Jari telunjuk kanan Soeprayitno mengarah pada layar komputer yang menampilkan gambar peta Surabaya. Sementara tangan kirinya memegang beberapa lembar berkas. Sesekali dia memandang berkas-berkas tersebut, lalu berupaya menemukan lokasinya pada peta. Dalam usahanya tersebut, Soeprayitno tampak dibantu seorang petugas Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang (DPUCKTR) Surabaya.
Usut punya usut, ternyata Soeprayitno ingin mengakses informasi tentang peta rincian peruntukan. Pasalnya, pria kelahiran Kediri itu berencana membuka usaha restoran di Surabaya Barat. Sejatinya, informasi yang dibutuhkan Soeprayitno dapat diakses secara online melalui website pemkot. Namun, dia tetap mendatangi meeting point di kantor DPUCKTR Surabaya. “Lebih enak datang langsung, bisa tanya-tanya sepuasnya,” katanya.
Plt. Kepala DPUCKTR Surabaya Ery Cahyadi mengatakan, kendati layanan perizinan di Surabaya dapat diakses secara online, pihaknya tetap memberikan ruang bagi warga yang hendak konsultasi. Terkait kecenderungan warga yang masih datang di meeting point di tengah fasilitas layanan online, Ery menilai hal tersebut tak lepas dari kultur masyarakat yang lebih puas kalau datang langsung.
Namun demikian, Ery menegaskan bahwa fungsi meeting point fokus pada konsultasi, bertanya atau berkeluh-kesah. Tidak ada pemasukan berkas perizinan di meeting point. Pemasukan berkas pemohon tetap melalui unit pelayanan terpadu satu atap (UPTSA).
Meeting point di DPUCKTR Surabaya didesain dengan rasa kekinian. Warga dapat berbincang santai di salah satu sudut ruangan dengan konsep meja mundar. Menurut Ery, desain ruangan sengaja dibuat sedemikian rupa dengan tujuan agar tidak ada batasan antara pemerintah dan warga.
Semangat transparansi juga sangat kental di meeting point. Hal ini dapat dilihat dari pintu kaca transparan yang menjadi batas antara meeting point dan ruangan Ery. Jadi warga dapat leluasa melihat kondisi ruangan Ery. Sebaliknya, mantan Cak Surabaya itu juga bisa leluasa memonitor kinerja anak buahnya dari ruangannya.
Pengawasan kinerja petugas di meeting point sangat ketat. CCTV terpasang di berbagai sudut ruangan. Semua gerak-gerik di ruangan seluas 40 meter persegi itu dapat terekam jelas. “Kalau ada petugas kami yang dianggap mempersulit atau melakukan pungli, segera laporkan kepada kami. Kami sangat terbuka,” terangnya.
Mekanisme pelayanan di meeting point, lanjut Ery, dilakukan secara jelas dan tertulis. Seluruh hasil konsultasi dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani semua pihak. “Berita acara tersebut dapat dijadikan acuan pemohon izin sehingga tidak ada yang merasa di-pingpong,” tutur pria yang pernah menjabat Plt. Kabag Bina Program ini.