Kebomas- Kasus pembunuhan yang dialami Z, 9 tahun warga Menganti Gresik, mendapatkan atensi dari banyak pihak. Tidak terkecuali aktivis perempuan Lia Istifhama. Bahkan, alumni PMII Surabaya tersebut menyebut AK, 29 tahun, pelaku yang merupakan ayah kandung dari korban, memiliki logika hewan.
“Tidak ada sisi manusianya, tatkala seorang bapak kandung tega membunuh anaknya yang masih kecil, masih kelas 2 SD, sebanyak sebanyak 24 luka tusukan di bagian punggung, bahkan tiga diantaranya tembus bagian dada dan mengenai jantung. Bapaknya ini mungkin fisiknya manusia, tapi mentalnya bukan lagi manusia,” ujarnya.
Seperti diketahui, kasus pembunuhan tersebut dilakukan oleh M Qo’dad Af’alul Kirom (AK), terhadap anaknya sendiri. Depan penyidik, AK mengungkapkan alasan membunuh anak karena tidak tega anaknya dibully teman-temannya akibat ibu dari si anak, atau istri AK, yaitu DV yang disebutnya purel karaoke, berkali-kali memasang story di sosmed bersama laki-laki lain.
Selain itu, pelaku punya keyakinan nyeleneh. Jika anak-anak yang meninggal akan masuk surga. Karena belum dewasa, sehingga dia memastikan anaknya, AZ, masuk surga.
Saya tidak menyesal. Anak saya masih kecil, tidak punya dosa agar masuk surga. Ibunya tidak pantas masuk surga,” ungkap pelaku di hadapan wartawan, Sabtu (29/4/2023).
Menanggapi peristiwa tersebut, ning Lia menyebut pelaku memiliki kerusakan mental dan logika.
“Miris, anaknya masih kelas 2 SD, maka secara logika jauh lah dari pemahamannya mengetahui bagaimana isi story ibunya, kecuali bapaknya sendiri yang menunjukkan. Jadi kesimpulannya jelas, bahwa pelaku memang bermasalah sisi kemanusiannya sehingga menjadikan sakit hatinya sebagai topeng untuk membunuh anaknya.”
Dosen yang sekaligus advokat tersebut, juga menyesalkan perilaku orang tua yang kehilangan jiwa kasih sayang pada anaknya sendiri.
“Setiap orang dewasa, apalagi sudah menjadi orang tua, seharusnya memiliki kesadaran penuh atas rasa afeksi. Rasa kasih sayang dan melindungi anaknya, bukan justru menghantui anaknya dengan situasi yang mengancam anaknya, apalagi membunuh.”
Lebih lanjut, ning Lia menyebut kejahatan yang dilakukan AK sebagai ancaman besar bagi moral orang tua jaman sekarang.
“Apa yang dilakukan AK menunjukkan adanya krisis moral yang tidak bisa dinafikan, sedang terjadi dan itu dimiliki oleh beberapa orang tua yang gagal menjadi pribadi manusia secara utuh. Hanya karena persoalan cemburu, sakit hati dengan pasangannya, maupun ekonomi, ternyata hatinya bisa buta dan lupa bahwa mereka ini manusia dewasa yang seharusnya melindungi dan selalu menyayangi anak-anak. Kalau dengan anak sendiri tega, maka bagaimana dengan anaknya orang lain?”
Tokoh Muda Inspiratif versi Forum Jurnalis Nahdliyyin tersebut kemudian menyentil terkait penegakan hukum.
“Sebenarnya, penegakan hukum terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan, apakah sudah benar-benar tegas? Jangan sampai masih banyak pelaku amoral berkeliaran diluar sana akibat sanksi hukum yang dianggap mereka cukup ringan. Padahal, dalam Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000, kejahatan terhadap kemanusiaan hukumannya berat, yaitu maksimal pidana mati. Apakah ini berlaku kepada pelaku kejahatan yang menjadikan anak sebagai korban?”
“Karena jangankan membunuh anak sendiri, melakukan kekerasan kepada anak, baik disertasi pelecehan seksual maupun tidak, itu seharusnya masuk dalam konteks kejahatan terhadap kemanusiaan karena akibatnya merusak masa depan anak. Kalau hukum benar-benar tegas dan sanksi sosial masyarakat juga tinggi terhadap pelaku kejahatan yang mengorbankan anak, mungkin kejahatan serupa bisa diantisipasi, sekalipun sifatnya hanya reduksi dan tidak mampu menghilangkan.”
Keponakan Gubernur Khofifah tersebut juga menekankan pentingnya upaya abilisionistik, yaitu menekan potensi kejahatan dari sumber-nya, melalui peran serta masyarakat.
“Saya berharap kita yang sudah menjadi orang tua, tegak lurus sebagai polisi di sekitar kita. Polisi disini adalah melakukan kontrol sosial. Jika kita temukan orang dengan karakter mencurigakan dan berpotensi melakukan kejahatan, maka disitulah kita perkuat kepekaan untuk mencegah mereka melakukan kejahatan. Poinnya bukan kemudian saling mencurigai sesama, namun saling mawas diri.”