Menelusuri Jejak Tempo Dulu Lewat Jelajah Lereng Gunung Kelud

  • Whatsapp

Kediri. Para pelajar yang notabene duduk di bangku sekolah SLTA sederajat, ditempa Kodim 0809/Kediri di lereng Gunung Kelud lewat lintas alam bergenre kemah bakti bela negara. Kemah bela negara ini merupakan hasil kerjasama Kodim 0809/Kediri bersama Bakesbangpolinmas Kabupaten Kediri, dalam rangka Hari Juang Kartika dan HUT Kodam V/Brawijaya. senin (19/11/2018)

Lokasi yang dipilih sebagai lintas alam ini, memang sangat cocok dijadikan bumi perkemahan, selain jauh dari keramaian perkotaan maupun padatnya pemukiman penduduk, udara disekitar kawasan lereng Gunung Kelud ini cukup sejuk dan berkabut di pagi hari, terutama saat musim hujan saat ini.

Berdasarkan batas wilayah, lokasi lintas alam berada di Desa Ngrangkah Sepawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, dan lokasinya tepat ditengah areal perkebunan dengan berbagai jenis tanaman.

Berbagai materi HTF (How To Fight) diajarkan kepada 120 pelajar yang berasal dari 12 sekolah, dari pendidikan kepemimpinan, rayapan tali, kesehatan lapangan, pengetahuan kompas atau navigasi darat, mountenering atau naik turun gunung, survival atau memasak di tengah hutan, serta penyeberangan jembatan dengan dua tali.

Salah satu pelajar, Damaji Seno, pelajar SMAN Gurah, mengatakan ,”Ini adalah acara kemah bakti bela negara. Acara ini salah satu keinginan saya sejak dulu. Ini juga cita-cita saya untuk melatih kepemimpinan dan disiplin. Kemah bakti ini bisa menjadi wawasan yang lebih luas, serta kelak menjadi pemimpin ditengah masyarakat.”

Senada dengan Mila Farihas, berdomisili Desa Wonosari, mengatakan ,”Dengan adanya kemah bakti ini, saya lebih berpengalaman, mendidik menjadi disiplin, bisa mengatur waktu.

Ditempat inilah, pada tahun 2014 silam, seluruh areal perkebunan dipenuhi material vulkanik pasca erupsi Gunung Kelud. Material vukanik yang bertebaran tersebut didominasi pasir dan bebatuan berukuran kecil. Tidak hanya menutupi areal perkebunan saja, atap rumah warga juga ikut terdampak semburan material vulkanik dari Gunung Kelud.

Lokasi perkebunan ini, sebagian besar masuk dalam zona aman bahaya letusan Gunung Kelud. Areal perkebunan ini, berada pada ketinggian 378 dpl hingga 512 dpl, cukup lumayan tinggi, dan dari kejauhan, kita akan melihat puncak Gunung Kelud.

Dampak positif dari keberadaan kemah bakti bela negara ini, hal ini dikatakan Camat Plosoklaten Elok Estika. Baginya, kegiatan tersebut bisa berdampak pada sektor pariwisata, khususnya di Ngrangkah Sepawon dan Plosoklaten pada umumnya.

“Dampak positif dari penyelenggaraan kemah bakti bela negara ini untuk memperkenalkan potensi di Ngrangkah Sepawon, karena selain perkebunan tempat ini juga menjadi lokasi agro wisata. Dengan adanya kegiatan ini, minimal akan tahu kondisi potensi wilayah yang ada di Ngrangkah Sepawon dan minimal wisata di Plosoklaten pada umumnya akan meningkat,” kata Camat Plosoklaten, Elok Estika.

Sejarah mencatat riwayat areal perkebunan tersebut, di tahun 1923, Pemerintahan Hindia Belanda membuka area perkebunan di sekitar lereng Gunung Kelud ini untuk pertama kalinya. Kemudian, oleh Pemerintah Hindia Belanda dikuasakan pada Perusahaan Perkebunan N.V. Cultuur Matschappy Ngrangkah Sumber Glatik Gevastigde to Surabaya, N.V. Cultuur Matschappy Ngrangkah Badek Gevastigde to Surabaya dan N.V. Cultuur Matschappy Babadan Gevastigde to Surabaya.

Perjalanan sejarah perkebunan tersebut tidak berhenti dan terus berjalan, seiring berkuasanya Pemerintahan Jepang di tahun 1942, pasca runtuhnya Pemerintahan Hindia Belanda. Di tahun 1945, perkebunan terlepas dari era pemerintahan kolonial dan memasuki era pemerintahan yang berdaulat di dalam naungan Republik Indonesia.

Dari era kemerdekaan hingga saat ini, perkebunan tersebut tetap eksis dan menghasilkan komoditi yang bersaing di pangsa pasar regional maupun nasional. Bahkan, saat ini, ada salah satu komoditi yang berhasil menembus pangsa pasar internasional.

Menurut penjelasan Roy Situmorang selaku Manager PTPN XII Sepawon, perkebunan disini banyak komoditi, salah satunya kopi satak, yang menjadi komoditi andalan.

“Kopi satak ini adalah kopi robusta yang ditanam pada ketinggian 400 dpl hingga 800 dpl. Kopi ini punya cita rasa yang unik, kenapa unik, kopi ini lebih balance dalam cita rasanya. Untuk saat ini kopi satak sudah bisa diekspor ke luar negeri dan pembeli khusus kita ada di Eropa,” jelas Roy Situmorang.

Ia menambahkan, untuk kapasitas produksi dalam setahun, kopi satak ini mampu menembus angka 170 ton (kopi kering) dan itu hanya bersumber dari perkebunan yang ada di Plosoklaten ini saja.

Sementara itu, dibalik hijaunya alam di lereng Gunung Kelud, Kebhinnekaan ada di lokasi kemah bakti dan ini bisa dilihat dengan keberadaan 3 tempat ibadah yang berjarak tidak lebih 50 meter antara satu dengan yang lain. Ketiga tempat ibadah itu ialah Masjid, Gereja dan Pura.

Tidak hanya itu, latarbelakang masyarakat yang menetap di sekitar kemah bakti juga majemuk, baik suku maupun agama. Kendati ada perbedaan ditengah-tengah kehidupan warga di Ngrangkah Sepawon ini, tidak menjadi permasalahan dalam keseharian mereka.

Kembali pada lintas alam yang dilakukan ratusan pelajar di lereng Gunung Kelud, Kapten Arh Ajir selaku koordintator lapangan menjelaskan, semua materi ini bertujuan untuk menghadapi tantangan atau rintangan, saat berada ditengah hutan yang minim sarana maupun prasarana. Kemandirian, kekompakan dan kecekatan untuk berjuang hidup ditengah hutan, menjadi prioritas pendidikan dan pelatihan bergenre HTF ini.

Kondisi perkebunan yang juga berada di tengah-tengah hutan dan berada di kawasan lereng Gunung Kelud, seluruh peserta lintas alam harus menempuh jarak sekitar 4 km dengan jalan kaki.

Lintas alam ini cukup menantang, lantaran jalanan dilewati naik turun dan dibutuhkan fisik yang prima. Tiap tim lintas alam terdiri dari 10 orang dan secara keseluruhan, lintas alam diikuti 12 tim.

“Bagi yang sakit atau fisiknya kurang fit, kami memberikan dua pilihan, tetap ikut tetapi hanya satu dua pos yang dilewati atau tidak ikut dan beristirahat di pos kesehatan. Semua peserta saya akui punya semangat yang sangat tinggi, semua menyatakan tetap ikut,” ungkap Kapten Arh Ajir.

Tim kesehatan sudah disiagakan, hal ini dilakukan kalau-kalau ada peserta yang drop atau kondisi fisiknya tiba-tiba menurun. Selain itu, tim pengamanan juga berada di titik-titik tertentu, agar peserta tidak kesasar atau tersesat. (dodik)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *