Jakarta, Baru baru ini seorang teman kam di vonis dokter mengidap kanker serviks dan memerlukan tindakan medis untuk pengobatannya, padahal selama ini beliau giat olah raga dan makan makanan sehat.
Setelah diusut dan ditelusuri ternyata beliau dalam tiga bulan terakhir meminum susu kedelai dengan merk tertentu dalam rangka mengurangi berat badan atas anjuran seorang teman. Dan ternyata kedelai yang digunakan adalah bukan produk organic tapi merupakan produk hasil rekayasa genetika yang dikenal dengan GMO atau Genetically Modified Organism. Padahal produk tersebut dijual cukup mahal dan menjanjikan turunnya berat badan.
Pada tahun 2050, diperkirakan populasi dunia mencapai 9 miliar orang dan ini membutuhkan produk pangan yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan pangan, oleh karena itu produk GMO dibutuhkan karena diyakini memiliki produktivitas yang lebih tinggi.
Benih jagung, kedelai, dan sorgum yang merupakan produk GMO dipercaya memiliki ketahanan terhadap hama dan hasil panen lebih banyak dibandingkan benih biasa. GMO (Genetic Modified Organism) atau biasa disebut dengan produk rekayasa genetika adalah organisme yang telah mengalami perubahan pada DNA-nya dengan menggunakan suatu teknologi yang disebut dengan bioteknologi modern sehingga menghasilkan suatu organisme atau produk yang berbeda dengan produk alamiahnya dengan memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan produk yang normal.
Pada saat ini penggunaan GMO atau Genetically Modified Organism telah meluas dikarenakan adanya beberapa kelebihan yang didapatkan pada produk ini, namun dibalik kelebihan tersebut terdapat kekurangan pada produk GMO yaitu dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, dan juga potensi toksisitas bahan pangan dimana transfer genetik terjadi di dalam tubuh organisme transgenik akan memunculkan bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan konvensional. Potensi menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan seperti kasus diatas. WHO pada tahun 1996 telah menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain.
Sebagai contoh, potensi erosi plasma nutfah pada penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut.
Potensi pergeseran gen Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya. Potensi pergeseran ekologi, organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi.
Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
Kedelai yang dikonsumsi di Indonesia sebagian besar adalah impor dari AS. Padahal kedelai AS hasil rekayasa genetik (GMO) dari Monsanto. GMO (Genetically Modified Organism) atau makhluk hidup hasil Rekayasa Genetik sangatlah berbahaya karena dapat menyebabkan penyakit baru.
Sudah banyak tragedi dalam sejarah manusia yang ditimbulkan oleh GMO, contohnya adalah penyakit Kanker, AIDS, dan berbagai virus flu. Saat ini 90% produk pertanian dan perternakan dunia dikendalikan oleh Monsanto yg merupakan hasil GMO yang berbahaya bagi manusia. Ayam hasil dari rekayasa genetik (GMO) sudah biasa dikonsumsi penduduk Indonesia dan bibit mereka adalah GMO yang diperoleh dari Monsanto. Juga produk pestisida yg mereka distribusikan sangat berbahaya bagi hewan dan manusia karena dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh.
Di Eropa dan Jepang, produk GMO (hasil rekayasa genetik) sudah dilarang dan mereka kembali pada produk organik. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan 10 negara anggota ASEAN terhubung jadi satu kesatuan pada tahun 2016, yakni kesatuan kawasan, wilayah produksi, dan konsumsi. Barang, jasa, modal, dan tenaga kerja bisa bergerak bebas dalam kawasan.Di luar Singapura dan Brunei Darusalam, negara-negara anggota ASEAN diikat ciri yang hampir sama, yaitu bercorak pertanian, pertanian menjadi penopang utama ekonomi dan penyumbang penting devisa buat negara, seperti di Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina, Myanmar, dan Malaysia. Dalam komoditas beras, hampir semua negara anggota ASEAN berbasis pertanian beras dan budi daya padi merepresentasikan hampir 60% area pertanian di Indonesia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam, serta mencapai 90% di Kamboja dan Laos. MEA telah dimulai, akan tetapi secara teknis masih banyak hambatan nontarif, seperti harmonisasi standar, keamanan pangan, registrasi, label, dan jaminan halal. Juga kesiapan pengawasan, seperti laboratorium uji dan lembaga sertifikasi. Indonesia salah satu negara ASEAN yang belum memiliki ASEAN Food Reference Laboratories (AFRLs) sebagai acuan jika terjadi perselisihan perdagangan sedangkan negara lain sudah ditunjuk sebagai AFRLs, seperti Vietnam (mikrobiologi), Singapura (residu pestisida dan myco-toxin), Thailand (logam berat dan residu veterinary), dan Malaysia (produk GMO). dengan AFRLs kita bisa mengendalian peredaran produk GMO yang masih selalu dipertanyakan berbahaya atau dibutuhkan (NN)