MANOKWARI, Berita lima.com – Yan Christian Warinussy Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Advokat Pembela HAM di Tanah Papua mengatakan, Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, pihaknya mendesak Gubernur Provinsi Papua Barat, Drs.Dominggus Mandacan dan Wakil Gubernur, Muhammad Lakotani, SH, M.Si yang baru saja dilantik oleh Presiden pada 12 mei 2017 lalu itu, untuk harus mengedepankan aspek penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia dalam arti yang seluas-luasnya sejak memulai tugas jabatannya berdasarkan aturan perundangan yang berlaku di Tanah Papua dan khususnya di wilayah provinsi Papua Barat.
Berkenaan dengan itu, seharusnya kedua pimpinan daerah tersebut harus mengedepankan penyelesaian segenap masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang terkait dan atau menyentuh aspek hukum agar diselesaikan senantiasa berdasarkan hukum.
Hal ini teriring dalam konteks dimana LP3BH Manokwari, secara tegas mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat agar segera membangun kolaborasi dan bersinergi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat (DPR PB) untuk membentuk Komisi Hukum Ad Hoc sebagai wadah yang diamanatkan di dalam pasal 32 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua sebagaimana dirubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008.
” Komisi Hukum Ad Hoc mendesak dan urgen serta diperlukan saat ini guna membantu tugas-tugas pemerintah daerah bersama DPR dan MRP di Provinsi ini dalam membentuk peraturan daerah (perdasus dan perdasi) sebagai implementasi dari UU No.21 Tahun 2001 tersebut,”Kata Yan menjelaskan.
Selain itu lanjut dia, Pembentukan segera Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM) di Manokwari-Papua Barat sebagai bagian dari amanat pasal 44 dan 45 Undang Undang Otsus menjadi hal yang semestinya menjadi perhatian Gubernur dan Wakil Gubernur di masa pertama lima tahun pemerintahannya.
” Ini penting demi menopang segenap upaya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia dalam arti seluas-luasnya di wilayah provinsi Papua Barat, terlebih utama dalam konteks pemberdayaan dan perlindungan terhadap Orang Asli Papua (OAP) dan hak-hak dasarnya sebagaimana diamanatkan di dalam aturan perundangan yang berlaku,”Jelasnya
Melalui hal ini juga LP3BH Manokwari secara khusus menitipkan sejumlah catatan kasus dugaan pelanggaran HAM yang Berat yang telah terjadi sepanjang lebih dari 50 tahun di wilayah provinsi Papua Barat, tetapi hingga saat ini belum ada penyelesaian secara hukum oleh Negara.
Kasus-kasus dimaksud seperti Kasus dugaan pembunuhan kilat terhadap 53 orang warga sipil OAP pada tahun 1965 di Arfay-Manokwari, kasus dugaan penghilangan paksa terhadap Ferry Awom dan Josep Inden pada tahun 1965 di sekitar perairan Teluk Doreh-Manokwari, kasus Manokwari berdarah September 1999, kasus Wasior 2001, kasus Aimas 2013, dan kasus Sanggeng berdarah Oktober 2016.
Dimana menurut Yan, dari Kasus-kasus tersebut sudah disampaikan oleh LP3BH Manokwari bersama masyarakat sipil di Manokwari kepada DPR Provinsi Papua Barat melalui Fraksi Otonomi Khusus pada tanggal 20 Oktober 2016 dan memerlukan tindak-lanjut yang termasa dari Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat yang baru dewasa ini. (ian)