaran terhadap UU.

Selain itu, soal integrasi Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang tidak sebentar, juga manajemen administrasi, nomenklatur anggaran, asset dan Sumber Daya Manusia (SDM).

Belum lagi soal penyatuan budaya kerja dari beberapa lembaga riset yang mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi), karakter, tradisi, sejarah, tokoh panutan, etos dan jiwa korsa lembaga yang berbeda.  Ini tidak mudah dan tidak mungkin terbentuk dalam waktu singkat.

Apalagi amanat UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek lebih mengarah pada integrasi perencanaan, program, dan anggaran bukan pada peleburan kelembagaan. “Saya khawatir peleburan lembaga riset memang terjadi efisiensi dan peningkatan kinerja lembaga riset, yang timbul nanti justru kelambanan kinerja. Ini set back,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait