SURABAYA, Beritalima.com|
Memiliki kebiasaan yang enggak bisa diam, merupakan ciri khas Lilik Hendarwati. Anggota DPRD provinsi Jatim ini sering klutusan, blusukan ke wilayah-wilayah di seputar Surabaya. Terkadang tujuan huntingnya sampai ke tempat-tempat yang sulit dijangkau dengan kendaraan. Tapi alumnus ITS ini tetap saja pantang menyerah.
Seperti yang dilakukan saat mengunjungi petani tambak di daerah Keputih. Meskipun Surabaya sangat terkenal indah, bersih, bahkan puluhan kali mengantongi berbagai penghargaan nasional maupun internasional, di daerah “pedalaman” pinggiran
Kota Metropolitan ini, tetaplah kumuh. Disanalah ratusan warga petani tambak hidup bersama keluarganya.
“Prihatin mbak,” keluh wanita cantik berhijab ini dengan suara perih. Mata indahnya sampai berkaca-kaca. Tak terbayangkan kesedihan hatinya menyaksikan langsung kehidupan para petani ini. Rumah-rumah mereka sebagian besar tidak layak huni, sangat kotor dan kumuh. Dimana antara ruang tamu, kamar, dapur jadi satu. Terlebih jika mereka harus panen bandeng. Bau amis menyengat.
“Ada yang terasa aneh. Kenapa Pemkot sedikitpun tidak bisa memfasilitasi kebutuhan hidup mereka. Jalan menuju kesana sangat terjal. Terlebih kalau pas musim hujan, jalannya becek, jembrot, dan mengkhawatirkan, takut kepleset,” terang bendahara DPW PKS Jatim ini.
Anggota komisi C ini mengatakan, selama ini petani tambak di Keputih sudah sambatan ke Pemkot. Mereka minta fasilitas infrastruktur di perbaiki, fasilitas sekolah negeri untuk anak-anak, juga hasil panen bandengnya bisa dijual ke tempat lain yang layak agar ada kenaikan harga.
“Sampai sekarang, sudah bertahun-tahun mereka menunggu uluran tangan pemerintah, ternyata cuma halu. Kasihan banget. Padahal kalau pemerintah mau memberikan fasilitas infrastruktur, perbaikan jalan menuju lokasi tambak, dan juga pelatihan-pelatihan untuk budi daya tambak dan pengolahan hasil panen bandengnya, InsyaAllah kehidupan mereka tidak lagi miskin,” sambungnya.
Lilik mempertanyakan, mengapa Pemkot Surabaya seperti tidak memiliki kepedulian sama sekali dengan warganya. Petani tambak ini sudah puluhan tahun, dari turun temurun mereka menjadi petani tambak yang tradisional. Dari generasi ke generasi tidak ada perkembangan. Padahal jika para petani ini dibina, diberikan pelatihan, diberikan ketrampilan cara mengelola hasil panen bandeng, bukankah akhirnya Surabaya juga bisa terkenal dengan hasil bandengnya?
“Semoga Pemkot Surabaya berbaik hati mendengarkan kesedihan mereka. Mereka warga Surabaya asli. Mereka juga membayar pajak, tapi fasilitas yang menjadi hak mereka tidak dipenuhi oleh Pemkot. Mereka butuh air bersih seperti PDAM, butuh tempat ibadah yang bersih, butuh jalan yang bisa dilewati oleh kendaraan, minimal motor. Supaya mereka bisa menjual bandengnya
Ke pasar, ke lokasi lain, supaya mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka,” pungkasnya.(Yul)