SURABAYA, Beritalima.com|
Berita tentang adanya ribuan masyarakat yang menjadi korban developer atau perusahaan pengembang abal-abal, dengan berkedok sebagai properti syariah di Surabaya, membuat masyarakat harus was-was ketika akan membeli rumah.
Kondisi ini tentu akan merugikan perusahaan pengembang yang lain, dimana perusahaan pengembang atau developer saat ini tengah tiarap di tengah belum membaiknya pasar properti.
Atas kondisi yang memprihatinkan ini, Ketua DPD Persatuan Real Estat Indonesia (REI) Jawa Timur, Danny Wahid memberikan penjelasan, bahwa saat ini di Jawa Timur belum ada developer syariah murni. Yang ada adalah konsep pembiayaan secara syariah.
“Kalau dibilang syariah, itu hanya cara menjalankannya harus syariah. Tapi ini hanya kedok dan produk yang ditawarkan juga tidak sah karena status kepemilikan tanah belum jelas,”terang Danny di Grha REI Jatim.
Menurut Danny, jika dilakukan dengan benar, selama ini apa yang dilakukan pengembang yang menjalankan bisnisnya dengan benar adalah syariah. Pasalnya, mereka telah mengikuti prosedur legal, mulai status tanah, perizinan, pembangunan tepat waktu, membangun fasilitas umum dan infrastruktur, dan perjanjian lain yang disepakati dengan konsumen.
“Dengan begitu saya kira sudah bisa disebut syariah. Tinggal konsumen atau pembeli, mau konsep pembiayaan yang bagaimana, cash, inhouse, atau KPR baik syariah atau konvensional. Tapi bagaimanapun tetap harus melibatkan perbankan,” tukas Danny.
Hal itu pula yang menurutnya harus diluruskan dan diketahui masyarakat. Pasalnya, hingga kini masih banyak masyarakat yang terbuai dengan iming-iming harga lebih murah, cicilan tanpa bunga, tanpa BI checking, dan iming-iming hadiah lain.
“Yang jelas yang harus diperhatikan oleh calon konsumen adalah bagaimana status tanah. Harus dipastikan sudah sertifikat HGB dengan atas nama PT sesuai dengan nama developer yang bersangkutan, dan IMB. Nggak masalah jika menawarkan inhouse, tapi tetap harus ada pihak perbankan, karena harus ada safety jika developer tersebut biayai sendiri,” urai Danny lebih lanjut.
Guna meminimalisir kejadian serupa, pihaknya akan melakukan pendekatan dengan developer kecil atau pemula agar menjalankan bisnisnya secara legal dan prosedural. Mereka akan diarahkan dengan pihak-pihak terkait, seperti perbankan dan pemerintah daerah termasuk asosiasi.
Sementara kepada masyarakat, pihaknya mengimbau untuk meneliti terlebih dahulu status tanah, proyek, dan developer, apakah sudah legal dan apa sudah menjadi anggota asosiasi pengembang.
Bahkan baru-baru ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah merilis aplikasi dengan nama Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep) dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang).
“Untuk SiKasep adalah aplikasi yang ditujukan untuk masyarakat atau calon pembeli rumah subsidi, sedangkan SiKumbang dikhususkan bagi pengembang,” tandasnya.
Aplikasi SiKasep sendiri melibatkan kontribusi dari para pengembang untuk menyediakan produk yang ditawarkannya secara real time melalui Aplikasi Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang),
Di aplikasi ini pengembang dapat memasok data perumahannya secara lengkap, baik yang sudah tersedia, sedang dibangun, maupun rencana pembangunan ke depannya dengan baik.
“Jadi calon pembeli akan memasukkan data mereka dan akan menjadi database penerima rumah subsidi. Mereka bisa mengecek rumah yang diminati termasuk lokasi, dan bisa mengecek status proyek dan developer secara langsung di aplikasi ini,” sambung Danny.
Di kesempatan yang sama, Kepala Divisi Syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN, Alex Sofyan menuturkan, masyarakat harus hati-hati jika ada penawaran atau promosi developer yang mengatasnamakan syariah.
Seperti dengan iming-iming fasilitas menarik, harga lebih murah dari harga pasar, tanpa bank dan BI checking, tanpa bunga, tanpa denda, tanpa penalti, dan sebagainya.
“Bagaimana sisi keamanannya jika semuanya ditanggung sendiri tanpa melibakan pihak ketiga, dalam hal ini perbankan. Jika memang konsep syariah, prinsip pembayarannya juga harus syariah, dan diakui oleh Dewan Syariah Nasional,” jelasnya.
Alex menuturkan bahwa BTN memiliki produk KPR Syariah dengan pilihan tenor dan besaran ujroh yang bisa disesuaikan dengan kemampuan pembeli.
Sementara pakar ekonomi syariah FE Universitas Airlangga Surabaya, Suherman Rosyidi menuturkan, prinsip konsep syariah harus memenuhi syarat dan rukun. Hingga saat ini belum ada developer yang mengklaim syariah benar-benar menjalankan bisnisnya sesuai syariah.
“Syariah itu harus ada pengakuan, kalau developer dalam hal ini harus diakui oleh asosiasi dalam hal ini REI, Dewan Syariah Nasional, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta developer yang ingin berstatus syariah harus memenuhi hal-hal tersebut, dan masyarakat harus jeli dengan persyaratan itu. bagi REI, pihaknya mengimbau untuk bisa melakukan pendekatan dengan merangkul developer pemula, agar tak ada lagi korban di masyarakat.(yul)