Mapageh Sang Watu Kulumpang dan Sumpah Jaga Lereng Sindoro Sumbing dari Perusakan Alam

  • Whatsapp

WONOSOBO, beritalima.com | Tak lama lagi sebuah sendratari yang melibatkan sedikitnya 100 orang seniman-seniwati dari kabupaten Temanggung dan Wonosobo akan digelar di lapangan desa Kledung kecamatan Kledung Temanggung. Agenda yang akan dibuka dengan serangkaian seremonial serta pentas seni itu dimulai Jumat sore (19/7) dan puncaknya pada pementasan sendratari bertajuk Mapageh Sang Watu Kulumpang Sabtu malam (20/7). Menurut direktur Festival Sindoro Sumbing, Imam Abdul Rofiq, agenda itu sekaligus menjadi puncak kolaborasi dua kabupaten dalam sebuah pertunjukan akbar.

“Agenda memang memilih tempat di daerah perbatasan Wonosobo dan Temanggung yaitu di lapangan Kledung sebagai panggung utama. Agenda hari pertama diawali dengan pengambilan air suci di dua tempat yakni di Sendang kledung dan Surodilogo Pagerejo. Ada juga agenda selametan di Kledung dan juga jagong budaya di Candiyasan hingga puncaknya sendratari,” ungkap Imam dalam pressconference di Hotel Dieng Kledung kemarin (17/7).

Bacaan Lainnya

Sementara itu, agenda pembuka dari kawasan Reco Wonosobo pada Jumat (19/7) sore dilakukan ritual miwit metik soto atau awal memetik tembakau yang secara perdana dihidupkan kembali di kawasan lereng Sindoro. Agenda puncak Mapageh pada hari sabtu akan dimulai dengan arak-arakan dari dua arah yang bertemu di tengah-tengah area anggung utama. Camat dari dua wilayah yakni Kledung dan Kertek akan mengikuti kirab rombongan yang memanggul batu Lumpang sebagai obyek utama upacara tersebut, diiringi para kades beserta perwakilan masyarakat yang membawa buah tangan khas dari masing-masing wilayah. Agenda yang rencananya dimulai Sabtu siang pukul 14.00 WIB itu juga diiringi grup kesenian dari dua daerah.

“Usai bertukar hasil pertanian dan buah tangan agenda dilanjut dengan pentas kesenian seperti Bangilun hingga tari lengger topeng. Sedianya acara akan dibuka Gubernur Ganjar Pranowo dan puncaknya akan menampilkan dua bupati yang memimpin sumpah untuk menjaga lereng Sindoro Sumbing dari perusakan alam yang masih terjadi hingga saat ini,” imbuhnya.

Agenda dalam platform Indonesiana dari kementerian pendidikan dan kebudayaan tersebut menjadi sebuah rekonstruksi dari upacara penetapan tanah Sima yang dilakukan pada tahun 900 Masehi lalu oleh Raja Dyah Balitung. Pesan utama dalam upacara itu ialah pelestarian dan penjagaan alam termasuk didalamnya sumber air dan bangunan suci tempat ibadah di era Hindu-Buddha.

“Pertunjukan ini akan menggabungkan antara musik, tari wayang, teater, dan multimedia. Harapannya bisa menarik minat masyarakat untuk memahami pesan yang disampaikan yakni bagaimana di 1100 tahun lalu pemerintah bersama rakyat bersepakat untuk bersama menjaga kelestarian alam yang sebenarnya saat ini masih relevan,” ungkap Kasi Seni dan Budaya Disparbud Sri Fatonah Ismangil di hadapan puluhan media lokal dan nasional.

Agenda puncak akan disimbolkan dengan dua bupati melempar telur ke batu lumpang sebagai lambang bahwa sumpah yang sudah diucapkan untuk bisa ditaati semua pihak dan mengandung arti kutukan buruk bagi yang melanggarnya. Hal itu juga sesuai dengan catatan pada prasasti yang juga menyebut berbagai ancaman bahaya bagi pelanggar sumpah. setelah itu, prosesi dilanjutkan dengan makan bersama hidangan yang telah disiapkan yang juga disebut dengan istilah memenuhi daun yang dibawa warga untuk dimakan bersama.

“Harapannya agenda ini bisa dihayati masyarakat dan menjadi milik bersama, utamanya dua kabupaten yang satu tekad dalam pelestarian alam Sindoro Sumbing,” ungkapnya. (Budi)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *