Masalah Pendekatan NU-Muhammadiyah Jadi Perbedaan Tentukan Hari Keagamaan

  • Whatsapp
Masalah Pendekatan NU-Muhammadiyah Jadi Perbedaan Tentukan Hari Keagamaan

Jakarta, beritalimacom| Menurut dosen Pascasarjana Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal ini, KH Mukti Ali Qusyairi, tiap tahun isu hisab dan rukyat yang dijalankan dua ormas besar NU dan Muhammadiyah, akarnya adalah masalah khilafiyah, tetapi selalu diberitakan masif oleh media. Mungkin karena melibatkan dua ormas besar, NU dan Muhammadiyah.

“Tapi dilihat dari kenyataan tiap tahun, ternyata perbedaan itu bukan hanya terjadi antara NU dan Muhammadiyah, tetapi juga ada kelompok-kelompok lain. Misalnya, tarekat Naqsyabandiyah,” ucap KH Mukti, yang juga lulusan Universitas Al Azhar Mesir.

Bacaan Lainnya

Saat membahasnya dalam webinar di Perkumpulan Penulis Satupena di Jakarta (28/3), KH Mukti mengakui dalam sejarahnya, ternyata NU dan Muhammadiyah pernah menggunakan metode sama saat menentukan hari-hari besar keagamaan, seperti penentuan awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha.
Mukti mengutip buku “Fatwa-Fatwa Tarjih, Tanya Jawab Agama,” yang dikeluarkan oleh Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah pada 1993. Muhammadiyah banyak mencomot hadis tentang rukyat.

Saat sekarang, Muhammadiyah biasanya diketahui menggunakan metode hisab (perhitungan astronomis matematis), sedangkan NU menggunakan rukyat (observasi langsung) untuk menentukan awal puasa Ramadan.

“Pada kasus tahun 1993 ternyata metodologi Muhammadiyah sama dengan NU. Ketentuan hisab yang ada dalam Al Quran ditaksis atau dispesifikasikan dengan hadis-hadis tentang rukyat. Karena posisi hadis adalah penafsir atau penjelas ayat Al Quran. Untuk ibadah-ibadah yang lain juga begitu. Puasa ini kan ibadah,” ujarnya.

Nyatanya, perbedaan penentuan itu bukan hanya terjadi antara NU dan Muhammadiyah, tetapi juga ada kelompok-kelompok lain. Misalnya, tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat Naqsyabandiyah di luar Jawa memiliki metodologi sendiri, yang berbeda dengan NU dan Muhammadiyah.

“Soal metode hisab dan rukyat, sudah banyak yang tahu. Tetapi yang menarik ada metode spiritual, yang digunakan oleh tarekat Naqsyabandiyah,” ungkap Mukti Ali. Makanya, dalam penentuan awal puasa Ramadan, Naqsyabandiyah terkadang jauh lebih awal tanggal puasanya daripada NU atau Muhammadiyah.

Sementara NU, Muhammadiyah dan kelompok mainstream menafsirkan kata “rukyat” dengan melihat langsung dengan mata secara fisik.

Naqsyabandiyah menilai “rukyat” berdasar pandangan seorang mursyid dengan menggunakan mata batinnya. Jadi menggunakan metode penyingkapan spiritual atau kasyaf. “Perbedaan metodologi mengakibatkan perbedaan hasil,” ungkapnya.

Jurnalis: Abriyanto

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait