Oleh: Ridwan
Hari-hari ini sekolah untuk tingkat SMA dan yang sederajat sudah melaksanakan penilaian Akhir Semester (PAS), itu artinya di tahun pelajaran ini kegiatan belajar mengajar mencapai satu semester, berdasarkan kalender Pendidikan Tahun Ajaran 2020-2021 semester ganjil sebanyak 131 hari. Artinya sSiswa sudah belajar kira-kira empat bulan lima belas hari. Pembelajaran tersebut bukan dalam kondisi normal, tapi bersamaan dengan pandemi yang kondisi pembelajarannya tidak normal.
Sekarang kita tinggal menunggu apakah hasil belajar anak memiliki korelasi baik dengan kegiatan pembelajaran yang tidak normal tersebut. Di samping itu sekolah juga dapat melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa dan kemudian dilakukan program tindak lanjut. Mengapa demikian!. Harus di ingat, bahwa kondisi ini mungkin tidak pernah dihadapi, dan mungkin baru pertama kali dalam sejarah Pendidikan Indonesia diterpa oleh musibah yang salah satu imbasnya dunia Pendidikan.
Analisis sangat penting untuk membuat kebijakan baru, dalam skala nasional, regional maupun lokal (institusi). Sehingga program yang dijalankan pada semester genap akan lebih baik dan adaptif terhadap kondisi tidak normal ini. Meskipun ada statement dari Menteri Pendidikan dan kebudayaan bahwa kemungkinan besar di semester genap akan dilakukan kegiatan tatap muka, namun berkaca pada fakta di lapangan, bahwa penyebaran virus ini tidak surut bahkan cendereung meningkat, akan menjadi satu kajian tersendiri untuk melakukan kegiatan tatap muka secara penuh.
Adakah terobosan baru yang akan diberlakukan selain daring, luring dan belajar tatap muka yang berlaku saat ini. Kalaupun sama kegiatannya dengan semester ganjil tidakkah ada inovasi baru dalam menyambut datangnya semester genap?. Apalagi misalnya, hasil yang diperoleh sangat merosot sekali dibandingkan dengan tahun ajaran sebelumnya. Kalau pandemi belum berlalu dan kegiatan pembelajaran masih sama dengan semester ganjil, maka harus ada inovasi baru dalam kegiatannya. Sekolah tidak boleh berkeluh kesah akan keterbatasan yang dimiliki, dan kejenuhan bukan pandemi baru bagi dunia Pendidikan.
Dalam wilayah teori dan praktek selalu dikatakan membangun sekolah unggul bermutu, ideal dan efektif. Empat padanan kata tersebut sesungguhnya merujuk pada sekolah bermutu atau sekolah berprestasi. Prestasi bukan hanya bersifat akademis tapi juga non akademis, salah kaprah pada masyarakat menjadi penyakit turun temurun yang s akan-akan hanya prestasi akademik membuat sekolah itu berprestasi.
Terobosan baru yang mungkin dapat dilakukan adalah memodifikasi model pembelajaran. Teori konvensional dengan segala praktek yang dilkukan kurang cocok dalam kondisi dan situasi darurat, Maka diperlukan cara berfikir dan Langkah baru dalam wilayah model pemebelajaran yang akan didipergunakan dan dilaksanakan.
1. Belajar ala Jaring Laba-laba
Masa pandemic mestinya bukan dianggap masalah, tapi dianggap berkah. Di bhasa seperti apapun pandemiini tidak mungkin akan sirna manakala masyarakat tidak displin dalam memanage perilakunya. Pola hidup bersih dan sehat yang menjadi jargon dunia Kesehatan akan berlalu begitu saja seperti anjing menggonggong kafilah berlalu. Masyarakat dalam menerpakan protokol Kesehatan (Prokes) sangat lemah bahkan cenderung abai. Oleh sebab itu harus disiasati bagaimana di masa pandemic ini kehidupan tetap normal meskipun dengan keterbatasan.
Begitu juga dengan dunia Pendidikan. Sekolah dapat melakukan inovasi pada semester genap akan kegiatan pembelajaran tidak terlihat menoton. Penggunaan aplikasi dala pembelajaran daring harus di ikuti dengan tatap muka yang bersifat agak full time. Maksudnya tatap muka full time itu tidak dilakukan di sekolah, tapi dapat dilakukan dengan berkunjung ke rumah siswa.
Balajar ala jaring-jarig laba-laba sesungguhnya mengambil perilaku laba-laba. Agar laba-laba dapat menjaring magsanya (makanan laba-laba yang paleng banyak insecta) dengan membuat jaring. Laba-laba mampu berbuat seperti itu karena di dlaam tubuhnya memiliki hormone yang yang menghasikan cairan dari alat yang spinneret. Sehingga insekta yang melewati jaring tersebut kan menempel dan kemudian dijadikan makanannya.
Untuk pembelajaran, guru dapat berkunjung ke rumah siswa dimana ditempat tersebut banyak siswa berdekatan atau jarak antar siswa tidak terlalu berjauhan, yang kemudian dapat dikelompokkan. Nah disitulah kemudian terjadi peoses belajar mengajar, di mana materi yang di upload melalui pembelajaran daring dapat dijelaskkan dan didiskusikan. Sehingga ada kontinuitas dalam pendalaman dan pemahaman materi yang diajarkan.
Guru dapat bertindak seperti laba-laba yang dapat membuat jaring bagi siwanya untuk tetap dapat belajar. Istilah ineskta sebagai makanan bukan berarti menempatkan guru pada perilaku buruk, jaring yang dibuat guru dalam rangka menambah optimesme siswa dalam belajar.
Perasaan pesimis dalam kondisi pandemi harus dilawan dengan perasan optimis, yang akan memberikan nilai lebih, bahkan seandainya bisa, optimesme tersebut melebihi kondisi normal. Alasannya apa?, dalam kondisi terdesak biasanya makhluk berusaha bertahan dan akan keluar dalam kondisi selamat.
Mengkonstruksi Kembali kondisi ketidak normalan dengan melakukan penemuan (invention), terobosan (innovation), perbaikan (modivication) atau rekayasa (engeineering). Itulah yang disebut dengan fikiran kritis untuk melawan sinisme ditengah pandemic ini. Mengikis fikiran sinis perlu menghilangkan patologi kekurangan dan ketidak sempurnaan. Kekuatan baru harus dibangun dalam rangka mendidik, mengajar membimbing dan memfasilitasi siswa.
2. Model Pembelajaran ala Orang Madura Mengkreditkan Kain
Penulis yang tumbuh di daerah dengan perantau, dan mayoritas berjulan kain atau barang-barang peralatan dapur, kosmetik dan kebutuhan rumah tangga, sangat paham akan pola dari usaha ini. Mereka biasanya menawarkan kain ke kampung-kampung dengan cara di kreditkan. Barang yang terjual tidak harus dibayar secara tunai, tapi bisanya dicicil. Dalam pelaksanaannya setiap hari tempat berjualannya tidak menetap pada suatu kampung atau desa. Biasanya dalam satu mingggu secara bergiliran masing-masing kampung atau desa dikunjungi untuk menjajakan jualannya. Dan disitulah akan terbentuk komunitas pelanggan.
Dalam menjual barang dagangannya biasanya tidak mengunjungi rumah pelanggannya satu persatu persatu, tapi biasanya membuat pos. nah pada masing-masing pos tersebut pelanggannya satu persatu mendatangi. Di masa jaman dulu biasanya dengan menggunakan kode bunyi peluit. Pada akhirnya pelanggang tersebut datanga satu persatu. Maknanya apa?, Dalam kondisi seperti ini, maka sangat dimungkinkan guru mendatangi siswa sebagai penguatan materi setelah dilakukan daring. Atau kalau dengan kondisi siswa yang tidak memungkinkan daring maka model pembelajaran ini dapat dipergunakan. Dalam mencari pemecahan masalah tidak harus dengan biaya mahal, berbagai macam cara dapat dilakukan sejauh para pengambil kebijakan dan pendidik tidak mengalami distraksi.
Guru Dapat berfungsi sebagai tukang kredit dalam pengertian tidak mengkomersialkan tugas dan tanggung jawabnya. Tapi bagaimana tugas dan tanggung jawabnya dapat terlaksana dengan baik. Menjajakan materi yang diampu dan ditularkan pada siswa. Dengan model tersebut menghilangkan berbagai macam praduga bahwa pandemi bukan halangan bagi siswa untuk tidak belajar.
Setiap siswa dapat belajar saban waktu dan dimanapun tempatnya, memberikan materi pembelajaran yang diramu dengan dunia kehidupannya, lingkungan alam yang didiaminya dengan segala kontradiksinya serta masalah sosial yang melandanya.
Model pembelajaran pada akhirnya tidak mengalami kekakuan sebagaimana yang terjadi saat ini. Terobasan demi terobosan menjadi wahana dalam mengikis paradigma berfikir statis. Guru merupakn teman dialog dan pemandu bagi siswa dan bukan hanya orang yang suka mendikte. Teknologi dengan segala kemajuan semakin kasat mata. Jangan biarkan siswa menjadi orang buta ditengah gemerlapnya kemajuan di berbagai disiplin ilmu. Pandami bukan merupakan halangan untuk mengurangi kuantitas dan kualitas kegiatan pembelajaran. Mari kita dorong siswa kita memacu tenaga produktif dan kreatifitas untuk menghadapi berbagai macam tantangan sesuai dengan ruang dan waktu yang digelutinya.
Tantangan itu tidak pernah mati. Di akhir tulisan ini saya tutup dengan kutipan Seno Gumara Aji Darma, Ketika menerima penghargaan sastra Asia tenggara di Bangkok beberapa tahun Lalu. Ia mengucapkan “ Masyarakat kami adalah masyarakat yang membaca hanya untuk mencari alamat, membaca hanya untuk mengetahui harga-harga, membaca hanya untuk melihat lowongan pekerjaan, membaca untuk menengok hasil pertandingan sepak bola, membaca karena ingin tahu berapa persen discount obral pasar di pusat perbelanjaan, dan akhirnya membaca sub-title opera sabun di telivisi hanya untuk sekedar mendapatkan hiburan”. Semoga guru dan siswa kita tidak seperti yang diucapakan oleh sastrawan tersebut Ketika pandemic ini belum berlalu. Salam
Penulis adalah Guru SMAN 2 Pamekasan Madura