Mafia Hukum Bertatus DPO Masih Operasi di MA?

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com – Mahkamah Agung (MA) seharusnya mendahulukan penelusuran/ penyelidikan apa yang dikeluhkan masyarakat pencari keadilan, seperti halnya yang disampaikan Pemohon PK Perkara No.480PK/Pdt/2017 Maria Lisdiana Tandjung dan Ir. Vincentius Ferrerius Sugiarto Tandjung.

Pasutri tersebut sempat mengaku telah ditekan/ diperas sampai Rp 50 miliar oleh Daniel/ Kho Yusac /Johanes dan Lani/ Kho Sarah yang menurutnya buat hakim agung Soltoni.

Dengan terpaksa Maria dan Sugiarto memenuhi, menngganti nilai uang yang udah terlanjur dibayarkan ebesar 50 M kepada Soltoni sehingga dengan terpaksa pula menandatangani Akta PJB kosongan di tempat Robert Bono di Jalan Gunawarman, Jakarta.

Dengan adanya mafia peradilan di MA yang sudah banyak dikeluhkan masyarakat tetapi sampai dengan hari ini belum juga sirna dan tidak nampak ada kebijakan MA untuk menyelediki apalagi menindak demi perbaikan citra.

Mafia peradilan ini bukan hanya oknum swasta saja, melainkan merupakan persengkolan dengan oknum pejabat bahkan dengan oknum mantan pejabat.

Sebagaimana disebutkan pasutri tersebut diatas, dugaan terlibatnya nama-nama Daniel/ Kho Jusac/ Johanes, Lany/ Kho Sarah juga ada nama lain disebut Timur Manurung dan Swie Teng “Bos Sentul City” dalam kaitan perkara PK No.480PK/Pdt/2017 yang berlanjut dengan hilangnya 3 rumah di Jalan Kangean dan Tegalsari Surabaya.

 

Baca : Aroma Dugaan Suap Ngabar Sampai Surabaya, Kahumas MA Ngaku Tak Mencium

Penyelidikan atas praktik mafia hukum seperti penuturan oleh pasutri tersebut urgent untuk segera dilakukan MA karena disampaikan Daniel/ Kho Yusac/ Johanes sebagaimana dituturkan melalui salah satu pimpinan MA dia dapat memilih/menentukan Majelis Hakim Agung Pemeriksa Perkara dan mampu menentukan putusan perkara sesuai kehendaknya (Daniel).

Berita tersebut meski sudah dikonfirmasi ke para pihak terkait dan beberapa pejabat MA, tetapi semuanya tidak berkomentar, diam seribu kata (seolah-olah ingin segera mengubur dalam-dalam). Oleh karena itu perlu ada ‘Political will’ yang untuk terapi di Lembaga Yudikatif agar sesuai menyandang sebutan Yang Mulia. (tim)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *