PONOROGO, beritalima.com- Ratusan mahasiswa dari Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ponorogo, Jawa Timur, melakukan unjukrasa menolak kenaikan biaya administrasi BPKB, STNK dan sejenisnya yang tertuang dalam PP Nomor 60 Tahun 2016 serta kenaikan tarif dasar listrik (TDL), di depan kantor DPRD setempat, Jumat 13 Januari 2017.
Para mahasiswa yang menilai, pemerintah tidak pro rakyat. Kebijakan yang dibuat di awal tahun 2017 dikhawatirkan mengancam perekonomian masyarakat. Kenaikan harga BBM diyakini akan memiliki efek domino terhadap harga berbagai barang lainnya, terutama bahan kebutuhan pokok.
PP 60 tahun 2016 yang mengatur soal besaran biaya administrasi penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baru dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), juga dinilai menjadi kejutan tersendiri bagi masyarakat. PP ini dinilai kurang sosialisasi dan membuat gaduh suasana negara yang sedang penuh dengan persoalan, termasuk intoleransi beragama.
Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk pelanggan rumah tangga disebut membuat rakyat semakin tercekik. Kenaikan ini membuat beban hidup rakyat semakin berat.
“Lucunya, presiden, kapolri dan menteri keuangan jawabnya kompak saat ditanya soal kenaikan-kenaikan ini. Tidak tahu. Bagaimana ini,” kata salah satu dalam orasinya.
Ratusan mahasiswa yang berunjuk rasa di depan gedung DPRD Ponorogo ini sempat terlibat aksi saling dorong dengan polisi yang mengamankan aksi mereka. Para mahasiswa sempat memaksa masuk ke gedung DPRD karena kawan-kawan mereka yang menjadi perwakilan untuk diterima oleh pimpinan DPRD Ponorogo tidak kunjung keluar. Namun aksi dorong ini tidak sempat pecah menjadi kericuhan.
Koordonator aksi, Amirudin Nur Muhammad, mengatakan aksi ini merupakan bentuk penolakan berbagia kebijakan pemerintah yang menaikkan harga dan tarif-tarif.
“Kebijakan yang digelontorkan bersamaan ini pasti membebani rakyat. Karena itu kami menolaknya. Kami mengecam dan meminta kebijakan pemerintah itu dicabut,” kata Amirudin.
Kepada para anggota dan pimpinan DPRD Ponorogo, para mahasiswa menyerahkan sebuah surat pernyataan sikap penolakan yang ditandatangani bersama oleh para mahasiswa dan anggota DPRD Ponorogo. Surat ini dititipkan kepada para anggota DPRD untuk diteruskan ke pemerintah pusat.
“Kami titipkan aspirasi ke DPRD. Dan kami akan kawal dengan terus berunjuk rasa di masa-masa mendatang sampai kebijakan ini dicabut,” tegas Amirudin.
Ketua DPRD Ponorogo, Ali Mufthi, yang menerima perwakilan mahasiswa menyatakan bahwa dalam demokrasi perlu adanya check and balances. Termasuk ketika pemerintah melahirkan kebijakan.
“Karena itu memang pemerintah harus dikritik, dikontrol dan dikoreksi. Dan kami akan sampaikan aspirasi mahasiswa ke pusat melalui DPR RI ,” katanya.
Menurutnya lagi, secara kelembagaan, DPRD Ponorogo belum memiliki sikap terkait kenaikan kebijakan yang ujungnya menjadikan berbagai harga dan tarif ikut naik. Namun secara politik, hal ini memang haris direspons.
“Tapi secara orang per orang, sebagai individu, kami merasa kebijakan ini harus dikoreksi, harus dievaluasi. Semua orang kan juga nmengeluhkan masalah ini,”pungkas Ali. (Dibyo)