BANYUWANGI, beritalima.com – Masih ingatkah dengan kasus tuduhan ‘penganiyaan’ terhadap belasan siswa SD Negeri di Patoman Blimbingsari tahun 2019 silam yang melibatkan guru GTT atas nama Arya dan 4 pelatih ekstrakrukuler PSHT ? Persidangan terakhir tanggal 07-01-2020 guru Arya, dkk akhirnya diputus dengan hukuman percobaan 8 bulan selama satu tahun itu, setelah dilakukan pembelaan oleh tim kuasa hukum PGRI, akhirnya oleh MA diputus bebas. Semula Arya dkk diancam oleh JPU dengan pelanggaran pasal 170 KHUP, pasal penganiayaan dan pengeroyokan, dengan hukuman penjara 5 tahun.
Kasus ‘pemetalan’ rambut belasan siswa SDN oleh guru dan pelatih ekstrakurikuler beladiri PSHT itu sempat menggegerkan dunia pendidikan. Sempat viral karena peristiwa itu oleh beberapa oknum orang tua murid dimejahijaukan. Bahkan guru Arya yang masih berstatus sebagai guru tidak tetap (GTT) itu sempat ‘dihajar’ oleh salah seorang dari orang tua murid itu yang kebetulan anggota aktif TNI. Niatnya guru Arya dan pembina pelatih ekstrakurikuler itu sesuai perintah Kaseknya untuk membantu merapikan rambut siswa laki-laki yang dinilai kurang rapi. Karena mereka bukan tukang cukur yang terjadi justru menyebabkan rambut siswa asuhannya itu tidak rapi alias pethal-pethal.
PGRI sebagai organisasi yang mewadahi dan menaungi guru melalui Devisi Advokasi Profesi Tenaga Pendidik bekerja sama dengan Peradi ( Perhimpunan Advokat Indonesia) mendampingi hukum Guru Arya dkk. Ada 7 orang lawyer (advokat relawan) profesional yang diketuai oleh pengacara muda Gembong Aji Rifai Ahmad, S.H. Mereka para lawyers yang rata-rata berusia 30 tahun itu sanggup menjadi pembela Guru Arya dkk sebagai komitmen bahwa tugas guru harus dilindungi hukum karena itu perintah Undang-Undang. Saatnya kami harus membela guru, cetusnya. Dengan tajuk ‘Membela Martabat Profesi Guru’ pengacara asal kota Genteng itu, bekerja sama dengan PGRI memperjuangkan sampai mendapatkan keadilan atas kasus itu.
Alhamdulillah, kita akhirnya menang, Guru Arya diputus tidak menjalani hukuman kurungan, melainkan hukuman percobaan sesuai keputusan PN Banyuwangi. Ini keputusan yang adil dan setimpal. ucap Gembong dengan wajah gembira. Memang Guru Arya dkk tidak ada niatan menganiaya atau tindakan kekerasan. Salah sih memangnya yang dilakukan oleh Guru Arya dkk itu, tetapi tingkat kesalahannya tidak patut untuk dimajukan ke meja hijau, karena ada unsur mendidiknya. Menurut Moch. Rifai, M.Pd. yang membidangi Devisi Advokasi dan Kode Etik Profesi Guru PK PGRI waktu itu, kalau dipandang sebuah kesalahan tindakan, Guru Arya dkk itu hukumannya cukup berupa teguran lisan atau tertulis dari atasan langsung, tidak lebih dari itu.
No 34 K/Pid.Sus/2021 jo no 693/Pid.B/2019/PN Byw , tanggal 10 Maret 2020, Arya Abri Sanjaya alias Arya, Permohonan Kasasi dari Pemohonan Kasasi JPU pada Kejaksaan Negeri Banyuwangi dinyatakan ditolak. Dengan demikian Guru Arya tidak menjalani hukuman kurungan, melainkan hukuman percobaan sesuai keputusan awal oleh PN Banyuwangi.
Atas nama guru-guru Indonesia, ketua PK PGRI Banyuwangi, Drs. Sudarman, M.Si. memuji kinerja dan keikhlasan Mas Gembong dkk dalam membela guru dan mengucapkan terima kasih. Hidup Guru, Hidup PGRI, Solidaritas Yes. (*)